Tuesday, 28 April 2015

Bandung yang makin molek (DIPELIHARA DOOOOONG!)

Bandung itu keren!

Saya adalah keturunan Sunda asli. Walaupun sudah nyaris 15 tahun saya merantau di daerah lain dan udah nggak punya KTP Bandung, saya tetap merasa sebagai bagian dari warga Bandung.

Sudah lama sekali saya nggak menikmati jalan-jalan di Bandung. Bukan apa-apa, males sama macetnya. Belum lagi pengalaman menyebalkan ketika jalan di trotoar Bandung dan disenggol motor yang nekad ambil jalur trotoar padahal jalan di situ aja udah mepet2 sama PKL yang jadi penguasa trotoar. 
Kalaupun bisa ke  Bandung paling pada saat weekend atau liburan. Dan itu pasti barengan dengan ribuan warga DKI dan sekitarnya yang juga sering menyerbu Bandung untuk alasan yang sama: jalan-jalan, makan, atau belanja. Walhasil males ke mana-mana. Kalaupun bukan pada saat weekend paling kalau pas tugas. Judulnya juga tugas, lebih sering dihabiskan di kantor.

Nah, belakangan ini, terlebih sejak walikota dijabat oleh seorang kreatif yang bernama Ridwan Kamil, saya sering melihat berita seputaran kota Bandung. Mulai yang pembenahan taman, trotoar, PKL, sampai hal yang banyak orang bilang remeh temeh kayak Rabu Sunda, Kamis Inggris, Jumat bersepeda. Buat sebagian orang mungkin ini remeh temeh, tapi buat saya ini keren. Bikin saya pengen ada di Bandung terutama hari Rabu dan ikut menikmati Rabu Sunda lengkap dengan bahasa dan pakaian tradisional Sunda. Kuring teh asli Sunda. Dengan segala pemberitaan itu, jujur, mulai penasaran saya dengan apa yang disebut-sebut media ini, tapi apa boleh buat waktunya belum ketemu.

Saya penasaran dengan yang namanya Taman Jomblo, Taman Film, dan aneka taman lainnya. Saya juga penasaran dengan yang namanya Alun-Alun Bandung, yang sejak dibenahi baru saya lihat fotonya dari teman-teman yang posting di FB aja. Terlebih pas KAA kemaren, rasanya darah Bandung saya bergejolak. Pengen pulang dan menjadi bagian keriaan dan kehebatan itu.

Kemarin, tiba-tiba saya dapat tugas yang memungkinkan saya keliling Bandung dan bersenang-senang menikmati suasana Bandung sekarang! Senang? Tentu saja, kalau boleh saya pengen joget-joget saking senengnya. Saking senengnya saya minta izin sama gurunya Titan untuk bolos besok supaya bisa menikmatinya bersama Titan. Dia juga punya darah Bandung, hehe.

Subuh-subuh kami sudah bersiap. Bersama rombongan kecil siap keliling Bandung. Sampai Bandung jam 09 pagi disambut matahari yang gahar. Puanass. Tapi, panasnya matahari nggak bisa ngalahin semangat buat jalan-jalan. Tujuan pertama adalah Alun-Alun Bandung. 

Dulu, tahun 80-an, ketika saya duduk di bangku SD, tempat ini adalah tempat favorit hari Minggu. Setiap minggu pagi bersama adik dan almarhum Papah, kami biasa olahraga ke sini. Lari pagi dari rumah kami di Cibangkong (tepat di belakang TSM sekarang) ke Alun-Alun sementara Papah mengiringi pelan dengan motor vespanya. Kami biasa main di sana sampai puas, sarapan bubur ayam baru pulang ketika mentari sudah benderang. Saat-saat yang menyenangkan. 
Terakhir kali saya menginjakkan kaki di Alun-Alun Bandung adalah ketika ospek kampus. Saat itu para senior 'menculik' kami untuk bermain peran di Alun-Alun. Saat itu banyak kejadian lucu dan tak terduga. Seru! Saat saya ospek, Alun-Alun belum sekeren sekarang, bahkan cenderung kumuh, kotor, dan nggak menyenangkan bahkan untuk sekedar duduk-duduk.

Balik lagi ke Alun-Alun jaman sekarang. Sampai di Alun-Alun kami langsung markir di basement (kereeen, walau tempat parkirnya masih harus dibenahi karena masih semrawut dan kurang berkesan aman). Begitu naik ke atas, wowwww, kereeen. Itu komentar pertama. Hamparan rumput sintetis menyapa mata, hijau dan bersih. Melirik ke kanan ada halteu bis yang dibuat begitu sederhana, tapi keren dan memanjakan mata dengan nama yang ditulis dalam bentuk balok warna merah dan putih. Di belakang halteu bis ada jejeran bangku beton yang rapi. Sebelum masuk hamparan rumput sintetis, mata terpaku pada papan petunjuk dan larangan yang dibuat berwarna merah cerah sewarna dengan tulisan nama halteu yang dibuat merah-putih. Di pojokan Alun-Alun terdapat area anak-anak lengkap dengan mainannya. Sementara di latar belakang Masjid Agung Bandung tampak megah diapit dua menara. Pemandangan yang luar biasa.

Bahkan rambu petunjuk pun dibuat dengan cara yang kreatif

Nah, udah dikasih peringatan. Tinggal diikuti saja 

Halteu bis yang nyaman dan bersih
Masjid Agung Bandung

Kendati masih cukup pagi, ternyata di Alun-Alun ini sudah ramai. Banyak warga yang memanfaatkan area ini untuk berbincang, reuni, ngasuh anak-anak, dan bahkan kayaknya banyak yang bolos nih (kumaha ieu kalau beneran bolos? hihi). Titan bahagia sekali main di sini. Saking semangatnya, ibunya diajak balapan lari di atas hamparan rumput. Ah, senangnya jadi warga Bandung yang begitu dimanjakan.
Hamparan rumput sintetis yang bersih bikin Titan pun bahagia

Melihat sekeliling, warga duduk-duduk memenuhi bangku di tepi lapangan sambil makan, sarapan, atau hanya sekedar berbincang. Foto-foto? Jangan kuatir, tongsis dan segala jenis kamera bermunculan dari segenap penjuru. Tempat ini memang luar biasa untuk diabadikan. Bersih, terawat! Satu hal lagi, nggak ada PKL yang mangkal sembarangan dan menganggu pemandangan. Awesome!
Warga duduk-duduk di pinggiran Alun-Alun, sekedar sarapan, ngobrol, atau ngasuh anak-anak

Puas menikmati Alun-Alun, kami lanjut berjalan ke arah Jalan Asia Afrika yang minggu lalu menjadi pusat perhatian dunia dengan suasana kemegahan Peringatan KAA ke 60. Sisa-sisa kemegahan dan hasil kerja keras warga Bandung dan Walikotanya masih bisa dinikmati. Trotoar dengan bangku-bangku antiknya yang enak dipakai untuk menikmati pemandangan sekitar Asia Afrika. Batu-batu bulat yang bertuliskan nama-nama negara peserta KAA, tanaman bunga di sepanjang jalan (sayangnya sudah mulai ada yang layu, mungkin kepanasan atau belum disiram) menghias sepanjang trotoar. Warga dari anak sekolah sampai warga lanjut usia banyak yang berjalan-jalan menikmati suasana sepanjang jalan ini. Suasana yang luar biasa.
Duduk di sepanjang jalan ini asik ternyata...

Sepertinya bunganya kepanasan, agak layu. Belum disiram kah?

Sayangnya, masih aja ada warga (semoga warga norak nan kampungan ini bukan warga Bandung. Kalau warga Bandung kepruk aja biar kapok. Kalau bukan warga Bandung jangan bolehin ke Bandung lagi sampai jadi warga yang tahu sopan) yang berbuat norak manjat di atas bangku hanya buat foto-foto (norak, kan) atau buang sampah sembarangan (sumpah, pengen jitak deh rasanya). Nggak ngerti apa ya kalau banyak warga yang sudah kerja keras menjadikan Bandung sekeren ini.

Dari Asia Afrika melewati Museum KAA, menuju Braga. Sayangnya saat itu Museum KAA tutup, jadi nggak bisa masuk. Sepanjang Braga mata masih dimanjakan dengan suasana yang bersih kami menuju titik pusat Braga yang ada penanda berbentuk tulisan BRAGA warna merah menyala. Akhirnya bisa sampe sini juga. Keren!
Gak ada huruf T, A juga jadi deh

Dari situ kami berjalan memutar kembali ke arah Asia Afrika melalui Jalan Cikapundung yang masih ditutup untuk kendaraan. Sepanjang jalan ini, digunakan untuk bazar, panggung hiburan KAA, dan juga dihias dengan blok-blok yang berisi gambar (saya nggak tau namanya apa) tokoh-tokoh KAA lengkap dengan informasinya. Sangat edukatif dan informatif. Sepanjang jalan berjejer tiang bendera, di satu sisi bendera Merah Putih, di sisi lain bendera negara peserta KAA. Di muka jalan Cikapundung yang berdekatan dengan Gedung Merdeka dijajarkan figur-figur tokoh Indonesia juga tokoh Jawa Barat, termasuk Sukarno dan Ridwan Kamil, the major. Banyak warga yang berfoto di sini (nggak sama orangnya sama figurnya nggak apa-apa deh). Di panggung ada sejumlah siswa SD yang sedang memainkan angklung membawakan lagu-lagu daerah dan lagu nasional. Ah, suara alunan angklung itu buat sejuk hati dan kepala. 
The Major, and the major wanna be hehe

Pertunjukkan angklung di Jalan Cikapundung

Berkibarlah benderaku....


Gak hanya jalannya, sungai Cikapundung juga nggak luput dari pembenahan. Walaupun airnya masih sebutek bajigur, tapi alirannya bersih dari sampah. Di atas jembatan Cikapundung yang berada di Asia Afrika diberi jeruji yang dihias dengan tanaman hijau. Cantik!
Walau sebutek bajibur, tapi bebas sampah

Dipake buat mejeng juga keren koq...

Puas di sekitar Asia Afrika, kami melanjutkan perjalanan ke arah Gedung Sate. Mobil kami parkir di sebelah Taman Lansia, kami jalan kaki menuju Museum Pos. Saya baru tahu kalau ada museum ini. Posisinya persis sebelah Gedung Telkom seberang Taman Lansia. Di depan museum terdapat 2 spot foto yang keren, sejenis foto booth. Gedung ini kayaknya termasuk gedung tua, tapi kondisinya baik dan terawat.
Sejarah dan aneka benda pos ada di sini

Tukang pos jaman baheula...

Di dalam museum dipajang benda-benda pos, termasuk koleksi perangko berbagai zaman dan negara. Keren! Untuk anak sekarang, benda-benda ini termasuk benda aneh. Padahal untuk generasi saya, pos memegang peranan penting untuk komunikasi. Dulu saya suka menyimpan perangko-perangko yang unik (belum bisa dibilang filateli karena hanya sedikit) juga kertas surat yang lucu-lucu. Sekarang mana ada lagi sejak surat digantikan dengan email dan teks message via gadget. Saat kami keluar ada serombongan anak sekolah yang mengunjungi Museum Pos ini.

Dari Museum Pos kami menuju Gedung Sate, untuk motret bagian depannya. Ada yang keren yang baru saya lihat, di trotoar di depan Gedung Sate ternyata dihias dengan motif Batik khas Jawa Barat. Wahh, keren bener. Hanya sebentar di Gedung Sate, mengingat perut sudah keroncongan, kami balik ke parkir melalui Taman Lansia. Ah, rasanya dulu tempat ini nggak menarik untuk dikunjungi. Selain kotor, juga terlalu rimbun nggak jelas. Sekarang? Selain bersih, rapi, juga dilengkapi wi-fi. No wonder di siang yang terik ini banyak warga yang memanfaatkan tempat ini untuk beristirahat. Once again, nggak banyak pedagang yang berkeliaran. Sayangnya memang ada beberapa tempat sampah yang rusak dan hilang. Duh, masih aja tangan jahil ini menganggu apa yang sudah baik. 
Trotoar depan Gedung Sate yang dihias ornamen batik khas Jabar. Seandainya seluruh trotoar di Bandung bisa sekeren ini (minimal cukup buat jalan kaki dan bersih) tentu akan lebih hebat #harapan...

Taman Lansia yang ber wi fi (belum nyoba selancar di sini sih). Tapi taman ini keren dan asri

Nah, tempat sampahnya ke mana?

Makan siang kami di Ciung 11. Warung makan rumahan yang punya sup buntut enak luar biasa. Warung makan ini hanya buka pada hari kerja saja. Dan kalau datang kesiangan jangan harap masih dapat sup buntut. Habis jalan di panas terik semangkuk sup buntut plus es kelapa jeruk sukses masuk perut....ah dunia benderang kembali rasanya.
Sup buntut ala Ciung 11. Rasanya? Sedap abis deeh

Perjalanan kami lanjutkan ke arah Padasuka menuju Saung Angklung Udjo. Setibanya di sana pertunjukkan jam 13 sudah mulai. Kami langsung berbaur dengan pengunjung lain sambil motret. Pertunjukkannya lumayan interaktif. Di bagian akhir seluruh pengunjung diajak memainkan angklung mengikuti aba-aba MC. Walaupun dadakan, tapi keren. Pengunjung antusias memainkan angklungnya sesuai aba-aba. Untuk saya, ini adalah kali pertama saya memegang dan memainkan angklung. Rasanya, jadi pengen belajar main angklung. Titan bilang, Ibu payah. Titan sudah pernah main ini di sekolah (maluuuu).
Dengar musik angklung itu asik. Nggak kebayang 20 ribu angklung! Awesome Angklung!

We love Indonesia


Dari Saung Angklung kami memburu satu lokasi lagi: Taman di bawah jembatan Pasupati. Ah, tak terbayangkan kalau di bawah jembatan bisa disulap jadi tempat nangkring yang keren. Seringkali daerah bawah jembatan jadi area yang kumuh, menyeramkan, bau, nggak menarik. Tapi di Bandung, di bawah jembatan Pasupati ada 3 taman tematik yang asik: Taman Pasupati alias Taman Jomblo, Taman untuk main skateboard, dan Taman Film. Kerennya lagi taman-taman ini tampak bersih dan terawat. Di Taman Jomblo dihias oleh bangku-bangku beton yang cocok memang buat merenung hihi. Di taman sebelahnya banyak anak-anak muda asik main skateboard. Sementara turun ke bawah ada Taman Film yang memiliki tempat duduk bangku-bangku beton dan hamparan rumput sintetis dengan layar lebar. Kayaknya nobar Piala Dunia di sini bakal seru nih. Banyak warga yang sedang mengaso, diskusi, mengobrol, main di Taman Film. Lokasinya emang enak buat nangkring. Naungan jembatan lumayan meredam panas yang menghentak.




Taman yang ini ada di Jalan Ganesha. Dulu sewaktu masih kuliah di kampus seberangn taman ini, kondisinya mengenaskan. Boro-boro asri, yang ada serem, kotor, geueuman kata orang Sunda mah. Sekarang? Saya sampai kagum lihat ini taman bertransformasi jadi bginih....

Ah, Bandung sekarang keren. Dulu di saat saya tumbuh besar saya sangat suka udara dan suasana Bandung. Sepertinya rasa itu kembali lagi. Terima kasih untuk segenap warga Bandung juga walikotanya yang berhasil menjadikan Bandung kembali keren. Mudah-mudahan apa yang sudah diupayakan bisa bertahan lama, dijaga dengan baik untuk diwariskan ke penerus selanjutnya. Walaupun masih banyak area Bandung yang perlu ditata, tapi perubahan yang sudah dilakukan sudah hebat terlebih kalau bisa dijaga dengan baik.

Semoga kebaikan yang sudah dilakukan bisa menular ke area dan menyentuh aspek kehidupan yang lain, sehingga Bandung tetap menjadi mojang geulis, yang terus layak menyandang gelar sebagai Paris van Java. I really love Bandung.