Monday, 2 January 2017

Jalan-Jalan ke Tebing Keraton

Saat libur tahun baru lalu, saya akhirnya berkesempatan juga pergi ke Tebing Keraton. Sebelumnya saya benar-benar penasaran dengan tempat ini gara-gara lihat banyak fotonya di sosmed.
Jam 7.30 kami berangkat dari Jalan Riau, menuju Dago Pakar. Awalnya sih lancar-lancar saja. Jalanan masih sepi, agaknya masih banyak yang terlelap setelah berpesta tahun baru semalam. Sampai di area terminal Dago jalanan mulai ramai oleh pesepeda. Jalanan yang kecil, menanjak curam, ditambah dengan banyaknya pesepeda membuat saya benar-benar kerepotan nyetirnya. Sempat kepikiran takut mundur hahaha.

Di pintu masuk Dago Pakar saya tanya-tanya kepada petugas. Kata petugasnya, untuk menuju Tebing Keraton masih harus menempuh jarak sekitar 10 km, dengan kondisi jalan yang semakin kecil, dan semakin curam. Di area Tebing Keraton tidak ada lokasi parkir, jadi parkir di tepi jalan (di Warung Bandrek namanya). Saya jadi mikir, untuk menuju ke pintu masuk Dago Pakar saja setiap berpapasan dengan mobil lain harus melipir-melipir.

Akhirnya setelah menimbang beberapa hal (termasuk kemungkinan membawa krucil untuk hiking sejauh itu), saya putuskan pakai ojek saja. Namun, alangkah terkejutnya saya, ketika si tukang ojek menawari ojek PP seharga 100.000 per ojek (mau pingsan!). Harga itu termasuk diantar ke Gua Belanda dan Gua Jepang. Setelah kaget mereda, saya coba tawar menawar hingga disetujui harga 70 ribu per ojek (saya minta 3 ojek) PP. Sementara tiket masuk Tahura 10 ribu per orang plus 12 ribu untuk parkir mobil. Baiklah, ini mah judulnya mahal di ojek.

Tapi, jujur saja saya nggak nyesel juga naik ojek, jalan ke sana memang nanjak curam dan tidak terlalu bagus, masih ada bagian jalan yang tanah berbatu. Sepanjang perjalanan ada ratusan pesepeda yang mengayuh dengan penuh semangat. Bau kopling mobil menyeruak di antara wangi pepohonan. Untung nggak nyetir ke sini, pikir saya saat melihat beberapa kendaraan sempat mati mesin di tanjakan.
Sekitar 15 menit pakai ojek akhirnya sampai juga ke pintu masuk Tebing Keraton. Kata Titan rasanya naik ojek tadi sakit (maaf) pantat dan mabuk darat. Ini adalah perjalanan pakai motor paling jauh dan paling seram buat dia. Kami turun dari ojek, dan menuju Tebing Keraton, tukang ojeknya menunggu kami selesai jalan-jalan. No wonder mahal biaya ojeknya, soalnya hitung-hitungan selama menunggu kami, mereka nggak ambil penumpang lain.

Walaupun masih pagi, namun di lokasi sudah ramai sekali. Banyak mobil pengunjung yang parkir di dekat pintu masuk. Sehingga jalan yang memang sudah sempit bertambah sempit.
Dari pintu masuk kami berjalan sekitar 500 m dan memang ketika tiba di sana pemandangannya Subhanallah, luar biasa. Cuaca yang cerah membuat pemandangan makin indah. Pengunjung memang banyak, tapi enggak berdesakan dan mau bergantian untuk berfoto.








Di sana kami tidak terlalu lama, selain sudah panas, rasanya juga kasihan sama si tukang ojek yang harus menunggu kami. Puas foto-foto, kami kembali ke tempat ojek. Sebelumnya kami sempat mampir melihat pemandangan dari menara pandang. Dari jauh terlihat Gunung Tangkuban Perahu dan Burangrang yang megah mengundang. Ah, rasanya belum terlalu lama saya dan teman-teman naik ke sana. Teringat nazar seorang sahabat yang ingin berfoto pakai toga di puncak Burangrang sehingga alhasil begitu wisuda, saya digeret naik di tengah hujan lebat semalaman tanpa persiapan sama sekali saat kena flu berat. Dan kami pun berhasil mengabadikan fotonya bertoga di puncak Burangrang!

Kembali ke Tebing Keraton, kami diantar ke Gua Belanda. Karena ingin jalan-jalan dan juga kasihan sama tukang ojek, kami putuskan untuk lanjutkan perjalanan dengan jalan kaki saja. Tukang ojek kami bayar sesuai kesepakatan awal dan kami bubarkan. Enaknya adalah hari masih pagi, sehingga udara terasa segar. Jalan-jalan di antara pepohonan terasa menyenangkan, bahkan Titan pun senang padahal ternyata muter-muter lihat Gue Belanda, Gua Jepang, sampai akhirnya kembali ke lokasi parkir. Tak terasa kami berjalan lebih dari 6 km!

Sebenarnya tempat ini menarik, pemandangan yang indah plus adem. Biaya ke sini (kalau nggak pakai ojek), relatif murah. Saya membayangkan ada trek khusus buat pejalan kaki sehingga tidak terganggu asap kendaraan dan debu jalan pasti akan sangat asik. Bisa jadi lokasi wisata edukatif mengenalkan aneka jenis pepohonan dan beberapa peninggalan sejarah ke anak-anak.