Jum'at pagi kami sudah berada di bandara untuk terbang menuju Yogya. Despite untuk persiapan yang serba buru-buru karena saya juga baru kembali dari tugas luar kota, perjalanan ini sangat kami nantikan. Kejenuhan dan kelelahan otak membuat saya ingin melarikan diri sejenak dari keriuhan. I guess Yogya would be the perfect place.
Jam 9.30 kami sudah tiba di Yogya. Segera setelah dapat driver dan mobil kami menuju Upside World di dekat bandara. Tempat ini menarik, seperti melihat dunia dengan persepsi yang lain. Seperti namanya, semua yang ada di tempat ini diletakkan secara terbalik. Awalnya saya bingung gimana bikin fotonya sehingga seolah-olah kita yang jumpalitan. Tapi, asiknya tempat ini adalah setiap tamu akan didampingi pemandu yang akan membantu mengarahkan gaya sekaligus ambil foto kita. Jadinya, hasilnya bagus. Walaupun jasa mereka sudah include dalam tiket (harga tiket masuk usia 10 tahun ke atas 50K, anak2 30K), jangan pelit untuk bagi tips ya.
Dari Upside World, perut yang sudah bernyanyi keroncongan mengajak kami cari makan. Siang ini saya niat banget makan di House of Raminten di Kalibaru. Begitu masuk ke dalam kami disambut mas dan mba pelayan yang pakai jarit dan T shirt plus wangi dupa yang lumayan menyengat. Berhubung siang itu di sana cukup ramai, kami dapat tempat di dekat pintu masuk persis depan tempat sesaji. Menu yang ada di House of Raminten unik2. namanya aneh2. Saya memesan nasi gudeg komplit, monster (lemon sereh), bakwan jagung, es krim bakar buat Titan, dan nasi ayam plus es tape buat driver. Begitu terkejutnya, makan sebanyak itu hanya habis 92K ajah!!! Bayangkan kalau itu di Depok hahaha.
Abis makan tadinya kami pengen ke Taman Sari, tapi sayangnya sudah tutup. Akhirnya karena juga sudah sore kami ke Trick Eye and D' Arca Museum di XT square. Di sana isinya juga foto2. Sayangnya pengaturannya kurang asik karena ada beberapa ruang motret yang terlalu sempit dan petunjuk untuk berfoto hanya mengandalkan foto kecil di setiap lukisan 3D, jadi kudu rada mikir. Ketika suasana ramai jadi susah juga berfoto di sini. Tapi, asik juga sih karena lukisan 3D nya keren2. Mas dan mba yang jaga juga lumayan baik kalau diminta bantuin foto. Ada 2 musium lukisan 3D plus 1 musium patung lilin. Tiketnya lumayan juga, untuk terusan harganya 100K. Musium patung lilinnya model2 Madame Tussaud, tapi ya gak banyak koleksinya dan kalau pendapat saya masih kurang mirip hehe. Yang unik di situ adalah patung Spiderman pakai blangkon.
Dari XT Square kami menuju Tempo Gelato di depan Hotel Pandanaran di Prawirotaman. Gerai es krim yang mungil ini, ramai oleh anak2 muda terutama. Menu utamanya apalagi kalau bukan es krim. Saya mesan small cup (2 flavour) ice cream seharga 20K. Saya pilih yoghurt dan Raspberry. Rasanya? Segarrrr. Titan pilih cornetto vanilla dan nutela flavour. Sedapnya sedap banget deh. Puass banget harga segitu dapat es krim uenakkkkk.
Maghrib kami menuju hotel, hanya check in dan shalat maghrib. Abis itu diantar ke Alun-Alun Lor untuk menikmati bakmi jawa favorit saya, Bakmi Peleh. Saya sangat suka makan di sini karena suasananya. Lesehan depan gedung sekolah, makan bakmi (favorit saya bakmi nyemek), sambil denger trio pengamen yang kalau nyanyi lagunya serius, enggak asal-asalan. Kalau mau kita juga bisa request lagu. Koleksi lagunya lumayan banyak koq. Dari lagu jadul sampe lagu yang baru ada.
Malam itu kami tiba saat di sana belum terlalu ramai, jadi masih bisa dapat tempat duduk. Namun, tetep aja kami menunggu sekitar setengah jam sampai pesanan kami tiba. Dan suasana yang enak membuat saya menyikat 2 porsi bakmi!!!! (lupakan diet).
Setelah kenyang makan, kami kembali ke hotel naik bentor (bukan hanya Medan yang pakai betor ternyata) di tengah rinai hujan. Berdua Titan tertawa-tawa sepanjang jalan merasakan percikan hujan ke wajah kami. Ah, sungguh penutup hari yang seru!
Pagi berikutnya dengan sedikit usaha, Titan dibangunkan. Pagi ini kami akan menuju Borobudur. Rencananya kami berangkat jam 7 pagi. Walau agak terlambat akibat ada pergantian driver, perjalanan menuju Magelang lancar nyaris tanpa kendala. Kami tiba di Borobudur jam 08.30. Kami langsung menuju candi agar tidak terlalu panas. Sepanjang jalan dari gerbang masuk, Titan tanya banyak hal tentang candi. Saya jelaskan seingat dan yang setahu saya. Semangat, sampai dia lihat bahwa Borobudur itu menjulang tinggi. Mulai mengkeret melihat deretan anak tangga. Akhirnya, dengan janji cerita di setiap level pelataran candi, dia semangat naik ke atas hingga mencapai puncak stupa. Akhirnya sih dia senang banget berhasil naik ke atas, dan takjub ketika tahu bahwa Borobudur dibangun dengan tangan manusia tanpa akat berat seperti alat bangunan masa kini. Dia takjub ketika tahu bahwa setiap pahatan menggambarkan satu cerita tertentu. Dia bilang yang bangun candi ini hebat, dan Allah luar biasa hebat karena menciptakan manusia yang bisa buat candi.
Dari Borobudur kami menuju Blabak. Niatnya mau makan kupat tahu Blabak yang terkenal itu. Sayangnya, dari sekian banyak penjual yang ada di Blabak tujuan kami makan di Dompleng gagal total karena tutup. Akhirnya driver menyarankan di Pak Man. 2 porsi kupat tahu dihidangkan untuk saya dan Titan. Suapan pertama yang luar biasa!! Dengan cepat seporsi itu pindah ke dalam perut. Bahkan Titan yang baru pertama kali makan kupat tahu magelang bilang ini enak sekali.
Pak Man, adalah keluarga penjual kupat tahu magelang yang salah satu saudaranya membuka kupat tahu Pelopor. Itu katanya yang tertua di Magelang. Rasa bumbu yang segar dan pas ditambah dengan tahu goreng yang crunchy di luar tapi lembut di dalam plus kol goreng yang nikmat membuat sendok demi sendok masuk perut dengan sukses. Sempat mengobrol dengan Pak Man dan istrinya. Dua orang tua yang ramah dan tekun menjalankan usaha yang sebelumnya dijalankan di Mertoyudan. Kami beruntung datang saat belum tiba waktu makan siang, jadi sempat mengobrol dengan Pak Man. Semoga usahanya selalu lancar dan berkah ya, Pak.
Dari Blabak kami lanjutkan perjalanan menuju Pakem. Rencananya ingin ikut tour Merapi yang pakai jeep. Kami mendapatkan jeep dari Granata Tour. Wilis hijau buatan tahun 1940 yang udah protolan. Titan sempat seram melihat jeep yang gak ada pengamannya. Tapi, dengan perjalanan dia malah menikmati sangat. Kami dibawa menyusuri Kali Opak, Desa Pethung yang sudah ditinggalkan seluruh penghuninya, melihat sisa-sisa amuk Merapi, hingga naik ke Kaliadem. Jalan yang dilalui adalah jalan batu yang penuh dengan guncangan dahsyat. Yang saya bayangkan adalah wilayah yang dulu penuh dengan penduduk kini hanya berupa lahan kosong berumput. Sisa-sisa letusan Merapi menghasilkan pasir sehingga banyak ditambang.
Langit semakin mendung, dan rinai gerimis memaksa kami buru-buru kembali ke base camp. Tepat di base camp hujan menderas, menghantarkan kami turun ke arah Kaliurang. Cita-cita minum kopi di Klinik Kopi gagal gara2 tempatnya belum buka. Akhirnya kami turun melewati Ringroad dan ngupi di Nox Coffee Boutique di sebelah Natasha Skin Care. Tempatnya juga kopinya enak banget. Secangkir Tropical Coffee (turunan Americano dikasih jahe dan cinnamon) itu cocok dinikmati kala hujan.
Dari coffeeshop kami lanjut mencari gudeg. Cita-cita saya adalah makan gudeg pawon, tapi ternyata tempatnya baru buka jam 10 malem. Rasanya agak berlebihan makan gudeg jam 10 malem itu. Akhirnya melipir ke Wijilan dan makan di Gudeg Hj. Ahmad instead of the famous Yu Djum. Seporsi gudeg lengkap dengan ayam suwir dan telur nggak pakai lama langsung masuk perut. Ya ampuuun, ini rasanya 2 hari di Yogya isinya makan...makan...dan makan!
Menjelang maghrib kami diantar ke hotel. Yogya diguyur hujan lebat. Rencana jalan ke Malioboro terpaksa ditunda menanti hujan mereda. Jam 7an kami jalan ke Malioboro. Tempatnya masih seramai dulu, tapi atmosfernya udah gak sama. Gak lama kami di sana kami balik ke hotel pakai becak karena gerimis kembali mendera. Di depan hotel saya melipir ke satu kedai kopi. Sambil menunggu pesanan tiba saya mengobrol dengan pengelola tempat itu yang lagi asik melukis gunungan di salah satu pintu. Lumayan lama kami bicara tentang wayang dan filosofi gunungan yang dia buat.
Di tengah rinai hujan, duduk di atas bekas peti kemas saya menikmati kopi tarik yang dibuat dari Temanggung Wine. Kagetnya saya pada tegukan pertama terasa sekali aroma fermentasi, a bit winey. Rupanya benar dugaan saya, sang pemilik kedai yang ternyata duduk di luar menjelaskan bahwa Temanggung Wine ini adalah signature product kedai kopinya. Sambil gelap-gelapan karena Earth Hour, kami ngobrol banyak seputar kopi. Hasilnya, balik ke hotel saya memboyong Toraja yang diseduh dengan Cold Brew (saya membayangkan menikmatinya dingin-dingin saat hari panas. Pasti sedap sekali. Saya juga memboyong Golden Jayawijaya yang baru saja digiling, wangi cokelat kopi meruap dari bungkusnya. Hmmm...ini bisa jadi oleh-oleh yang menyenangkan untuk seorang yang suka kopi, harusnya.
Ini hari terakhir di Yogya. Hujan turun deras sejak semalam. Mendera menerpa jendela kamar kami menimbulkan suara riuh yang membuat mata enggan terlelap. Rencana hari ini kami akan ke Prambanan sebelum menuju Solo.
Sebelum ke Prambanan, saya minta diantar ke Pathok dulu, ingin lihat pembuatan bakpia. Jadi, diantarlah saya ke Pathok ke Bakpia 25 melihat pembuatan bakpia. Ah, melihat senyum ramah juga mendengar sapaan hangat pada pekerja pembuat bakpia membuat pagi yang hujan ini terasa hangat.
Hujan masih menderas saat kami lanjutkan perjalanan menuju Prambanan. Menjelang Prambanan hujan agak mereda, hingga saya putuskan tetap ke Prambanan di tengah rinai gerimis. Nggak nyaman sih, becek dan repot.
Entah kenapa tiba-tiba iseng untuk membuat foto dengan baju tradisional Jawa dan berpose depan Prambanan. Nggak pakai pikir panjang kami langsung ambil tiket foto pakai kostum tradisional dan tadaaa....walau pagi gerimis kami tetap tersenyum manis dengan kebaya kutu baru. Lihat gaya Titan megang keris ala megang light saber itu bikin saya ngakak pagi-pagi. Hanya sebentar kami di Prambanan karena hujan ternyata makin deras. Kami segera kembali ke area parkir sambil ambil foto di pintu keluar. Ah, Yogya semakin jauh di belakang kami.
Sore ini kami sudah tiba di Solo. I miss the atmosphere already, hampir sama rasanya seperti kalau baru kembali dari Bandung. We'll come there again someday.