Monday, 15 October 2018

Lari pagi itu mainstream....


Buat banyak orang, event yang satu ini mungkin dianggap gila. Tapi tidak buat sebagian alumni ITB. Ultra Marathon, event lari yang pertama kali diadakan tahun 2017 menyedot banyak perhatian. Jadi, bisa dibayangkan ketika pendaftaran untuk UM2018 dibuka, yang daftar membludak. Buanyak.
Sejak tahun lalu, saya sudah punya cita-cita pengen ikut yang tahun 2018. Jadi, ketika akhirnya bisa ikut rasanya senang banget. Emang kuat? Ya kalau itu gimana nanti aja. Yang penting ikut dulu, begitu pikir saya. Itu juga yang membuat saya cukup rajin lari (walau rasanya enggak ada kemajuan alias segitu-segitu aja) sejak awal tahun.

Sekitar dua bulan menjelang event saya kena cedera LBP. Rasanya sakit luar biasa, membuat saya hampir menyerah. Walhasil selama 3 minggu saya sama sekali libur olah raga. Baru sebulan menjelang UM saya mulai lagi latihan, dari nol.


Ketika mulai pembagian rute dan etape saya sempat minta jangan dikasih jalur menanjak. Saya kuatir bebannya (beban tubuh maksudnya hahaha) terlalu berat sehingga bisa cedera lagi, di samping saya juga belum pernah lari di jalur dengan elevasi lebih dari 50m. Kan enggak lucu kalau saya mogok dan merepotkan anggota team yang lain. Di awal saya dapat Leg 12. Masih oke. Eh, tahu-tahu saya dipindah ke Leg 13. Kaget bener, mengingat tanjakan di situ menyeramkan. Ketar ketir bersiap meratapi tanjakan. Tapi rupanya kapten team yang baik hati membujuk dua teman 1 team agar tukaran, hingga saya dapat Leg 15 dengan jarak tempuh paling pendek dibandingkan yang lain. Elevasi juga enggak terlalu besar.



Angkatan kami mengirimkan 4 team (tadinya malah mau 7!!). Satu team Relay 8, Awug (tepatnya The Mighty Awu92), dan 3 team R16: Batagor, Cireng, Dawegan plus satu team 92eat Support untuk menempuh Jakarta-Bandung sejauh 170K.






Hari H. Sejak Jumat mendadak asam lambung saya naik terus. Saya curiga saya mengalami stress (ini mau lari apa ujian Fismat sih sebenarnya?), takut mengecewakan anggota team yang lain. Hingga menjelang berangkat akhirnya saya minum obat agar asam lambung enggak protes. Jam 5 sore saya janjian dengan running buddy Leg 15 di Pasteur. Kami mau berangkat menuju lokasi start. Perkiraan akan lambat, karena posisi 5 pelari sebelum kami juga belum mulai start. Jam 17.30 kami tiba di Cimahi. Di sini seorang rekan meminjamkan anak buahnya buat bawain mobil mengawal sepanjang etape (ah terima kasih sekali untuk bantuan yang luar biasa ini). 

Agak kuatir dengan cuaca sore itu, angin bertiup kencang sekali, langit juga sangat gelap. Dan benar, gerimis turun, tapi untunglah enggak lama. Jam 18 kami buru-buru menuju lokasi start. Paling enggak kalaupun harus menunggu itu lebih aman ketimbang kejebak macet atau hujan. Kami menunggu tiba saat start sambil memantau keriuhan Tim Awug yang sedang berjuang masuk Finish. Last runner sedang berjuang menyelesaikan tugasnya dan berhasil. Tim Awug berhasil masuk podium 2. Bangga dong, salah satu team kita masuk podium.

1 jam, 2 jam, 3 jam berlalu dan kami masih belum start. Kantuk dan lelah mulai melanda. Perut lapar tapi malah menolak diisi makanan. Sempat makan siomay buat ganjel, enggak habis juga. Akhirnya makan pisang saja. Hingga menjelang tengah malam kami masih belum dapat giliran start, sementara satpam Giant udah ngusir kami dari parkiran hahahaha. Kami pindah parkir di tepi jalan sebelum WS14. Pelari Leg13 baru mulai bergerak lewat jam 22. Jam 23 kami mulai pemanasan ditemani team support yang sudah masuk di WS14.


Uin dan Djeng yang tetep ceriah walau udah tengah malam

Sesaat menjelang tengah malam, yang ditunggu datang juga. Pelari Leg 14 team Cireng, Bajigur dan Dawegan masuk WS. Lega rasanya. Kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan relay. Wawancara, Check (dengan Om Farid sebagai reporter), LED lamp, check (thanks Paheu), we are ready!



Setelah serah terima Buff (Serius, itu buff udah mandi keringat 14 orang!!) dan foto-foto, pukul 00 lewat dikit kami bergerak menuju WS15. 





Lelah, kantuk, lapar, dan saya kebelet pipis (toiletnya parkiran Giant Padalarang yang terdekat dengan tempat kita nunggu sudah digembok) membuat kami ingin segera menyelesaikan etape ini. Tengah malam yang sepi (iyalah, lagian selain kami ini siapa sih yang sesinting ini lari-lari tengah malam hihi). Sesekali terdengar suara napas memburu kami atau suara sepatu yang tersaruk di aspal. Langkah kami terasa sangat lambat sekali. Kami bertiga berlari beriringan sambil sesekali bercanda saling memberi semangat. Team support setia mengiringi kami dengan sepeda dan motor sambil terus menyemangati. Langkah demi langkah perlahan kami tapakkan di jalan yang nanjak halus ini. Belum ada team lain yang menyusul, hingga di KM6 pelari 84 menyusul!!! Arggh sudah lelah tersusul oleh pelari senior itu rasanya gimanaaa gitu.







Disemangati oleh runner yang ikut support mengiringi kami dengan gowes pelan akhirnya sampai juga di WS15, di mana pelari selanjutnya sudah menunggu. Tuntas sudah tugas kami tunaikan, selamat tanpa cedera (ini sesuai harapan), walau rasanya enggak maksimal banget. Jarak segitu ditempuh dengan waktu yang lebih lama dibandingkan biasanya.




Sehabis serah terima kami langsung berpisah. Team support melanjutkan tugas mengawal runner, ada yang beranjak pulang, sementara saya dan Katrin langsung masuk mobil menuju Bandung. Suasana yang sudah menjelang dini hari (kami keluar dari WS15 sekitar jam 01.30), ngantuk dan lelah membuat refleks saya juga menurun. Belum jauh dari WS saya dikejutkan seekor kucing yang tetiba menyeberang. Ngerem enggak terkejar dan sepertinya saya menggilas sesuatu! Panik, saya berhenti masih di tengah jalan. Saking kagetnya, mendadak telapak kaki kiri saya mengunci, kram! Mencoba mengintip dari spion saya tidak melihat apapun. Jangan-jangan itu kucing mati tergilas. Bayangan seram kata orang kalau menggilas kucing sampe mati membuat saya sempat ketakutan. Akhirnya kami berhasil menepi. Katrin langsung turun melihat ke lokasi kucing nyebrang tadi. Alhamdulillah agaknya si kucing berhasil selamat. Masih deg-degan kami lanjut lagi. This time enggak berani ngebut. Ngedrop Katrin di kampus, lalu saya langsung pulang. Pagi nanti masih mau nemenin Titan ikut fun run.

Terealisasi sudah keinginan saya sejak awal tahun. Walau hasilnya belum seperti harapan, saya bangga. Di sela-sela keriuhan lari ada banyak cerita epic yang menginspirasi. Ada banyak senior yang ternyata berhasil mengalahkan waktu dan jarak dengan berlari, luar biasa! Ada banyak team yang berlari dengan membawa misi penggalangan dana (juga team kami), dan misi itu berhasil dengan baik. Berlari sambil berbagi, love it! Ketika banyak teman baru yang sebelumnya enggak saling kenal ternyata bisa bahu membahu bekerjasama dengan baik sehingga semua runner terjaga keamanannya. Millions thanks, team support! Ketika menunggu hingga 6 jam itu ternyata tidak melorotkan semangat untuk tetap berlari, thanks Katrin dan Alvin karena bersama kalian menunggu 6 jam tetap seru, lari tengah malam juga seru. Buat saya, event ini lebih keren dari reuni.

Thanks buat Kapten Tante Yulie yang all out mengatur segala hal tentang team dari sebelum pendaftaran hingga event ini selesai. Mamah Pepy yang bersedia direpotin ngurusin ini dan itu. Om Hadi buat desain jersey dan jaketnya yang bikin runners dan support team tampak keceh. Tante Kuch M, yang walaupun enggak ikut lari tapi juara kasih support dan tips-tips termasuk tips oles-oles (berhasil dengan baik, walaupun tetap ada yang lecet gara-gara kelewat dioles hahaha). Team support yang mensupport all out sepanjang etape, love you all so much, kalian batu!! Di Leg 14 ada Dadan, yang sebelumnya udah lari juga, rela gowes pelan-pelan nemenin kami di tengah malam, ada Menmudperamwan Om Farid yang setia ngawal pakai motor, Aa Toea yang udah minjemin anak buahnya buat ngawal kami, Uin dan Djeng yang nemenin kami menjelang start. My running buddies: Katrin dan Alvin, kalian berdua gila! Kapan lagi lari tengah malam sambil ketawa-ketawa walau mata udah sepet dan badan sudah lelah. Awug-Bajigur-Cireng-Dawegan, kalian hebat! Bangga bisa jadi bagian dari kalian, walau kontribusi saya sangat kecil. *Ini blog atau pidato Oscar sih?*

Semoga tahun depan tetap bisa bergabung sebagai tim pelari hore. Eh, tapi denger-denger UM2019 jadi 250K? Aje gileeeeeee!!!

#bniitbultramarathon2018 #bniitbultramarathon170k #i92runners #lumpatkeun
#itb92

Thursday, 27 September 2018

Lari itu berat ya


 Sejak awal tahun saya punya cita-cita ikut UM2018. Enggak muluk-muluk sih, di relay 16 aja dulu.

Untuk persiapan, sejak Maret saya mulai rajin ikutan event. Event pertama adalah Fituno 10K. Sejujurnya, seumur-umur belum pernah lari sejauh itu. Hitungannya nekad mengingat bulan Januari saya baru sanggup lari 3K aja, itupun masih lambat banget. Latihan ya suka-sukanya aja, kalau sempat ya lari kalau enggak ya udah. Apalagi saat itu Bandung hujan melulu. Tambah susahlah cari jadwal latihan. Hingga enggak kerasa udah 3 hari menjelang race. Saya memaksakan diri lari 7K. That’s my first full 7K run. Sebelumnya paling banter hanya 5K. Besoknya masih saya paksakan lari 3.5K lagi mengingat tinggal 1 hari race. Sisa hari itu diniatkan untuk istirahat.

Eh, dilalah penginapan sebelah rumah besok mau opening. Daaan semalaman mereka ngebut perbaikan ini itu. Suara bor yang berisik persis sebelah kamar saya bikin saya enggak bisa tidur. Ini orang memang enggak punya aturan dan serakah ya, buat penginapan koq di area perumahan.
Walhasil Minggu pagi, dengan mata perih dan kepala pusing akibat kurang tidur saya pergi lari. Alhamdulillah 10K pertama saya selesai dalam 1 jam 23 menit. Bangga dong, dari enggak sama sekali sampai bisa menempuh jarak 10K (walau campur jalan hahaha). Makin yakin lah bisa ikut UM2108. Jadi, walaupun abis race saya diganjar istirahat 2 minggu karena overtrain (abis race saya masih lari lagi 2 hari berturut-turut sampai terpaksa berhenti karena betis saya sakit hebat saat lari) saya masih tetap semangat. Sementara gak boleh lari, saya tetap olahraga renang dan gowes statbike.



Sejak itu saya mulai lebih rajin latihan dan rajin ikut event yang ada di Bandung. Bulan April adalah race kedua, PSBM 10K juga. Alhamdulillah kondisi yang lebih baik, saya bisa mengurangi waktu jadi 1 jam 20 menit. Tambah senang. Hingga saya ikut Paseo Run tanggal 12 Agustus lalu.
Kondisi saat itu sangat buruk. Saya nyaris enggak bisa tidur semaleman. Sebenarnya nyaris dibatalkan dan hanya akan ikut untuk ngawal Titan saja. Dia ikut yang 5K. Tapi membayangkan asiknya finish saya memaksakan diri ikut start. Kurang tidur, kurang pemanasan saat start, sempat kurang minum karena 2 WS di 5K pertama enggak ada air (akhirnya saya belok ke tukang minuman dalam kemasan beli air mineral), kaki kram di KM1 dan bantuan medis yang minim (saya harus menyeret kaki kanan saya yang kram mengejar ambulan panitia yang moving dan panitia cuman nunjukin doang bukannya dipanggilin kek. Orang kram disuruh ngejar ambulan. Nyebelin banget!), saya finish dengan waktu sangat buruk: 1 jam 30 menit. Kesal iya, this is the worst run event ever: info enggak jelas, waktu start molor dan enggak ada kordinasi untuk pemanasan bareng (walau pemanasan sendiri tetap aja asik kalau bareng-bareng), WS enggak ada air, jalan enggak disterilkan, medis minim. Kapok ikut event ini lagi.



Sehabis lari saya merasakan sakit pada lower back, entah apa sebabnya. Saat itu sudah mulai sulit untuk berdiri tegak atau untuk duduk, sementara hari itu jadwal kegiatan saya padat dan menuntut saya untuk wara wiri. Seharian lagi-lagi saya memaksakan diri beraktivitas. Praktis saya baru bisa istirahat menjelang malam.
Setelah istirahat, pagi-pagi sudah enakan. Sorenya saya putuskan ke gym (demi persiapan mau UM dan keinginan untuk HM tahun depan, saya ikut gym untuk latihan core dan strength). Hari itu latihannya banyak mengangkat beban dari bawah, lumayan bikin badan serasa abis digebukin, walau sebenarnya pas abis ngegym masih enak-enak aja. Besoknya saya rest, full. Kamis saya latihan HIIT sendiri. Daaan abis itulah saya panik karena tiba-tiba saya enggak bisa berdiri. Entah karena  ada gerakan yang salah saya lakukan atau karena overtrain, lower back saya sakit luar biasa. Gerakan sekecil apapun menyebabkan sakit enggak terkira. Mau nangis rasanya. Susahnya lagi saat itu long weekend. Mau ke dokter enggak ada dokter spesialis urusan tulang yang praktek. Saya menghabiskan waktu libur di kamar, terkapar. 

Cedera ini berkepanjangan. Selama 3 minggu berikutnya saya mondar-mandir fisioterapi, massage, minum pain killer, bersahabat dengan voltaren dan counterpain, menggunakan korset penyangga tulang punggung agar bisa duduk tegak tanpa sakit, mengurangi gerakan-gerakan yang bikin sakit, dilatih segala jenis stretching sampai rasanya otot pinggang mau putus, dicurigai skoliosis gara-gara tulang punggung saya yang sakit jadi agak melengkung (saya curiga itu membengkak). Frustrated. Saat itulah saya ingin berhenti. Saya menyerah dari kegiatan lari. Saya putuskan olahraga yang akan saya lanjutkan adalah jalan kaki dan berenang. Cukup sudah menyiksa diri dengan cedera otot. Rasanya enggak sanggup lagi deh.

Tapi, ternyata untuk berhenti juga enggak mudah. Kesenangan yang saya rasa saat berlari, kepuasan saat bisa mencapai target tertentu, mengalahkan putus asa saya. Apalagi kehebohan UM di grup runner angkatan bikin saya balik ke lapangan lagi. Dimulai dengan jalan cepat, mix antara lari dan jalan cepat, sekarang saya sudah kembali lari walau dengan pace naik turun dan masih banyak jalan kaki. Masih sakit? Tentu! Hanya saja saya memilih untuk mengalahkan sakit. Bukan mengabaikan, karena sampai hari ini saya masih mengikuti segala anjuran dokter dan fisiotherapist termasuk mencoba pakai taping (sampe rasanya kayak kado diselotipin). Tentu ada banyak batasan sementara ini untuk saya. Sementara ini ya semampunya saja, saya memulai lagi boleh dibilang dari nol. Enggak perlu neko-neko pengen naikin pace atau jarak secara drastis. Enggak perlu juga bersaing pace atau jarak sama orang lain. I run my own pace at my own distance. Lesson learned. Saya harus mulai belajar mengalahkan ego dan mendengarkan tubuh sendiri. Yang pasti saya juga harus memperbaiki cara lari saya, postur tubuh, dan mulai belajar pernapasan yang benar supaya efektif. PRnya masih banyak, tapi enggak apa-apa. Safety first. Lari buat sehat bukan cari penyakit. Enggak usah gengsi minta dipindah ke rute dengan grade easy (saya sempat ditempatkan di rute difficult) so I could run in the long run. Saya kepengen suatu saat nanti bisa lari 10K atau bahkan half marathon bersama Titan.

Tinggal 2 minggu ke UM2018.Sekarang saya harus bersiap-siap buat ngos-ngosan lagi. Walaupun dapat rute easy bukan berarti saya bisa tempuh itu dengan mudah, kan?  I’ll do what I have to do. I’ll crawl if I have to and I will finish what I have started. I know someday I'll stop, but it definitelly not today, not now.

Seperti kata rekan-rekan di I92Runners: Lari itu berat, kalau cuman diratapi. Lariin aja.





Monday, 25 June 2018

Beautiful and Colorful Manado: the second time around


Libur telah tiba! Libur telah tiba! Hore! Hore! Walaupun hati masih rada bertanya-tanya dan masih banyak ragu, tapi mestinya liburan tetap disambut gembira kan?
Oke, here we go!

Destinasi liburan kali ini adalah Manado. Ya, setelah kunjungan dinas Oktober lalu, saya jadi ingin menjelajah Manado. Dan setelah sempat ragu, akhirnya tiket Jakarta-Manado dibeli juga, abis itu hotel dibooking juga.
Penerbangan kami pilih tepat pada hari raya Idulfitri. Bukan apa-apa, enggak ada orang tua jadi rasanya lebaran terlalu berbeda, enggak enak, rasanya enggak ada tujuan. Ketimbang sedih di sini, mendingan pergi saja.
Sehari sebelum terbang ke Manado, kami sudah berangkat ke Jakarta. Ini diputuskan melihat kondisi lalulintas arah Jakarta belakangan ini yang makin parah dan enggak bisa diprediksi. Kuatir terlambat ke bandara, akhirnya memilih menginap di hotel yang dekat bandara. Sengaja enggak nginep di hotel bandara mengingat akses ke mana-mana akan sulit. Pilihan kami adalah hotl dekat mal dengan pertimbangan mudah cari makanan untuk buka puasa dan mudah mencari lokasi untuk shalat ied sekitar hotel.  

Day#1

Jelang Shalat Ied di pelataran hotel
Sehabis Shalat Ied, kami langsung sarapan dan segera menuju bandara takut jalan keburu macet sama yang akan berangkat silaturahmi. Alhamdulillah, lalin lancar dan kami segera check in. Masih kepagian, jadinya menunggu agak lama. Tapi enggak apa-apalah ketimbang deg degan takut telat.




Akhirnya jam 11.30 setelah antri mau terbang, kami terbang juga. 3,5 jam penerbangan dilalui setengah mengantuk. Antara tidur dan nonton udah enggak jelas. Titan mah malah asyik nonton Black Panther.
Beautiful sight from above, just before landing 


Pukul 15.30 WITA kami mendarat di Bandara Sam Ratulangi, Manado. Cuaca puanas luar biasa. Driver yang menjemput sudah menunggu dan kami langsung diajak jalan memutar sambil menuju hotel. Sempat kami mampir melihat Monumen Yesus Memberkati. Ini adalah salah satu landmarknya Manado selain Jembatan Sukarno.

Kami tiba di hotel menjelang senja. Kami menginap di Arya Duta di Jalan Tendean. Dari jendela kamar yang menghadap tepat ke arah laut kami lihat matahari mulai merebah. Setelah shalat Ashar (yang udah amat sangat telat), kami langsung ke luar menuju pantai. Dan sore yang cerah membuat sunset sore ini begitu cantik. Hari pertama liburan dimulai.




Sunset dari balik jendela kamar 

 Setelah matahari rebah dengan sempurna, kami menuju ke Wisata Bahari. Resto ini adalah resto yang pertama kami datangi waktu ke Manado tahun lalu. Makanan yang disajikan saat itu cukup berkesan sehingga akhirnya balik lagi ke sini. Tapi, ternyata kunjungan kedua enggak seberkesan kunjungan pertama. Jadi, ya agak mengecewakan. Tapi sudahlah, saatnya kembali ke hotel dan mandi serta istirahat. Besok pagi kami akan menuju Bunaken.

Something came up tonight. It was nice. Wondering what was it.

Day#2
Pagi ini bangun dengan semangat. Tadinya mau lari pagi, tapi kesiangan. Jadinya hanya melihat matahari yang udah tinggi di dak lantai 7 dekat kamar kami. Daknya ini sebenarnya seperti teras di lantai 7. Pemandangan dari sini lumayan juga karena langsung menghadap kota juga menghadap pantai di sisi kanan.



Kami segera bersiap, pakaian renang plus sandal jepit dan topi lebar. Beach, here we come! Seusai sarapan (senangnya saat sarapan menemukan perkedel ikan nike), kami dijemput sopir Chakraloka Tour yang kami book untuk ke Bunaken. Dari hotel ke Marina sebenarnya dekat sekali. Kalaupun jalan kaki enggak sampai 10 menit. Tapi berhubung sudah ada fasilitasnya ya digunakan saja. Tiba di Marina ramai sekali. Katanya bunaken juga sedang ramai sekali, sampai seperti pasar. Wondering snorkeling nanti akan seperti cendol hahaha.

Di Plaza Marina Manado memang ramai banget. Pelabuhan Manado ini termasuk kecil, tapi pagi itu cukup ramai. Di Plaza Marina yang berupa ceruk teluk kecil yang terlindung, melayani penyebrangan ke arah Bunaken dan beberapa pulau kecil lain (bisa ke Pulau Lembeh atau ke Manado Tua). Kapal yang lebih besar yang biasa digunakan berlayar ke Bitung berlabuh di sisi lain yang lebih luas.
Enggak lama kami menunggu perahu yang akan membawa kami menyeberang ke Pulau Bunaken. Perahu yang kami book datang, dikemudikan oleh pemiliknya sendiri, Pak Thoyib. Kami book private tour, sehingga di perahu memang hanya kami aja. Jadi, ya lumayan juga perahu segede itu isinya hanya kami doang. Perjalanan menuju Pulau Bunaken ditempuh sekitar 45 menit mestinya. Tapi, banyaknya sampah plastik di area pelabuhan sempat membuat propeler perahu terlilit sampah dan kami harus berhenti supaya Pak Thoyib bisa melepaskan propeler dari lilitan sampah. Nyebelin banget deh, laut secantik itu dikotori sampah plastik!
Pak Thoyib, out boat man
Pelabuhan, sesaat sebelum naik perahu



Air kelapa di siang yang panas memang yahuud!!


Hari ini panasnya luar biasa. Menjelang tiba di Bunaken kami pindah ke perahu katamaran. Di perahu ini kami bisa mengintip ke bawah air melalui jendela kaca yang ada di dasar perahu. Air di bawah sana beningnya luar biasa. Tukang perahu membawa kami mengitar sebentar sehingga kami sempat melihat beberapa diver di bawah perahu. Airnya jernih dan berwarna biru kobalt. Ikan-ikan warna warni seliweran dengan genitnya. Ah, enggak sabar mau bercengkrama dengan mereka.
Sedikit hasil ngintip dari katamaran


Habis ngintip dari katamaran kami menuju Pulau Bunaken. Berhubung sudah diurus sama tour, kami enggak perlu lewat loket tiket di Bunaken, kami bisa langsung ke pulaunya. Sebagai info, ke Bunaken ini bisa saja berangkat sendiri, sewa perahu sendiri. Namun, kalau belum tahu bisa agak merepotkan. Kalau sendiri biayanya bisa jadi lebih murah bisa jadi lebih mahal. Perlengkapan snorkeling bisa sewa (termasuk wetsuit, fin, dan snorkel). Nah, biasanya mereka suka minta guide snorkeling, bayarannya terpisah (biasanya sekitar 100K). Kamera underwater bisa sewa (harganya di kisaran 350K termasuk fotografer). Untuk sewa perahu bisa googling, termasuk Pak Thoyib ini (saya lupa minta nomor teleponnya). Masuk ke kawasan Bunaken ada tiket masuknya. Harga tiket beda untuk turis domestik dan mancanegara. Jadi, kalau mau ke sana sendirian baiknya survey dulu baik-baik supaya niat hemat enggak malah jadi boros. Satu lagi, enaknya ke sana memang pas cuaca cerah. Jadi puas main airnya.

Di pulau kami menuju tempat sewaan perlengkapan snorkeling. Sejujurnya saya ingin introdive. Tapi, saya juga pengen ajak Titan snorkeling bareng. Akhirnya saya hanya snorkeling saja. Setelah memilih fin yang pas, snorkel, dan tukar baju, kami langsung naik perahu lagi. Di perahu sudah disiapkan pisang goreng dabu-dabu dan air kelapa sebagai camilan (ini bagian dari tour). Jadi sambil menuju ke lokasi snorkeling kami bisa nyamil pisang goreng dicocol dabu-dabu yang enak tapi pedesnya ruarrr byasahhh.

Begitu sampai di lokasi snorkeling kami bersiap-siap, pak Thoyib ngajari kami untuk menggunakan snorkelnya. Untuk Titan ini pengalaman pertama. Waktu di Belitung dia enggak mau ikut turun ke air. Waktu di Padang Bai dan di Sabang dia nyemplung tapi hanya berenang. Air laut di area kami snorkeling cukup dangkal dan amat sangat bening. Ikan-ikan berseliweran dengan genitnya seakan ngajak bercanda. Sebelum nyemplung, di tempat sewaan perlengkapan snorkeling si empunya menawari biskuit buat memancing ikan-ikan supaya mendekat. Kami beli 1 pak besar isi 5 bungkus biskuit (akhirnya sebungkus dihabiskan Titan hahahaha). Nah, sambil nyemplung si bungkusan biskuit yang udah dibolongin dikit itu kami pencet dikit-dikit biar isinya keluar daaaan ikan-ikan langsung menyambar. Tukang foto langsung deh jeprat jepret. Looooveeee iiiit!!! I really love the blue of Indonesia.



Playing with fish. Aslinya dia takut banget. Tapi akhirnya berani juga. Way to go, Son!




Titan baru pertama snorkeling, jadi dia antara takut sama excited. Beberapa kali sempat panik walhasil kami berdua sama-sama keselek buanyak sekali air asin. Astaga…tenggorokan rasanya sampai sakit. Tapi senangnya bisa dapat foto berdua saat di bawah air.

Pak Thoyib yang juga jadi guide snorkeling mengajak saya masuk ke perairan dalam. Ternyata di dekat tempat kami snorkeling berbatasan dengan perairan dalam. Kata Pak Thoyib itu palung. Saya diajak berenang ke situ. Dari situ saya melihat batas terumbu karang tempat kami main-main tadi seperti dinding tegak lurus. Di perairan dangkal airnya biru toska, sementara di tempat saya berenang biru kobalt. Cantiknya luar biasa. Agak ketar ketir juga mengingat itu perairan dalam. Ah, kalau melihat bgini, sadar bahwa kami ini keciiiiiiiiil sekali dibandingkan alam semesta ciptaan Tuhan. Allahu Akbar. Luar biasa.



Kami main-main di air cukup lama sampai terasa muka sudah panas dan pedih sekali. Sunblocknya nggak sanggup melawan air asin dan matahari yang garang banget. Mau nimpa sunblock lagi rasanya sudah malas. Untuk pindah lokasi snorkeling juga sudah malas, terlebih Titan udah mulai kecapean. Menjelang tengah hari saat air mulai surut kami naik ke perahu dan kembali ke pulau untuk tukar pakaian dan makan siang.

Menu makan siang kami ada ikan bakar (ikan goropa/kerapu), sambal, sawi rebus, kerupuk, dan bakwan. Semuanya licin tandas. Titan yang biasanya picky aja makan dengan lahap sampe rebutan hahaha. Satu-satunya yang enggak dia sentuh adalah sambalnya. Nikmatnya makan siang di tepi pantai. 

Puas makan kami bersiap kembali ke Manado. Lelah juga rasanya. Di perjalanan Titan malah sempat tidur di perahu saking ngantuknya. Sampai di manado kami langsung ke hotel, mandi dan langsung istirahat.

Menjelang sore niatnya mau lari sore-sore (menuntaskan utang lari 8K Pulang kampung Run yang belum dimulai sama sekali). Jam 5 sore kami turun dan sore itu mendung luar biasa. Benar saja, baru lari 2.3K hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya. Tunggang langgang lah kami mencari tempat berteduh. Mana basah kuyup oleh keringat juga hujan. Akhirnya pakai taksi online kami balik ke hotel, tukar pakaian dan langsung ke luar lagi cari bubur tinutuan.


Niat mau makan di Wakeke ternyata tutup, akhirnya kami ke Rumah Kopi K8 (dulu juga pernah kami datangi) dan makan bubur tinutuan di sana. Titan enggak mau makan bubur jadinya makan mie cakalang. Saya sempat mencicip mie cakalangnya dia. Rasanya enak. Kuahnya gurih dengan taburan suwiran ikan cakalang. Akhirnya kenyang juga ini perut, tinggal balik ke hotel dan tiduur.




Capatu putus tepung ini adalah pisang goreng!



Day#3
Semalam Titan muntah-muntah. Sepertinya masuk angin karena kelamaan di air kemarin. Jadi tengah malam dia muntah dan diare. Jadinya tidur kami agak kacau. Subuh-subuh dia terbangun lagi karena sakit perut. Akhirnya pagi-pagi Titan dipaksa sarapan makanan yang plain tanpa saus apapun. sarapan berjalan cukup lancar. Titan bisa makan cukup banyak. Paling enggak perutnya terasa lebih enak mengingat seharian ini kami akan berada di luar.

Hari ini berencana ke Tomohon. Jam 8 sudah dijemput oleh driver kami. Kami sempatkan mampir apotik dulu buat beli obat dan minyak kayu putih. Beberapa kali kami terpaksa berhenti di jalan karena Titan sakit perut dan mual. Agak kuatir juga. Untunglah setelah di Tomohon sakitnya mereda dan dia bisa segar lagi.

Perhentian pertama adalah Pasar Beriman. Pasar ini adalah pasar tradisional di Tomohon. Yang membuat pasar ini jadi unik karena adanya bagian yang khusus menjual beberapa jenis daging yang enggak biasa. Nah, ke sinilah kami menuju. Lokasinya persis di tengah pasar. Begitu tiba di bagian makanan ekstrim pemandangan sadis langsung terhampar. Aneka hewan yang bukan makanan biasa ada di sini: Babi (ini kedua kalinya saya lihat babi langsung di pasar tradisional. Yang pertama saya lihat di Jayapura), anjing, ular, kelelawar, kucing, tikus, dan monyet (untung saat kami ke sana tiga binatang terakhir enggak kami lihat). Jujur saat melihat di situ rasanya campur aduk antara mual, penasaran, ngeri (abisan darah di mana-mana), enggak enak deh. Tapi, rasa penasaran menang sampai akhirnya berani masuk ke dalam. Enggak lama-lama sih, soalnya serem dan baunya enggak tahan.

Pasar Beriman

Ikan nike







Dari sana kami menuju ke Desa Rurukan. Lokasinya mirip kayak Lembang. Konon katanya tempat ini ya pusatnya bunga di Tomohon. Tapi sayangnya ke sana kami enggak nemu bunga. Kami sempat naik ke Puncak Rurukan yang posisinya nyempil melewati pemakaman kecil. Pemandangan dari sana emang cantik. 360 view lah.


Dari sana kami ke Gardenia Country Inn. Tamannya keren, restonya juga keren. Tapi sayang banget servicenya payah. Karena saat itu belum masuk waktu makan siang, kami mesan camilan: Pisang goreng (agaknya makanan ini jadi favorit kami selama di sana), dan onde-onde (di Manado, yang namanya onde-onde ini adalah kelepon). Untuk memesan itu saja kami harus menunggu 1 jam. Dan setelah kami berkali-kali protes baru makanannya keluar. Minum yang kami pesan juga salah semua. Saya pesan jasmine tea yang dihidangkan entah teh apa. Mesan kopi biasa yang dihidangkan irish coffee *tepokjidat. Untungnya suasana di sana keren jadi masih sedikit terobati. Tapi kalau untuk makan enggak rekomended deh.




Ini yang namanya onde-onde

Dari Rurukan kami menuju Tondano untuk makan siang. Rencananya kami mau makan siang di rumah makan di atas Danau Tondano (saya lupa nama tempatnya apa, tapi bukan Timou Tou). Nah, tempatnya asik dan makanannya lumayan juga. Kami mesan gurame bakar, terong saus telur, sayur daun ubi, ikan nike goreng (ikan nike ini adalah ikan khas dari Danau Tondano), dan goropa asam manis. Antara lapar dan rakus memang tipis sih bedanya hahaha.
Nah, urusan makan ini, di sini agaknya kalau mesan emang kudu pakai lama. Jadi, kami menunggu makanan sampe sekitar 1 jam sampai lapar ini rasanya astagaaa. Untunglah rasanya worthed, suasananya juga enak, jadi ya lumayan juga.



Danau Tondano adalah salah satu danau vulkanik. Danau seluas sekitar 4.200 Ha ini merupakan danau terluas di Sulawesi Utara. Danau Tondano menjadi habitat bagi sejumlah ikan tawar: mujair, gabus, dan ikan nike. Ikan nike ini adalah ikan kecil-kecil seperti ikan teri. Biasanya saya temukan dimasak dalam bentuk perkedel atau rempeyek. Rasanya? Enak banget!



Kalau berdasarkan legenda begini (ini saya ambil dari https://www.pegipegi.com/travel/danau-tondano-tempat-wisata-andalan-sulawesi-utara/): 

Dulu, kawasan Tondano memiliki dua gunung berapi yang menjulang tinggi ketimbang gunung-gunung lainnya. Kedua gunung itu memisahkan kawasan Tondano utara dan selatan. Masing-masing memiliki penguasa sendiri, di kawasan selatan dikuasai oleh seorang Tonaas (sebutan untuk penguasa di sana) yang memiliki putra tunggal bernama Maharimbow. Sedangkan, di kawasan utara dikuasai oleh seorang Tonaas yang memiliki putri tunggal bernama Marimbow. Karena cemas akan pewaris tahta, Marimbow diperintahkan untuk berpakaian seperti laki-laki dan melarangnya menikah sebelum ayahnya meninggal.
Marimbow pun memenuhi permintaan sang ayah dan bersumpah jika permintaan itu tidak dipenuhi, akan terjadi bencana di wilayah tersebut. Kemudian, Maharimbow dan Marimbow nggak sengaja bertemu. Maharimbow sangat terkesan pada Marimbow meskipun Marimbow mengenakan pakaian seperti laki-laki. Karena rasa ingin tahu yang besar, Maharimbow pun mencari tahu tentang Marimbow. Di pertemuan berikutnya mereka bertengkar, sekaligus saling jatuh cinta.
Singkat cerita, mereka memutuskan untuk menikah dan bertekad untuk mempersatukan kawasan utara dan selatan. Meskipun hubungan keduanya tidak direstui, namun mereka tetap nekat untuk menikah dan meninggalkan rumah masing-masing. Keesokan harinya setelah pernikahan mereka, kawasan tersebut dilanda bencana, yaitu gempa dan gunung meletus. Dari meletusnya gunung berapi, terbentuklah kawah luas dan lambat laun tergenang air. Hingga tempat tersebut dinamakan Danau Tandano.
Nah, itu legenda terjadinya Danau Tondano.

Balik lagi ke jaman now!
Dari Tondano kami menuju Danau Linow di daerah Lahendong (dekat dengan PLTU Lahendong). Danau Linow ini lebih kecil dari Tondano tapi pemandangannya lebih cantik. Menurut cerita kala siang hari air di danau ini memiliki 3 warna yang berbeda: biru, hijau, dan kecoklatan. Perbedaan warna ini disebabkan karena kandungan belerang yang tinggi, juga karena pantulan cahaya matahari (mungkin ada bahan lain atau tumbuhan tertentu yang ada di dasar danau yang menyebabkan pantulan warna yang berbeda, IMHO). Walau saya enggak bisa melihat perbedaan warna tersebut saat berkunjung ke sana, saya akui pemandangan di sekitarnya cantik banget. Rasanya damai melihat danau tenang yang muka airnya seperti cermin. Rasanya sih enggak pengen buru-buru beranjak. Saat baru tiba, Titan sempet ngambek karena enggak mau ikut turun. Tapi setelah kita bujuk-bujuk akhirnya dia bisa juga ikut menikmati sore yang cantik di sini.
Anak ngambek jadinya begini deh


Sekarang udah enggak ngambek lagi


Ohya, untuk masuk ke sini dikenakan biaya Rp25K. Selain untuk tiket masuk, tiketnya bisa ditukar dengan segelas kopi susu atau teh susu. Walau rasa kopi susunya menurut saya nanggung, tapi ya cukup sedap untuk menemani duduk-duduk di tepi danau.

Menjelang senja kami bergerak kembali ke arah Manado. Di Minahasa, tepatnya di Desa Lotta, kami diajak berbelok ke makam Tuanku Imam Bonjol. Tuanku Imam Bonjol yang berasal dari Sumatera barat ditawan, wafat, dan dimakamkan di sini. Dari tempat parkir kami lihat bangunan utama makam yang berwarna putih dengan atap khas Minangkabau. Bagian makam di dalam dikelilingi rantai. Di dinding samping makam ada lukisan Tuanku Imam Bonjol. Menurut driver kami, di sini sering digunakan untuk doa bersama (di bagian belakang makam memang ada tempat seperti aula kecil yang cukup luas). Kami juga turun ke mushala yang dulu katanya digunakan untuk beliau bersembahyang. Mushala ini berjarak sekitar 100 m di bawah bagunan utama tepat di samping sungai kecil. Di sebelah bangunan mushala inilah terletak batu besar yang konon digunakan sebagai tempat Tuanku Imam Bonjol untuk sembahyang. Kami juga akhirnya shalat Zuhur dan Ashar di mushalla itu. Alhamdulillah.




Dari sana barulah kami kembali ke hotel. Makan malam kami jalan ke arah pantai dan makan di Tuna House. Lelah hari ini cukup terbayar oleh suasana yang menyenangkan dan malam yang manis.

Day#4
Hari terakhir di Manado. Sore nanti kami sudah harus terbang kembali ke Jakarta. Pagi-pagi kami sudah bangun dan langsung menuju pantai. Saya masih punya utang lari 6K lagi. Akhirnya bisa juga lari pagi sepanjang jalur pantai. Titik finish saya adalah Jembatan Sukarno. Tujuan utama berfoto di sini setelah lari. Jadi lumayan juga pagi ini bisa submit utang lari sebanyak 4.5K. Panasnya enggak tertahan, tapi terbayar oleh pemandangan cantik ke arah Gunung Lokon dan pantai yang cantik.






#pulangkampungrun sisanya diberesin di Bandung

Rencana hari ini hanya mutar-mutar di sekitaran kota sambil cari oleh-oleh. Tentu saja yang mau kami cari adalah klappertart dan cakalang fufu. Naik taksi online kami pergi ke Christine. Sudah 2 kali ke sini dan klappertartnya enak banget terlebih ada yang enggak pakai rhum. Lokasinya persis di seberang toko oleh-oleh Manado di Jalan AA Maramis.




Dari situ kami menuju Sario untuk beli cakalang fufu. Cakalang fufu ini adalah ikan cakalang yang sudah diasap, jadi bisa dibawa ke luar Manado dan diolah jadi makanan lain. Harganya per ekor 75K. Untuk menghilangkan baunya ikan dibungkus dengan kertas koran, lalu masuk kresek dan dilakban. Nah, begitu sampe rumah, ini ikan harus langsung masuk kulkas kalau belum mau diolah.

Ada yang lucu, sepanjang jalan sopir taksi online yang kami tumpangi cerita tentang kuliner ekstrim Manado. Bahwa kuliner ekstrim termahal adalah kucing dan kalau sudah makan kucing dia enggak boleh masuk rumah sama istrinya. Kemudian kuliner-kuliner ekstrim ini biasanya dimasak dengan bumbu rica. Saya mendengarkan omongannya dia sambil mau ketawa campur mual. Rasanya perut saya diaduk-aduk, mual.

Balik ke hotel kami bersiap untuk dijemput. Driver kami akan antar kami makan siang dulu. Menu siang ini adalah nasi kuning khas Manado. Saya penasaran sekali dengan rasanya. Jadi, kami menuju RM Selamat Pagi. Ini adalah salah satu rumah makan nasi kuning di Jalan Sudirman. Menurut cerita ini salah satu pembuat nasi kuning tertua di Manado. Sayangnya di sini nasi kuningnya sudah habis! Haduh lemas. Eh, tapi ternyata masih ada di tempat anaknya katanya. Rupanya ini usaha turun temurun. Ibunya di bagian depan, dan anaknya di bagian belakang. Akhirnya kami makan di sana. Sempat menunggu lama karena dagingnya habis. Tapi kami minta tanpa daging sehingga sepiring nasi kuning dengan abon ikan cakalang segera terhidang di depan saya. Titan enggak pakai ba bi bu langsung menandaskan bagiannya. Saya hanya menyisakan sedikit. Rasanya gurih, enak dengan abon cakalang yang manis gurih dan sambal khas gorontalo yang pedasnya astaga. Katanya itu menggunakan cabai khusus dari sana. Harga per porsinya sama sekali enggak mahal 12K dengan telur rebus! 

Nah, karena ternyata bisa dibungkus, saya minta dibuatkan 2 bungkus untuk dibawa ke Bandung. Sempat terjadi drama akibat kehabisan daun moka (daun lontar). Penjualnya enggak mau bungkuskan kalau enggak dibungkus daun lontar. Katanya itulah kekhasan nasi kuning Manado. Tapi memang Tuhan baik banget. Daun lontar yang lagi susah diperoleh itu bisa diperoleh, jadilah saya pulang menenteng 2 bungkus nasi kuning Manado. Alhamdulillah.




Tuntas sudah liburan kami di Manado. Tidak lama memang. Masih banyak tempat yang bisa dieksplorasi. 

Liburan kali ini meninggalkan kesan yang dalam dan beda. Ada banyak cerita yang terjadi selama liburan, sebagian besar adalah kenangan dan coretan yang manis. Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab. Ada banyak keraguan yang masih perlu dihapuskan. Mungkin seiring perjalanan waktu semua akan terjawab juga. Semoga...


#indonesia #wonderfulindonesia #beautifulindonesia