Monday, 25 June 2018

Beautiful and Colorful Manado: the second time around


Libur telah tiba! Libur telah tiba! Hore! Hore! Walaupun hati masih rada bertanya-tanya dan masih banyak ragu, tapi mestinya liburan tetap disambut gembira kan?
Oke, here we go!

Destinasi liburan kali ini adalah Manado. Ya, setelah kunjungan dinas Oktober lalu, saya jadi ingin menjelajah Manado. Dan setelah sempat ragu, akhirnya tiket Jakarta-Manado dibeli juga, abis itu hotel dibooking juga.
Penerbangan kami pilih tepat pada hari raya Idulfitri. Bukan apa-apa, enggak ada orang tua jadi rasanya lebaran terlalu berbeda, enggak enak, rasanya enggak ada tujuan. Ketimbang sedih di sini, mendingan pergi saja.
Sehari sebelum terbang ke Manado, kami sudah berangkat ke Jakarta. Ini diputuskan melihat kondisi lalulintas arah Jakarta belakangan ini yang makin parah dan enggak bisa diprediksi. Kuatir terlambat ke bandara, akhirnya memilih menginap di hotel yang dekat bandara. Sengaja enggak nginep di hotel bandara mengingat akses ke mana-mana akan sulit. Pilihan kami adalah hotl dekat mal dengan pertimbangan mudah cari makanan untuk buka puasa dan mudah mencari lokasi untuk shalat ied sekitar hotel.  

Day#1

Jelang Shalat Ied di pelataran hotel
Sehabis Shalat Ied, kami langsung sarapan dan segera menuju bandara takut jalan keburu macet sama yang akan berangkat silaturahmi. Alhamdulillah, lalin lancar dan kami segera check in. Masih kepagian, jadinya menunggu agak lama. Tapi enggak apa-apalah ketimbang deg degan takut telat.




Akhirnya jam 11.30 setelah antri mau terbang, kami terbang juga. 3,5 jam penerbangan dilalui setengah mengantuk. Antara tidur dan nonton udah enggak jelas. Titan mah malah asyik nonton Black Panther.
Beautiful sight from above, just before landing 


Pukul 15.30 WITA kami mendarat di Bandara Sam Ratulangi, Manado. Cuaca puanas luar biasa. Driver yang menjemput sudah menunggu dan kami langsung diajak jalan memutar sambil menuju hotel. Sempat kami mampir melihat Monumen Yesus Memberkati. Ini adalah salah satu landmarknya Manado selain Jembatan Sukarno.

Kami tiba di hotel menjelang senja. Kami menginap di Arya Duta di Jalan Tendean. Dari jendela kamar yang menghadap tepat ke arah laut kami lihat matahari mulai merebah. Setelah shalat Ashar (yang udah amat sangat telat), kami langsung ke luar menuju pantai. Dan sore yang cerah membuat sunset sore ini begitu cantik. Hari pertama liburan dimulai.




Sunset dari balik jendela kamar 

 Setelah matahari rebah dengan sempurna, kami menuju ke Wisata Bahari. Resto ini adalah resto yang pertama kami datangi waktu ke Manado tahun lalu. Makanan yang disajikan saat itu cukup berkesan sehingga akhirnya balik lagi ke sini. Tapi, ternyata kunjungan kedua enggak seberkesan kunjungan pertama. Jadi, ya agak mengecewakan. Tapi sudahlah, saatnya kembali ke hotel dan mandi serta istirahat. Besok pagi kami akan menuju Bunaken.

Something came up tonight. It was nice. Wondering what was it.

Day#2
Pagi ini bangun dengan semangat. Tadinya mau lari pagi, tapi kesiangan. Jadinya hanya melihat matahari yang udah tinggi di dak lantai 7 dekat kamar kami. Daknya ini sebenarnya seperti teras di lantai 7. Pemandangan dari sini lumayan juga karena langsung menghadap kota juga menghadap pantai di sisi kanan.



Kami segera bersiap, pakaian renang plus sandal jepit dan topi lebar. Beach, here we come! Seusai sarapan (senangnya saat sarapan menemukan perkedel ikan nike), kami dijemput sopir Chakraloka Tour yang kami book untuk ke Bunaken. Dari hotel ke Marina sebenarnya dekat sekali. Kalaupun jalan kaki enggak sampai 10 menit. Tapi berhubung sudah ada fasilitasnya ya digunakan saja. Tiba di Marina ramai sekali. Katanya bunaken juga sedang ramai sekali, sampai seperti pasar. Wondering snorkeling nanti akan seperti cendol hahaha.

Di Plaza Marina Manado memang ramai banget. Pelabuhan Manado ini termasuk kecil, tapi pagi itu cukup ramai. Di Plaza Marina yang berupa ceruk teluk kecil yang terlindung, melayani penyebrangan ke arah Bunaken dan beberapa pulau kecil lain (bisa ke Pulau Lembeh atau ke Manado Tua). Kapal yang lebih besar yang biasa digunakan berlayar ke Bitung berlabuh di sisi lain yang lebih luas.
Enggak lama kami menunggu perahu yang akan membawa kami menyeberang ke Pulau Bunaken. Perahu yang kami book datang, dikemudikan oleh pemiliknya sendiri, Pak Thoyib. Kami book private tour, sehingga di perahu memang hanya kami aja. Jadi, ya lumayan juga perahu segede itu isinya hanya kami doang. Perjalanan menuju Pulau Bunaken ditempuh sekitar 45 menit mestinya. Tapi, banyaknya sampah plastik di area pelabuhan sempat membuat propeler perahu terlilit sampah dan kami harus berhenti supaya Pak Thoyib bisa melepaskan propeler dari lilitan sampah. Nyebelin banget deh, laut secantik itu dikotori sampah plastik!
Pak Thoyib, out boat man
Pelabuhan, sesaat sebelum naik perahu



Air kelapa di siang yang panas memang yahuud!!


Hari ini panasnya luar biasa. Menjelang tiba di Bunaken kami pindah ke perahu katamaran. Di perahu ini kami bisa mengintip ke bawah air melalui jendela kaca yang ada di dasar perahu. Air di bawah sana beningnya luar biasa. Tukang perahu membawa kami mengitar sebentar sehingga kami sempat melihat beberapa diver di bawah perahu. Airnya jernih dan berwarna biru kobalt. Ikan-ikan warna warni seliweran dengan genitnya. Ah, enggak sabar mau bercengkrama dengan mereka.
Sedikit hasil ngintip dari katamaran


Habis ngintip dari katamaran kami menuju Pulau Bunaken. Berhubung sudah diurus sama tour, kami enggak perlu lewat loket tiket di Bunaken, kami bisa langsung ke pulaunya. Sebagai info, ke Bunaken ini bisa saja berangkat sendiri, sewa perahu sendiri. Namun, kalau belum tahu bisa agak merepotkan. Kalau sendiri biayanya bisa jadi lebih murah bisa jadi lebih mahal. Perlengkapan snorkeling bisa sewa (termasuk wetsuit, fin, dan snorkel). Nah, biasanya mereka suka minta guide snorkeling, bayarannya terpisah (biasanya sekitar 100K). Kamera underwater bisa sewa (harganya di kisaran 350K termasuk fotografer). Untuk sewa perahu bisa googling, termasuk Pak Thoyib ini (saya lupa minta nomor teleponnya). Masuk ke kawasan Bunaken ada tiket masuknya. Harga tiket beda untuk turis domestik dan mancanegara. Jadi, kalau mau ke sana sendirian baiknya survey dulu baik-baik supaya niat hemat enggak malah jadi boros. Satu lagi, enaknya ke sana memang pas cuaca cerah. Jadi puas main airnya.

Di pulau kami menuju tempat sewaan perlengkapan snorkeling. Sejujurnya saya ingin introdive. Tapi, saya juga pengen ajak Titan snorkeling bareng. Akhirnya saya hanya snorkeling saja. Setelah memilih fin yang pas, snorkel, dan tukar baju, kami langsung naik perahu lagi. Di perahu sudah disiapkan pisang goreng dabu-dabu dan air kelapa sebagai camilan (ini bagian dari tour). Jadi sambil menuju ke lokasi snorkeling kami bisa nyamil pisang goreng dicocol dabu-dabu yang enak tapi pedesnya ruarrr byasahhh.

Begitu sampai di lokasi snorkeling kami bersiap-siap, pak Thoyib ngajari kami untuk menggunakan snorkelnya. Untuk Titan ini pengalaman pertama. Waktu di Belitung dia enggak mau ikut turun ke air. Waktu di Padang Bai dan di Sabang dia nyemplung tapi hanya berenang. Air laut di area kami snorkeling cukup dangkal dan amat sangat bening. Ikan-ikan berseliweran dengan genitnya seakan ngajak bercanda. Sebelum nyemplung, di tempat sewaan perlengkapan snorkeling si empunya menawari biskuit buat memancing ikan-ikan supaya mendekat. Kami beli 1 pak besar isi 5 bungkus biskuit (akhirnya sebungkus dihabiskan Titan hahahaha). Nah, sambil nyemplung si bungkusan biskuit yang udah dibolongin dikit itu kami pencet dikit-dikit biar isinya keluar daaaan ikan-ikan langsung menyambar. Tukang foto langsung deh jeprat jepret. Looooveeee iiiit!!! I really love the blue of Indonesia.



Playing with fish. Aslinya dia takut banget. Tapi akhirnya berani juga. Way to go, Son!




Titan baru pertama snorkeling, jadi dia antara takut sama excited. Beberapa kali sempat panik walhasil kami berdua sama-sama keselek buanyak sekali air asin. Astaga…tenggorokan rasanya sampai sakit. Tapi senangnya bisa dapat foto berdua saat di bawah air.

Pak Thoyib yang juga jadi guide snorkeling mengajak saya masuk ke perairan dalam. Ternyata di dekat tempat kami snorkeling berbatasan dengan perairan dalam. Kata Pak Thoyib itu palung. Saya diajak berenang ke situ. Dari situ saya melihat batas terumbu karang tempat kami main-main tadi seperti dinding tegak lurus. Di perairan dangkal airnya biru toska, sementara di tempat saya berenang biru kobalt. Cantiknya luar biasa. Agak ketar ketir juga mengingat itu perairan dalam. Ah, kalau melihat bgini, sadar bahwa kami ini keciiiiiiiiil sekali dibandingkan alam semesta ciptaan Tuhan. Allahu Akbar. Luar biasa.



Kami main-main di air cukup lama sampai terasa muka sudah panas dan pedih sekali. Sunblocknya nggak sanggup melawan air asin dan matahari yang garang banget. Mau nimpa sunblock lagi rasanya sudah malas. Untuk pindah lokasi snorkeling juga sudah malas, terlebih Titan udah mulai kecapean. Menjelang tengah hari saat air mulai surut kami naik ke perahu dan kembali ke pulau untuk tukar pakaian dan makan siang.

Menu makan siang kami ada ikan bakar (ikan goropa/kerapu), sambal, sawi rebus, kerupuk, dan bakwan. Semuanya licin tandas. Titan yang biasanya picky aja makan dengan lahap sampe rebutan hahaha. Satu-satunya yang enggak dia sentuh adalah sambalnya. Nikmatnya makan siang di tepi pantai. 

Puas makan kami bersiap kembali ke Manado. Lelah juga rasanya. Di perjalanan Titan malah sempat tidur di perahu saking ngantuknya. Sampai di manado kami langsung ke hotel, mandi dan langsung istirahat.

Menjelang sore niatnya mau lari sore-sore (menuntaskan utang lari 8K Pulang kampung Run yang belum dimulai sama sekali). Jam 5 sore kami turun dan sore itu mendung luar biasa. Benar saja, baru lari 2.3K hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya. Tunggang langgang lah kami mencari tempat berteduh. Mana basah kuyup oleh keringat juga hujan. Akhirnya pakai taksi online kami balik ke hotel, tukar pakaian dan langsung ke luar lagi cari bubur tinutuan.


Niat mau makan di Wakeke ternyata tutup, akhirnya kami ke Rumah Kopi K8 (dulu juga pernah kami datangi) dan makan bubur tinutuan di sana. Titan enggak mau makan bubur jadinya makan mie cakalang. Saya sempat mencicip mie cakalangnya dia. Rasanya enak. Kuahnya gurih dengan taburan suwiran ikan cakalang. Akhirnya kenyang juga ini perut, tinggal balik ke hotel dan tiduur.




Capatu putus tepung ini adalah pisang goreng!



Day#3
Semalam Titan muntah-muntah. Sepertinya masuk angin karena kelamaan di air kemarin. Jadi tengah malam dia muntah dan diare. Jadinya tidur kami agak kacau. Subuh-subuh dia terbangun lagi karena sakit perut. Akhirnya pagi-pagi Titan dipaksa sarapan makanan yang plain tanpa saus apapun. sarapan berjalan cukup lancar. Titan bisa makan cukup banyak. Paling enggak perutnya terasa lebih enak mengingat seharian ini kami akan berada di luar.

Hari ini berencana ke Tomohon. Jam 8 sudah dijemput oleh driver kami. Kami sempatkan mampir apotik dulu buat beli obat dan minyak kayu putih. Beberapa kali kami terpaksa berhenti di jalan karena Titan sakit perut dan mual. Agak kuatir juga. Untunglah setelah di Tomohon sakitnya mereda dan dia bisa segar lagi.

Perhentian pertama adalah Pasar Beriman. Pasar ini adalah pasar tradisional di Tomohon. Yang membuat pasar ini jadi unik karena adanya bagian yang khusus menjual beberapa jenis daging yang enggak biasa. Nah, ke sinilah kami menuju. Lokasinya persis di tengah pasar. Begitu tiba di bagian makanan ekstrim pemandangan sadis langsung terhampar. Aneka hewan yang bukan makanan biasa ada di sini: Babi (ini kedua kalinya saya lihat babi langsung di pasar tradisional. Yang pertama saya lihat di Jayapura), anjing, ular, kelelawar, kucing, tikus, dan monyet (untung saat kami ke sana tiga binatang terakhir enggak kami lihat). Jujur saat melihat di situ rasanya campur aduk antara mual, penasaran, ngeri (abisan darah di mana-mana), enggak enak deh. Tapi, rasa penasaran menang sampai akhirnya berani masuk ke dalam. Enggak lama-lama sih, soalnya serem dan baunya enggak tahan.

Pasar Beriman

Ikan nike







Dari sana kami menuju ke Desa Rurukan. Lokasinya mirip kayak Lembang. Konon katanya tempat ini ya pusatnya bunga di Tomohon. Tapi sayangnya ke sana kami enggak nemu bunga. Kami sempat naik ke Puncak Rurukan yang posisinya nyempil melewati pemakaman kecil. Pemandangan dari sana emang cantik. 360 view lah.


Dari sana kami ke Gardenia Country Inn. Tamannya keren, restonya juga keren. Tapi sayang banget servicenya payah. Karena saat itu belum masuk waktu makan siang, kami mesan camilan: Pisang goreng (agaknya makanan ini jadi favorit kami selama di sana), dan onde-onde (di Manado, yang namanya onde-onde ini adalah kelepon). Untuk memesan itu saja kami harus menunggu 1 jam. Dan setelah kami berkali-kali protes baru makanannya keluar. Minum yang kami pesan juga salah semua. Saya pesan jasmine tea yang dihidangkan entah teh apa. Mesan kopi biasa yang dihidangkan irish coffee *tepokjidat. Untungnya suasana di sana keren jadi masih sedikit terobati. Tapi kalau untuk makan enggak rekomended deh.




Ini yang namanya onde-onde

Dari Rurukan kami menuju Tondano untuk makan siang. Rencananya kami mau makan siang di rumah makan di atas Danau Tondano (saya lupa nama tempatnya apa, tapi bukan Timou Tou). Nah, tempatnya asik dan makanannya lumayan juga. Kami mesan gurame bakar, terong saus telur, sayur daun ubi, ikan nike goreng (ikan nike ini adalah ikan khas dari Danau Tondano), dan goropa asam manis. Antara lapar dan rakus memang tipis sih bedanya hahaha.
Nah, urusan makan ini, di sini agaknya kalau mesan emang kudu pakai lama. Jadi, kami menunggu makanan sampe sekitar 1 jam sampai lapar ini rasanya astagaaa. Untunglah rasanya worthed, suasananya juga enak, jadi ya lumayan juga.



Danau Tondano adalah salah satu danau vulkanik. Danau seluas sekitar 4.200 Ha ini merupakan danau terluas di Sulawesi Utara. Danau Tondano menjadi habitat bagi sejumlah ikan tawar: mujair, gabus, dan ikan nike. Ikan nike ini adalah ikan kecil-kecil seperti ikan teri. Biasanya saya temukan dimasak dalam bentuk perkedel atau rempeyek. Rasanya? Enak banget!



Kalau berdasarkan legenda begini (ini saya ambil dari https://www.pegipegi.com/travel/danau-tondano-tempat-wisata-andalan-sulawesi-utara/): 

Dulu, kawasan Tondano memiliki dua gunung berapi yang menjulang tinggi ketimbang gunung-gunung lainnya. Kedua gunung itu memisahkan kawasan Tondano utara dan selatan. Masing-masing memiliki penguasa sendiri, di kawasan selatan dikuasai oleh seorang Tonaas (sebutan untuk penguasa di sana) yang memiliki putra tunggal bernama Maharimbow. Sedangkan, di kawasan utara dikuasai oleh seorang Tonaas yang memiliki putri tunggal bernama Marimbow. Karena cemas akan pewaris tahta, Marimbow diperintahkan untuk berpakaian seperti laki-laki dan melarangnya menikah sebelum ayahnya meninggal.
Marimbow pun memenuhi permintaan sang ayah dan bersumpah jika permintaan itu tidak dipenuhi, akan terjadi bencana di wilayah tersebut. Kemudian, Maharimbow dan Marimbow nggak sengaja bertemu. Maharimbow sangat terkesan pada Marimbow meskipun Marimbow mengenakan pakaian seperti laki-laki. Karena rasa ingin tahu yang besar, Maharimbow pun mencari tahu tentang Marimbow. Di pertemuan berikutnya mereka bertengkar, sekaligus saling jatuh cinta.
Singkat cerita, mereka memutuskan untuk menikah dan bertekad untuk mempersatukan kawasan utara dan selatan. Meskipun hubungan keduanya tidak direstui, namun mereka tetap nekat untuk menikah dan meninggalkan rumah masing-masing. Keesokan harinya setelah pernikahan mereka, kawasan tersebut dilanda bencana, yaitu gempa dan gunung meletus. Dari meletusnya gunung berapi, terbentuklah kawah luas dan lambat laun tergenang air. Hingga tempat tersebut dinamakan Danau Tandano.
Nah, itu legenda terjadinya Danau Tondano.

Balik lagi ke jaman now!
Dari Tondano kami menuju Danau Linow di daerah Lahendong (dekat dengan PLTU Lahendong). Danau Linow ini lebih kecil dari Tondano tapi pemandangannya lebih cantik. Menurut cerita kala siang hari air di danau ini memiliki 3 warna yang berbeda: biru, hijau, dan kecoklatan. Perbedaan warna ini disebabkan karena kandungan belerang yang tinggi, juga karena pantulan cahaya matahari (mungkin ada bahan lain atau tumbuhan tertentu yang ada di dasar danau yang menyebabkan pantulan warna yang berbeda, IMHO). Walau saya enggak bisa melihat perbedaan warna tersebut saat berkunjung ke sana, saya akui pemandangan di sekitarnya cantik banget. Rasanya damai melihat danau tenang yang muka airnya seperti cermin. Rasanya sih enggak pengen buru-buru beranjak. Saat baru tiba, Titan sempet ngambek karena enggak mau ikut turun. Tapi setelah kita bujuk-bujuk akhirnya dia bisa juga ikut menikmati sore yang cantik di sini.
Anak ngambek jadinya begini deh


Sekarang udah enggak ngambek lagi


Ohya, untuk masuk ke sini dikenakan biaya Rp25K. Selain untuk tiket masuk, tiketnya bisa ditukar dengan segelas kopi susu atau teh susu. Walau rasa kopi susunya menurut saya nanggung, tapi ya cukup sedap untuk menemani duduk-duduk di tepi danau.

Menjelang senja kami bergerak kembali ke arah Manado. Di Minahasa, tepatnya di Desa Lotta, kami diajak berbelok ke makam Tuanku Imam Bonjol. Tuanku Imam Bonjol yang berasal dari Sumatera barat ditawan, wafat, dan dimakamkan di sini. Dari tempat parkir kami lihat bangunan utama makam yang berwarna putih dengan atap khas Minangkabau. Bagian makam di dalam dikelilingi rantai. Di dinding samping makam ada lukisan Tuanku Imam Bonjol. Menurut driver kami, di sini sering digunakan untuk doa bersama (di bagian belakang makam memang ada tempat seperti aula kecil yang cukup luas). Kami juga turun ke mushala yang dulu katanya digunakan untuk beliau bersembahyang. Mushala ini berjarak sekitar 100 m di bawah bagunan utama tepat di samping sungai kecil. Di sebelah bangunan mushala inilah terletak batu besar yang konon digunakan sebagai tempat Tuanku Imam Bonjol untuk sembahyang. Kami juga akhirnya shalat Zuhur dan Ashar di mushalla itu. Alhamdulillah.




Dari sana barulah kami kembali ke hotel. Makan malam kami jalan ke arah pantai dan makan di Tuna House. Lelah hari ini cukup terbayar oleh suasana yang menyenangkan dan malam yang manis.

Day#4
Hari terakhir di Manado. Sore nanti kami sudah harus terbang kembali ke Jakarta. Pagi-pagi kami sudah bangun dan langsung menuju pantai. Saya masih punya utang lari 6K lagi. Akhirnya bisa juga lari pagi sepanjang jalur pantai. Titik finish saya adalah Jembatan Sukarno. Tujuan utama berfoto di sini setelah lari. Jadi lumayan juga pagi ini bisa submit utang lari sebanyak 4.5K. Panasnya enggak tertahan, tapi terbayar oleh pemandangan cantik ke arah Gunung Lokon dan pantai yang cantik.






#pulangkampungrun sisanya diberesin di Bandung

Rencana hari ini hanya mutar-mutar di sekitaran kota sambil cari oleh-oleh. Tentu saja yang mau kami cari adalah klappertart dan cakalang fufu. Naik taksi online kami pergi ke Christine. Sudah 2 kali ke sini dan klappertartnya enak banget terlebih ada yang enggak pakai rhum. Lokasinya persis di seberang toko oleh-oleh Manado di Jalan AA Maramis.




Dari situ kami menuju Sario untuk beli cakalang fufu. Cakalang fufu ini adalah ikan cakalang yang sudah diasap, jadi bisa dibawa ke luar Manado dan diolah jadi makanan lain. Harganya per ekor 75K. Untuk menghilangkan baunya ikan dibungkus dengan kertas koran, lalu masuk kresek dan dilakban. Nah, begitu sampe rumah, ini ikan harus langsung masuk kulkas kalau belum mau diolah.

Ada yang lucu, sepanjang jalan sopir taksi online yang kami tumpangi cerita tentang kuliner ekstrim Manado. Bahwa kuliner ekstrim termahal adalah kucing dan kalau sudah makan kucing dia enggak boleh masuk rumah sama istrinya. Kemudian kuliner-kuliner ekstrim ini biasanya dimasak dengan bumbu rica. Saya mendengarkan omongannya dia sambil mau ketawa campur mual. Rasanya perut saya diaduk-aduk, mual.

Balik ke hotel kami bersiap untuk dijemput. Driver kami akan antar kami makan siang dulu. Menu siang ini adalah nasi kuning khas Manado. Saya penasaran sekali dengan rasanya. Jadi, kami menuju RM Selamat Pagi. Ini adalah salah satu rumah makan nasi kuning di Jalan Sudirman. Menurut cerita ini salah satu pembuat nasi kuning tertua di Manado. Sayangnya di sini nasi kuningnya sudah habis! Haduh lemas. Eh, tapi ternyata masih ada di tempat anaknya katanya. Rupanya ini usaha turun temurun. Ibunya di bagian depan, dan anaknya di bagian belakang. Akhirnya kami makan di sana. Sempat menunggu lama karena dagingnya habis. Tapi kami minta tanpa daging sehingga sepiring nasi kuning dengan abon ikan cakalang segera terhidang di depan saya. Titan enggak pakai ba bi bu langsung menandaskan bagiannya. Saya hanya menyisakan sedikit. Rasanya gurih, enak dengan abon cakalang yang manis gurih dan sambal khas gorontalo yang pedasnya astaga. Katanya itu menggunakan cabai khusus dari sana. Harga per porsinya sama sekali enggak mahal 12K dengan telur rebus! 

Nah, karena ternyata bisa dibungkus, saya minta dibuatkan 2 bungkus untuk dibawa ke Bandung. Sempat terjadi drama akibat kehabisan daun moka (daun lontar). Penjualnya enggak mau bungkuskan kalau enggak dibungkus daun lontar. Katanya itulah kekhasan nasi kuning Manado. Tapi memang Tuhan baik banget. Daun lontar yang lagi susah diperoleh itu bisa diperoleh, jadilah saya pulang menenteng 2 bungkus nasi kuning Manado. Alhamdulillah.




Tuntas sudah liburan kami di Manado. Tidak lama memang. Masih banyak tempat yang bisa dieksplorasi. 

Liburan kali ini meninggalkan kesan yang dalam dan beda. Ada banyak cerita yang terjadi selama liburan, sebagian besar adalah kenangan dan coretan yang manis. Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab. Ada banyak keraguan yang masih perlu dihapuskan. Mungkin seiring perjalanan waktu semua akan terjawab juga. Semoga...


#indonesia #wonderfulindonesia #beautifulindonesia