Thursday, 27 September 2018

Lari itu berat ya


 Sejak awal tahun saya punya cita-cita ikut UM2018. Enggak muluk-muluk sih, di relay 16 aja dulu.

Untuk persiapan, sejak Maret saya mulai rajin ikutan event. Event pertama adalah Fituno 10K. Sejujurnya, seumur-umur belum pernah lari sejauh itu. Hitungannya nekad mengingat bulan Januari saya baru sanggup lari 3K aja, itupun masih lambat banget. Latihan ya suka-sukanya aja, kalau sempat ya lari kalau enggak ya udah. Apalagi saat itu Bandung hujan melulu. Tambah susahlah cari jadwal latihan. Hingga enggak kerasa udah 3 hari menjelang race. Saya memaksakan diri lari 7K. That’s my first full 7K run. Sebelumnya paling banter hanya 5K. Besoknya masih saya paksakan lari 3.5K lagi mengingat tinggal 1 hari race. Sisa hari itu diniatkan untuk istirahat.

Eh, dilalah penginapan sebelah rumah besok mau opening. Daaan semalaman mereka ngebut perbaikan ini itu. Suara bor yang berisik persis sebelah kamar saya bikin saya enggak bisa tidur. Ini orang memang enggak punya aturan dan serakah ya, buat penginapan koq di area perumahan.
Walhasil Minggu pagi, dengan mata perih dan kepala pusing akibat kurang tidur saya pergi lari. Alhamdulillah 10K pertama saya selesai dalam 1 jam 23 menit. Bangga dong, dari enggak sama sekali sampai bisa menempuh jarak 10K (walau campur jalan hahaha). Makin yakin lah bisa ikut UM2108. Jadi, walaupun abis race saya diganjar istirahat 2 minggu karena overtrain (abis race saya masih lari lagi 2 hari berturut-turut sampai terpaksa berhenti karena betis saya sakit hebat saat lari) saya masih tetap semangat. Sementara gak boleh lari, saya tetap olahraga renang dan gowes statbike.



Sejak itu saya mulai lebih rajin latihan dan rajin ikut event yang ada di Bandung. Bulan April adalah race kedua, PSBM 10K juga. Alhamdulillah kondisi yang lebih baik, saya bisa mengurangi waktu jadi 1 jam 20 menit. Tambah senang. Hingga saya ikut Paseo Run tanggal 12 Agustus lalu.
Kondisi saat itu sangat buruk. Saya nyaris enggak bisa tidur semaleman. Sebenarnya nyaris dibatalkan dan hanya akan ikut untuk ngawal Titan saja. Dia ikut yang 5K. Tapi membayangkan asiknya finish saya memaksakan diri ikut start. Kurang tidur, kurang pemanasan saat start, sempat kurang minum karena 2 WS di 5K pertama enggak ada air (akhirnya saya belok ke tukang minuman dalam kemasan beli air mineral), kaki kram di KM1 dan bantuan medis yang minim (saya harus menyeret kaki kanan saya yang kram mengejar ambulan panitia yang moving dan panitia cuman nunjukin doang bukannya dipanggilin kek. Orang kram disuruh ngejar ambulan. Nyebelin banget!), saya finish dengan waktu sangat buruk: 1 jam 30 menit. Kesal iya, this is the worst run event ever: info enggak jelas, waktu start molor dan enggak ada kordinasi untuk pemanasan bareng (walau pemanasan sendiri tetap aja asik kalau bareng-bareng), WS enggak ada air, jalan enggak disterilkan, medis minim. Kapok ikut event ini lagi.



Sehabis lari saya merasakan sakit pada lower back, entah apa sebabnya. Saat itu sudah mulai sulit untuk berdiri tegak atau untuk duduk, sementara hari itu jadwal kegiatan saya padat dan menuntut saya untuk wara wiri. Seharian lagi-lagi saya memaksakan diri beraktivitas. Praktis saya baru bisa istirahat menjelang malam.
Setelah istirahat, pagi-pagi sudah enakan. Sorenya saya putuskan ke gym (demi persiapan mau UM dan keinginan untuk HM tahun depan, saya ikut gym untuk latihan core dan strength). Hari itu latihannya banyak mengangkat beban dari bawah, lumayan bikin badan serasa abis digebukin, walau sebenarnya pas abis ngegym masih enak-enak aja. Besoknya saya rest, full. Kamis saya latihan HIIT sendiri. Daaan abis itulah saya panik karena tiba-tiba saya enggak bisa berdiri. Entah karena  ada gerakan yang salah saya lakukan atau karena overtrain, lower back saya sakit luar biasa. Gerakan sekecil apapun menyebabkan sakit enggak terkira. Mau nangis rasanya. Susahnya lagi saat itu long weekend. Mau ke dokter enggak ada dokter spesialis urusan tulang yang praktek. Saya menghabiskan waktu libur di kamar, terkapar. 

Cedera ini berkepanjangan. Selama 3 minggu berikutnya saya mondar-mandir fisioterapi, massage, minum pain killer, bersahabat dengan voltaren dan counterpain, menggunakan korset penyangga tulang punggung agar bisa duduk tegak tanpa sakit, mengurangi gerakan-gerakan yang bikin sakit, dilatih segala jenis stretching sampai rasanya otot pinggang mau putus, dicurigai skoliosis gara-gara tulang punggung saya yang sakit jadi agak melengkung (saya curiga itu membengkak). Frustrated. Saat itulah saya ingin berhenti. Saya menyerah dari kegiatan lari. Saya putuskan olahraga yang akan saya lanjutkan adalah jalan kaki dan berenang. Cukup sudah menyiksa diri dengan cedera otot. Rasanya enggak sanggup lagi deh.

Tapi, ternyata untuk berhenti juga enggak mudah. Kesenangan yang saya rasa saat berlari, kepuasan saat bisa mencapai target tertentu, mengalahkan putus asa saya. Apalagi kehebohan UM di grup runner angkatan bikin saya balik ke lapangan lagi. Dimulai dengan jalan cepat, mix antara lari dan jalan cepat, sekarang saya sudah kembali lari walau dengan pace naik turun dan masih banyak jalan kaki. Masih sakit? Tentu! Hanya saja saya memilih untuk mengalahkan sakit. Bukan mengabaikan, karena sampai hari ini saya masih mengikuti segala anjuran dokter dan fisiotherapist termasuk mencoba pakai taping (sampe rasanya kayak kado diselotipin). Tentu ada banyak batasan sementara ini untuk saya. Sementara ini ya semampunya saja, saya memulai lagi boleh dibilang dari nol. Enggak perlu neko-neko pengen naikin pace atau jarak secara drastis. Enggak perlu juga bersaing pace atau jarak sama orang lain. I run my own pace at my own distance. Lesson learned. Saya harus mulai belajar mengalahkan ego dan mendengarkan tubuh sendiri. Yang pasti saya juga harus memperbaiki cara lari saya, postur tubuh, dan mulai belajar pernapasan yang benar supaya efektif. PRnya masih banyak, tapi enggak apa-apa. Safety first. Lari buat sehat bukan cari penyakit. Enggak usah gengsi minta dipindah ke rute dengan grade easy (saya sempat ditempatkan di rute difficult) so I could run in the long run. Saya kepengen suatu saat nanti bisa lari 10K atau bahkan half marathon bersama Titan.

Tinggal 2 minggu ke UM2018.Sekarang saya harus bersiap-siap buat ngos-ngosan lagi. Walaupun dapat rute easy bukan berarti saya bisa tempuh itu dengan mudah, kan?  I’ll do what I have to do. I’ll crawl if I have to and I will finish what I have started. I know someday I'll stop, but it definitelly not today, not now.

Seperti kata rekan-rekan di I92Runners: Lari itu berat, kalau cuman diratapi. Lariin aja.