Buat banyak orang, event yang satu ini mungkin dianggap
gila. Tapi tidak buat sebagian alumni ITB. Ultra Marathon, event lari yang
pertama kali diadakan tahun 2017 menyedot banyak perhatian. Jadi, bisa
dibayangkan ketika pendaftaran untuk UM2018 dibuka, yang daftar membludak. Buanyak.
Sejak tahun lalu, saya sudah punya cita-cita pengen ikut
yang tahun 2018. Jadi, ketika akhirnya bisa ikut rasanya senang banget. Emang
kuat? Ya kalau itu gimana nanti aja. Yang penting ikut dulu, begitu pikir saya.
Itu juga yang membuat saya cukup rajin lari (walau rasanya enggak ada kemajuan
alias segitu-segitu aja) sejak awal tahun.
Sekitar dua bulan menjelang event saya kena cedera LBP.
Rasanya sakit luar biasa, membuat saya hampir menyerah. Walhasil selama 3
minggu saya sama sekali libur olah raga. Baru sebulan menjelang UM saya mulai
lagi latihan, dari nol.
Ketika mulai pembagian rute dan etape saya sempat minta
jangan dikasih jalur menanjak. Saya kuatir bebannya (beban tubuh maksudnya hahaha) terlalu
berat sehingga bisa cedera lagi, di samping saya juga belum pernah lari di
jalur dengan elevasi lebih dari 50m. Kan enggak lucu kalau saya mogok dan
merepotkan anggota team yang lain. Di awal saya dapat Leg 12. Masih oke. Eh,
tahu-tahu saya dipindah ke Leg 13. Kaget bener, mengingat tanjakan di situ
menyeramkan. Ketar ketir bersiap meratapi tanjakan. Tapi rupanya kapten team
yang baik hati membujuk dua teman 1 team agar tukaran, hingga saya dapat Leg 15
dengan jarak tempuh paling pendek dibandingkan yang lain. Elevasi juga enggak
terlalu besar.
Hari H. Sejak Jumat mendadak asam lambung saya naik terus.
Saya curiga saya mengalami stress (ini mau lari apa ujian Fismat sih sebenarnya?), takut mengecewakan anggota team yang lain.
Hingga menjelang berangkat akhirnya saya minum obat agar asam lambung enggak
protes. Jam 5 sore saya janjian dengan running buddy Leg 15 di Pasteur. Kami
mau berangkat menuju lokasi start. Perkiraan akan lambat, karena posisi 5
pelari sebelum kami juga belum mulai start. Jam 17.30 kami tiba di Cimahi. Di
sini seorang rekan meminjamkan anak buahnya buat bawain mobil mengawal
sepanjang etape (ah terima kasih sekali untuk bantuan yang luar biasa ini).
Agak kuatir dengan cuaca sore itu, angin bertiup kencang sekali, langit juga
sangat gelap. Dan benar, gerimis turun, tapi untunglah enggak lama. Jam 18 kami
buru-buru menuju lokasi start. Paling enggak kalaupun harus menunggu itu lebih
aman ketimbang kejebak macet atau hujan. Kami menunggu tiba saat start sambil
memantau keriuhan Tim Awug yang sedang berjuang masuk Finish. Last runner
sedang berjuang menyelesaikan tugasnya dan berhasil. Tim Awug berhasil masuk
podium 2. Bangga dong, salah satu team kita masuk podium.
1 jam, 2 jam, 3 jam
berlalu dan kami masih belum start. Kantuk dan lelah mulai melanda. Perut lapar
tapi malah menolak diisi makanan. Sempat makan siomay buat ganjel, enggak habis
juga. Akhirnya makan pisang saja. Hingga menjelang tengah malam kami masih
belum dapat giliran start, sementara satpam Giant udah ngusir kami dari parkiran hahahaha. Kami pindah parkir di tepi jalan sebelum WS14. Pelari Leg13 baru mulai bergerak
lewat jam 22. Jam 23 kami mulai pemanasan ditemani team support yang sudah masuk di
WS14.
Uin dan Djeng yang tetep ceriah walau udah tengah malam |
Sesaat menjelang tengah malam, yang ditunggu datang juga.
Pelari Leg 14 team Cireng, Bajigur dan Dawegan masuk WS. Lega rasanya. Kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan relay. Wawancara, Check (dengan Om Farid sebagai reporter), LED lamp, check (thanks Paheu), we are ready!
Setelah
serah terima Buff (Serius, itu buff udah mandi keringat 14 orang!!) dan foto-foto, pukul 00 lewat dikit kami bergerak menuju WS15.
Lelah, kantuk,
lapar, dan saya kebelet pipis (toiletnya parkiran Giant Padalarang yang terdekat dengan tempat kita
nunggu sudah digembok) membuat kami ingin segera menyelesaikan etape ini. Tengah malam yang sepi (iyalah, lagian selain kami ini siapa sih yang sesinting ini lari-lari tengah malam hihi). Sesekali terdengar suara napas memburu kami atau suara sepatu yang tersaruk di aspal. Langkah kami terasa sangat lambat sekali. Kami
bertiga berlari beriringan sambil sesekali bercanda saling memberi semangat. Team support
setia mengiringi kami dengan sepeda dan motor sambil terus menyemangati. Langkah demi langkah perlahan kami
tapakkan di jalan yang nanjak halus ini. Belum ada team lain yang menyusul,
hingga di KM6 pelari 84 menyusul!!! Arggh sudah lelah tersusul oleh pelari
senior itu rasanya gimanaaa gitu.
Disemangati oleh runner yang ikut support mengiringi kami dengan gowes pelan akhirnya sampai juga di WS15, di mana pelari selanjutnya sudah menunggu. Tuntas
sudah tugas kami tunaikan, selamat tanpa cedera (ini sesuai harapan), walau rasanya enggak maksimal
banget. Jarak segitu ditempuh dengan waktu yang lebih lama dibandingkan
biasanya.
Sehabis serah terima kami langsung berpisah. Team support melanjutkan tugas mengawal runner, ada yang beranjak pulang, sementara saya dan Katrin langsung masuk mobil menuju Bandung. Suasana yang sudah menjelang dini hari (kami keluar dari WS15 sekitar
jam 01.30), ngantuk dan lelah membuat refleks saya juga menurun. Belum jauh
dari WS saya dikejutkan seekor kucing yang tetiba menyeberang. Ngerem enggak
terkejar dan sepertinya saya menggilas sesuatu! Panik, saya berhenti masih di
tengah jalan. Saking kagetnya, mendadak telapak kaki kiri saya mengunci, kram!
Mencoba mengintip dari spion saya tidak melihat apapun. Jangan-jangan itu
kucing mati tergilas. Bayangan seram kata orang kalau menggilas kucing sampe
mati membuat saya sempat ketakutan. Akhirnya kami berhasil menepi. Katrin langsung turun melihat ke lokasi kucing nyebrang tadi.
Alhamdulillah agaknya si kucing berhasil selamat. Masih deg-degan kami lanjut lagi.
This time enggak berani ngebut. Ngedrop Katrin di kampus, lalu saya langsung
pulang. Pagi nanti masih mau nemenin Titan ikut fun run.
Terealisasi sudah keinginan saya sejak awal tahun. Walau
hasilnya belum seperti harapan, saya bangga. Di sela-sela keriuhan lari ada
banyak cerita epic yang menginspirasi. Ada banyak senior yang ternyata berhasil
mengalahkan waktu dan jarak dengan berlari, luar biasa! Ada banyak team yang berlari
dengan membawa misi penggalangan dana (juga team kami), dan misi itu berhasil
dengan baik. Berlari sambil berbagi, love it! Ketika banyak teman baru yang
sebelumnya enggak saling kenal ternyata bisa bahu membahu bekerjasama dengan baik
sehingga semua runner terjaga keamanannya. Millions thanks, team support! Ketika
menunggu hingga 6 jam itu ternyata tidak melorotkan semangat untuk tetap
berlari, thanks Katrin dan Alvin karena bersama kalian menunggu 6 jam tetap
seru, lari tengah malam juga seru. Buat saya, event ini lebih keren dari reuni.
Thanks buat Kapten Tante Yulie yang all out mengatur segala
hal tentang team dari sebelum pendaftaran hingga event ini selesai. Mamah Pepy
yang bersedia direpotin ngurusin ini dan itu. Om Hadi buat desain jersey dan jaketnya yang bikin
runners dan support team tampak keceh. Tante Kuch M, yang walaupun enggak ikut
lari tapi juara kasih support dan tips-tips termasuk tips oles-oles (berhasil
dengan baik, walaupun tetap ada yang lecet gara-gara kelewat dioles hahaha). Team support yang mensupport all out sepanjang etape, love you all so much, kalian batu!! Di Leg 14 ada
Dadan, yang sebelumnya udah lari juga, rela gowes pelan-pelan nemenin kami di tengah malam, ada Menmudperamwan Om Farid yang setia ngawal pakai motor, Aa Toea yang udah minjemin anak buahnya buat ngawal kami,
Uin dan Djeng yang nemenin kami menjelang start. My running buddies: Katrin dan
Alvin, kalian berdua gila! Kapan lagi lari tengah malam sambil ketawa-ketawa
walau mata udah sepet dan badan sudah lelah. Awug-Bajigur-Cireng-Dawegan,
kalian hebat! Bangga bisa jadi bagian dari kalian, walau kontribusi saya sangat
kecil. *Ini blog atau pidato Oscar sih?*
Semoga tahun depan tetap bisa bergabung sebagai tim pelari hore. Eh, tapi denger-denger UM2019 jadi 250K? Aje gileeeeeee!!!
#bniitbultramarathon2018 #bniitbultramarathon170k #i92runners #lumpatkeun
#itb92
#bniitbultramarathon2018 #bniitbultramarathon170k #i92runners #lumpatkeun