Bayangkan dalam situasi serba sulit, kekuatan apa yang membuat kita bisa melakukan apapun tanpa takut dan ragu? Pasti jawabannya karena kepaksa alias kepepet.
The power of kepepet ini memang luar biasa, bisa membuat yang tadinya nggak mungkin dan nggak bisa, jadi bisa. Saya mengalami sendiri banyak momen ini. Saya termasuk salah satu manusia penakut tingkat dewa. Sampai saya kuliah saya masih sangat penakut. Jangankan harus di rumah sendirian, pergi ke dapur malam-malam saya harus menggeret orang lain untuk mengantar atau kalaupun terpaksa pergi sendiri, saya akan berlari secepat kaki saya bisa. Kalau pengen pipis tengah malam saya harus diantar ke kamar mandi. Biasanya oleh adik atau oleh almarhum mamah. Padahal kamar mandi itu terletak persis di seberang kamar tidur. Norak sangat kan...
Nah, sewaktu ospek ada kegiatan jurit malam. Mau nggak mau, suka nggak suka, takut nggak takut saya harus berjalan sendirian tengah malam, entah di mana, nggak tau ada apa, dari pos ke pos. Takut? Kalau boleh memilih, saat itu saya akan memilih berlari pulang. Tapi, tentu saja itu nggak bisa saya lakukan mengingat saya sendiri nggak ngerti ke mana para senior ini membawa kami. Ketika mulai dilepas jalan sendiri, jantung saya seperti berada di tenggorokan, siap melompat ke luar saking takutnya. Namun, akhirnya, the power of kepepet menang. Tidak ada pilihan, saya harus menyelesaikan ini. Saya berjalan dari pos ke pos dan akhirnya sampai di pos terakhir, tanpa kurang apapun, nggak ketemu apapun yang menyebabkan saya takut (padahal di kepala saya sudah berseliweran bayangan ketemu makhluk-makhluk seram)!! Sejak saat itu sifat penakut saya sedikit berkurang (sedikit saja).
Ketika mengerjakan tesis, kekuatan terbesar yang mendorong saya menyelesaikan tesis dengan cepat adalah the power of kepepet. Saat mengajukan proposal penelitian saya baru tahu kalau saya mengandung. Proposal, penelitian, analisis, sampai rampung semua saya kebut balapan dengan perut saya yang semakin gendut. Target saya adalah lulus S2 dulu sebelum jadi ibu. Wara-wiri, begadang, sampe dosen pembimbing saya takjub karena saya ngejar-ngejar beliau di manapun. Dan alhamdulillah, revisi berhasil saya selesaikan sebelum usia kandungan saya 7 bulan. Saya sidang dan lulus dengan nilai memuaskan, saya mendapat gelar master dengan gelar CL (boleh sombong sedikit), dan saya menjadi ibu beberapa bulan kemudian.
The power of kepepet terbesar adalah yang saya alami saat ini. Ketika saya menikah dulu, tak ada satupun yang menyiapkan saya untuk kemudian menjalani hidup sebagai ibu tunggal. Berperan ganda sebagai ibu dan ayah sekalian bagi putra saya, mengurus masalah finansial, membesarkan dan mendidik putra saya sementara saya sendiri bekerja penuh waktu, serta menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab dengan kondisi rumah jauh dari sanak saudara ,sama sekali nggak pernah terpikir akan saya lakukan.
Namun, pada saat ambil keputusan untuk menjadi ibu tunggal, the power of kepepet menggambil alih. Entah bagaimana caranya, saya hingga saat ini bisa menjalankan semuanya. Mulai dari mengurus rumah, membesarkan putra saya, mencari nafkah, memperbaiki keran patah, nembok lubang tikus, sampai memasak. Menjadi sopir AKAP menyetir ke daerah yang kalau bisa saya hindari, sekarang saya lakukan.
Semua yang sudah saya lakukan masih jauh dari sempurna, bahkan dari baik sekalipun. Namun, hingga saat ini kami bertahan dengan baik. Ada banyak ups and downs, ada banyak tangis dan emosi, namun juga ada banyak tawa bahagia. Tentu saja saya tidak mengesampingkan kuasa Allah SWT yang menjadikan saya seperti ini. Alhamdulillah, Allah memberikan the power of kepepet yang luar biasa. Membuat saya bisa berpikir jernih dalam banyak hal. Membuat saya bisa kreatif dalam menghadapi berbagai situasi, membuat kami bisa bertahan dalam kondisi seperti ini. Namun, tentu saja saya berharap suatu hari nanti kami akan hidup sebagaimana keluarga normal lainnya. The power of kepepet itu tentu masih akan dibutuhkan, namun dalam bentuk yang lain. Wallahualam bisawab....
No comments:
Post a Comment