Tuesday, 27 March 2018

My First 10K: Akhirnya Enggak Cuman Lari dari Kenyataan!

 Sebagaimana anak yang senangnya petakilan, saya senang sekali lari lari ke mana-mana, enggak di sekolah enggak di rumah. Makanya senang banget main kucing-kucingan (enggak tau nama resminya apa), karena memungkinkan banyak lari-lari. Teman main saya punya rumah yang halamannya luas banget. Jadi, setiap hari saya habiskan main di sana: petak umpet, kejar tangkap, galah asin, bentengan, sampe main masak2an (yang ini enggak pakai lari2 karena ngejeprok di tanah hahahaha).

Setiap hari Minggu saya barengan sama adik dan ayah saya biasanya lari pagi ke Alun-Alun. Saya dan adik lari-lari kecil sementara ayah saya mengiringi pakai motor. Bandung tahun 80-an hari Minggu subuh sudah ramai sama yang mau olehraga, walau udara dingin menggigit tulang. Enaknya kalau ke Alun-Alun adalah begitu sampai pasti dapat semangkuk bubur ayam panas.
Tapi acara lari-lari itu kemudian berkurang saat saya menjelang ABG hingga SMA. Rasanya udah enggak pas kalau saya berlarian ke mana. Ketimbang lari-lari ke mana-mana saya lebih suka lari dari kenyataan hihihi.

Saat kuliah, olahraga lari itu wajib. Bahkan selama satu semester tahun pertama kuliah setiap Sabtu jam 14 siang kami pindah-pindah GOR hanya untuk lari 2.4K. Test akhir mata kuliah olah raga adalah lari 2,4K selama 12 menit (saya baru tahu kalau ini adalah test kebugaran standar). Tentu saja, saya mana bisa melampaui target 12 menit. Yang ada saya lari super pelan, dapat 16-17 menit aja udah sukur banget. Itu aja rasanya napas mau putus.

Nah, pada akhir masa kuliah, ketika sudah mulai santai dan Lapangan Sabuga sudah jadi, saya mulai suka lari serius. Setiap seminggu 2x saya akan ke lapangan dan lari. Sendiri pun saya jabani. Ini juga yang buat saya suka, mau lari itu enggak usah nunggu-nunggu teman, enggak mesti rame-rame. Apalagi di Sabuga enak, enggak ada orang-orang yang nongkrong enggak jelas, jadi saya biasanya lari 30-45 menit, terus selesai. Sebelum lari biasanya saya nitip 1 tumbler yang udah berisi air jeruk di tukang es botol. Jadi, abis lari saya bisa nyeruput air jeruk dingin.

Selain lari-lari, saya suka berenang. Biasanya saya suka berenang pagi-pagi. Sabuga adalah tempat pertama saya bisa mencapai 1K. Seminggu sekali saya biasanya nyemplung pagi-pagi mengayuh lengan dan kaki menempuh jarak 1K. Rasanya segar banget kalau abisan berenang.
Sayangnya memang ketika mulai bekerja, kedua kegiatan itu langsung terhenti. Rasanya sulit mencari waktu luang untuk olahraga, apalagi selain karena mencari lokasi yang nyaman itu juga enggak mudah, juga malas untuk bergerak. Rasanya kerja 6 hari seminggu itu udah capek banget. Jadi, kalau ada waktu luang enaknya saya pakai untuk tidur. Akibatnya ya bisa diduga, selain melar naik 3 ukuran juga jadi enggak bugar sama sekali. Bolak balik sakit itu jadi salah satu cirinya.

Nah, dua tahun ini saya kembali lagi menekuni kedua olahraga ini secara rutin, bahkan lumayan serius mengingat saya sering menantang diri saya dengan target. Awalnya, sekitaran 3 tahun lalu, saat masih tinggal di Depok saya diajak beberapa teman untuk lari dan ikut komunitas. Sayang memang jadual latihan atau ketemuannya enggak pernah match. Jadinya saya lebih sering lari sendiri. Selain karena lebih fleksibel, saya juga bisa mengajak Titan sekalian.

Lari serius pertama saya adalah saat Ngabuburit Run dengan Indorunner Bogor. Saya enggak pernah bayangkan lari 5K saat puasa pula. Dan, ternyata walau campur jalan saya bisa selesaikan dalam waktu kurang dari 1 jam sambil tetap puasa. Saya pikir artinya saya bisa lakukan itu. Sejak itulah saya mulai kembali suka lari, apalagi di sebelah rumah ada lapangan. Titan main sepeda, saya lari.
Saya juga kembali menekuni renang, seminggu sekali saya renang sekalian antar Titan les. Dan saya bisa kembali ngejar 1K bahkan bisa sampai 1.5K dalam waktu satu jam.

Nah, saat semangat-semangatnya renang, saya mengalami kecelakaan kecil. Saya terpeleset di ruang ganti kolam renang. Lutut kanan saya terpuntir menyebabkan selama 1 bulan saya terpaksa ikut fisioterapi. Jangankan lari, untuk jalan, berenang, bahkan shalatpun gerakan saya masih sangat kaku. Sampai akhirnya saya bosan ikut terapi. Jadi, ketika sudah bisa berjalan normal, terapi saya hentikan. Akibatnya saya sama sekali enggak berani lari. Paling banter saya jalan cepat saja. Akhirnya demi mengatasi ukuran baju yang kembali melar saya rutin jalan kaki. Minimal dengan stepcounter saya targetkan 8.000 step sehari. Itu enggak terlalu sulit sebenarnya. Saya biasa bangun jam 04.15 pagi dan abisan shalat Subuh saya biasanya langsung jalan kaki muter-muter halaman sambil nunggu Titan bangun jam 5 pagi. Setelah itu biasanya saya lanjut lagi setelah Titan berangkat ke sekolah sebelum saya sendiri bersiap ke kantor.

Pertengahan tahun lalu saya kembali ke Bandung, pindah tugas. Alhamdulillah dekat dengan sarana olahraga, plus banyak trotoar yang bisa dijelajahi untuk lari. Jadi sehabis lebaran saya nekad olahraga lagi. Saya kembali rutin berenang awalnya dan sesekali lari jarak dekat sekali. Awalnya masih ecek-ecek. Belum lagi dampak usia dan tingkat kebugaran yang rendah memang enggak bisa bohong. Lari 1K bisa membuat paru-paru saya terasa mau meledak. Jadi saya memulainya pelan-pelan sekali. Jarak 1K saya bisa berhenti sampai 2 kali. Sayangnya saya masih lebih banyak bolongnya. Hasilpun emang enggak seberapa. Namanya juga enggak serius.

Hingga di sekitaran bulan Agustus, teman-teman di grup angkatan heboh mau ikut ITB Ultra Marathon, event lari khusus alumni ITB.  Jujur saja kehebohan event ini membuat saya jadi termotivasi. Bukan apa-apa, semangat teman-teman yang berlari itu menular. Saya mah jelas enggak mungkin lah ikutan UM. Dengernya aja capek hahahaha.

Saya hanya melihat teman-teman yang usianya sama aja berani menempuh jarak 10an K, itu lari-bukan naik andong. Jadi, kalau dia bisa kenapa saya enggak? Saya juga mulai lihat-lihat banyak yang lebih senior yang masih berlari dan nampaknya baik-baik saja. Jadi, kalau saya enggak bisa, pasti ada yang salah dengan saya. Dengan modal itu saya nekad daftar Fun Run 5K yang diadakan untuk menutup ITB UM 2017.  Nekad? Iya, karena selama 2 bulan sebelum event itu, saya wara wiri keliling Indonesia, bahkan persis sehari sebelum event saya masih berada di Manado.

Akhirnya minggu pagi, saat mata masih sepat karena mengantuk mengingat saya baru tiba di rumah saat sudah malam, saya menuju lokasi start bersama beberapa rekan kantor. Ternyata seru! Melihat antusiasme begitu banyak orang, saya jadi bersemangat. Yang tadinya enggak yakin pun jadi yakin. Dan akhirnya sekitar 50 menit setelah start saya dapat medali finisher pertama saya. Senang? Iya dong, resmi sekarang lari beneran bukan lagi hanya lari dari kenyataan hahahaha.

Nah, abisan itu saya jadi lebih rajin lari (walau masih banyak jalannya). Beberapa minggu saya jalani, tapi koq rasanya masih begitu-begitu aja. Akhirnya saya coba nambah jarak setiap kali lari. Demi nambah semangat dan supaya lebih terukur saya beli smart watch (awalnya mah saya pakai untuk berenang, tapi malah lebih banyak saya pakai lari akhirnya). Saya ulangi dari awal, dari jalan kaki, lalu lari pelan-pelan sekali, dan saya tambah jarak, hingga akhirnya saya bisa lari 5K tanpa berhenti sama sekali. Senang? Kalau boleh mah saya pengen jejingkrakan. Nah, berbulan-bulan saya lari begitu-begitu aja enggak naik-naik. Hingga bulan Februari saya nekad daftar Fituno 10K chalenge. Nekad? Iyalah orang baru bisa lari 5K doang koq daftar buat 10K.

Rencananya ada satu bulan buat latihan. Eh, perpaduan antara malas dan cuaca sore yang banyakan ujannya ketimbang cerahnya, bikin saya enggak olahraga sama sekali. Walhasil saya hanya latihan 5x saja. Jarak terjauh saya hanya 7K, itupun baru sekali dan diakhiri dengan lemass tak terkira. Masih 3K lagi menuju 10K. Itupun saya masih tetap nekad menargetkan 1.5 jam finish.

Hari demi hari berlalu dan tahu-tahu tinggal seminggu. Sementara di minggu terakhir hujan turun setiap sore. Makin jauhlah saya dari latihan. Walhasil 2 hari sebelum race saya memaksakan diri lari subuh-subuh dan berhasil menempuh jarak 7K dalam 61 menit, semenit lebih baik dibanding  minggu sebelumnya. Tapi ini sudah 2 hari menjelang race!!! Mana betis sakit dan mungkin karena tegang, telapak kaki ikutan sakit. Halah ini mau race kayak mau ujian Fismat aja. Bikin susah!!!

Sehari sebelum race saya kembali nekad recovery run, 3.7K selama 30 menit. Abis itu saya pasrah. Ah, sudahlah bagaimana besok saja. Rencananya saya mau tidur aja yang banyak biar besok segar.
Namun, lagi-lagi kondisi enggak berpihak. Malam itu hotel sebelah rumah mau GO, jadi semaleman mereka kerja persiapan GO. Mana mungkin bisa tidur sementara bunyi bor mendesing-desing sampai dinihari. Argggghhh rasanya pengen makan orang-orang ini tapi pasti gak enak rasanya. Arrrghhh kesaaaal.

Jam 04.15 akhirnya memaksakan bangun dan bersiap. Titan sejak semalam mengeluh enggak enak badan tapi dia ikut bangun pagi dan masih doakan ibunya supaya finish strong. Ah, anakku yang hebat. Maafkan Ibu ya, pagi ini Ibu tinggal dulu.

Jam 05.15 hanya sarapan pisang sebiji dan sepotong carrot cake akhirnya berangkat ke Balkot, lokasi start. Menjelang Balkot suasana udah ramai banget. Di perempatan Merdeka-Dago saya melihat bapak yang sudah agak sepuh melakukan pemanasan lari ke Balkot. Agaknya beliau berlari dari rumah. Mendadak saya malu dan kaki jadi kaku. Yang sepuh saja bisa, masak saya enggak? Langsung saya turun dari boncengan adik saya dan jalan kaki ke Balkot bersama banyak orang lain.
Nyali saya rasanya ciut melihat para runner yang ceria dan bersemangat. Rasanya saya pengen kembali pulang saja. Apalagi mendengar MC mulai memanggil seluruh peserta ke garis start dan akan melepas para elite runner sebagai peserta yang start awal. Ketika tanda start mulai riuhnya minta ampun. Para elite runner pun melesat meninggalkan garis start.

Pelan-pelan semangat saya naik. Ah, memang semangat itu menular ya. Berada di antara sekumpulan manusia yang semangat saya jadi ikut semangat. Ketika kaki ini akhirnya melewati garis start rasa ciut saya sudah berkurang banyak. Langkah demi langkah saya ayun kaki melewati jalur lari. Ada beberapa kali rasanya saya ingin berhenti, tapi setiap kali ingin melakukannya saya pasti melihat orang yang lebih senior yang masih berlari, saya pun lanjut bergerak. Jadi, ada memang saya berjalan, namun saya enggak berhenti. Move, Rani! Move!

Belokan terakhir menjelang finish adalah rute paling seru. Jalanan yang menurun ditambah teriakan penyemangat dari panitia yang memang menyemangati di sepanjang rute lari membuat saya enggak sabar menuju garis finish. Daaaan walau tanpa teriakan heboh (ya namanya juga lari sendiri, enggak ada teman), saya berhasil menyelesaikan sepuluh kilo pertama saya dalam waktu 1 jam 23 menit 59 detik. 6 menit 1 detik lebih cepat dari target saya!! Rasanya senaaaaang sekali. Now I know that I can do it!

Hal yang menyenangkan lagi adalah setelah melihat statistik hasil, ternyata hasil yang saya dapat enggak jelek-jelek amat, terlebih saya masih bisa berlari bersama dengan anak-anak yang usianya jauh lebih muda. Saya rasa ini personal achievement yang enggak kecil. So, rasanya sih tahun ini saya mau diajak ikutan relay 16 di ITB Ultra Marathon!!








1 comment:

  1. Bayar Pakai Dengan Pulsa AXIS XL TELKOMSEL

    Anda Dapat Bermain Setiap Hari dan Selalu Menang Bersama Poker Vita
    Capsa Susun, Bandar Poker,QQ Online, Adu Q, dan Bandar Q

    Situs Situs Tersedia bebebagai jenis Permainan games online lain

    Sabung Ayam S1288, CF88, SV388, Sportsbook, Casino Online,
    Togel Online, Bola Tangkas Slots Games, Tembak Ikan, Casino

    Terima semua BANK Nasional dan Daerah, OVO GOPAY

    Whatsapp : 0812-222-2996

    POKERVITA

    ReplyDelete