Wednesday, 16 October 2019

Drama di UM 2019


Setelah puas berhasil HM rencana saya adalah bersiap untuk UM. Saya kebagian sebagai pelari hore terakhir dari BNI Cimahi ke kampus. Walau pelari hore tapi kan tetep enggak boleh malu-maluin banget ya, jadi niatnya mau latihan lah dikit, biar kayak yang lain. Ternyata takdir berkehendak lain. Entah gimana ceritanya, karena bukan sedang lari, persis 2 minggu sebelum UM, pergelangan kaki saya terkilir parah hingga bengkak! Stress! Saya pikir seminggu bakal sembuh. Tapi setelah dikompresin es dan dikasih beras kencur pakai daun kiurat (katanya ini bagus), bengkaknya enggak berkurang walau enggak bertambah besar juga. Setelah 48 jam saya bawa ke salah satu tempat urut yang terkenal, ternyata sendinya dislokasi. Pas diputar dikembalikan ke posisinya rasanya ngilu, sama sakitnya dengan ketika jatuh. Kalau enggak malu mau nangis saya. Selama 3 hari itu saya berjalan dengan susah payah sampai harus dibantu tongkat.


Sampai seminggu bengkaknya cuman berkurang dikit, tapi sudah mulai bisa jalan dengan sebelah kaki diseret. Akhirnya saya ke fisioterapi, dan enggak boleh lari! Mau nangis rasanya. Kompres es, elevate semua saya lakukan supaya bisa segera pulih.

Selasa, 5 hari sebelum race saya diajak ke tempat urut lain. Bapak ini mantan atlet yang kemudian belajar rehabilitasi medik ke Filipina. Di sana baru ketauan bahwa sendi saya belum balik ke normal alias masih belum bener. Pantas masih bengkak. Saya diurut lagi, sendinya dikembalikan. Sakitnya jangan ditanya. Tapi saya tahan aja, yang penting sembuh deh. Dan sakitnya terbayar karena setelah itu saya bisa jinjit! Senang sekali (kalau bisa saya pengen lompat-lompat), kemungkinan besar bisa lari. Tapi tetap masih diwanti wanti. Saya masih harus kompres es setiap 5 jam dan elevate sebisa mungkin. Sampai 2 hari setelah itu sama sekali dilarang latihan sama sekali kecuali untuk stretching dan pelemasan.

Hari Kamis, saya mulai coba pakai sepatu, sudah bisa pakai sneakers walau masih enggak nyaman. Jumat saya coba pakai sepatu yang akan digunakan untuk lari. Masih kesempitan huhuhu. Alamat rencana pakai sepatu pink yang match dengan jersey gagal total nih.

Hari H saya sengaja cuti dan ikut seminar parenting dari sekolah Titan. Nah, selama 3 jam saya duduk dengan kaki menekuk ternyata bikin kaki saya bengkak lagi. Ya ampun, ini udah tinggal bbrp jam sebelum start. Pulang seminar saya langsung selonjoran dengan kaki diangkat dan kompres es lagi. Alhamdulillah, bengkak dan sakitnya berkurang.

Niatnya hari ini akan istirahat, tapi ya itu gagal total lagi. Rencananya start pukul 03 pagi, jadi akan berangkat ke lokasi pukul 01.30 pagi. Tapi ternyata terjadi delay hingga 2 jam dari perkiraan awal. Sambil nunggu rencananya tidur. Tapi ternyata susah. Antara excited, deg deg an, dan kuatir sama si pergelangan kaki jadinya semalaman enggak bisa tidur. Apalagi karena sambil memantau posisi runner yang menuju WS17.

Jam 01.30 akhirnya menyerah, siap2 aja lah. Ditemani Hadi, saya menuju WS 17 di Cimahi, sebelumnya jemput teman satu etape dulu (Du, yang dandannya lama banget bikin saya nunggu lebih dari setengah jam di mobil!). Pukul 04 pagi kami sudah standby di WS17. Karena masih lama, akhirnya saya putuskan kembali ke mobil untuk nyoba tidur. Baru juga bentar merem ayam di mobil bos wa, rupanya baru masuk WS17, sempat ngobrol sebentar sebelum beliau lanjut lari ke finish line. Kami masih menunggu pelari WS16 yang katanya diperkirakan sampai sekitaran 05.30.

Saya coba pemanasan sedikit dan stretching. Kaki saya mulai ngilu, Bah! Beberapa kali saya buka sepatu untuk memastikan posisi ankle support yang saya pakai nyaman dan enggak bikin telapak kaki sakit saat berlari. Cita-cita pakai sepatu yang matching gagal total sudah. Pakai yang enak buat di kaki deh. Saatnya menjajal si sepatu baru.



Sekitaran 5.35 akhirnya Aa Toea dan Rudi datang. Segera kami tukeran gelang tracker waktu relay, dan melapor ke panitia. Setelah foto-foto bentar, sekitaran 5.40 kami mulai lari. 



Ada 3 orang yang nemenin kami pagi ini, Tarto, Hadi, dan Ari TJ2. Tarto dan Ari TJ sebenernya kayaknya udah teler, tapi kami enggak ada yang ngawal. Jadi mereka ngawal juga. Tapi memang ya, rejeki mah enggak ke mana. Baru saja sebentar tau2 saya disapa oleh seseorang, haaaa Rifki yang sudah lari di etape awal ikut lari ngawal kami. Alhamdulillah. Enggak lama muncul lagi sapaan ceria dari Didik yang katanya udah balik trus balik lagi ngawal pakai sepeda. Tarto dan TJ bisa istirahat duluan. Alhamdulillah, senangnya. 





Kami lari pelan saja, bener-bener pace ulat bulu. Sampe KM5 kaki saya masih enak, ngilu sedikit tapi masih bisa ditahan. Saya coba mengalihkan pikiran saya biar enggak mikirin kaki. Sepanjang jalan selain disemangati mas yang baik dan ganteng, di kepala saya bernyanyi-nyanyi Kiss me slowly-nya Parachute. Bukan lagu yang pas buat lari, but what can I say? Lagu itu membuat saya enggak mikirin ngilu yang pelan-pelan mulai menjalar di kaki kiri saya. Sampai Pasteur kami masih bisa menikmati pelarian di pagi yang super ceria ini. Setelah naik fly over (senangnya cita-cita lari di flyover akhirnya kesampaian) saya berhenti sejenak karena sakit di telapak kaki mulai tak tertahankan. Mana panas dan jalanan padat banget pula. Namun saya putuskan tetap berlari. Udah tinggal 2K lagi!





Menjelang belokan Ganesha, tinggal selangkah masuk finish, kami dicegat oleh rombongan support. Daaaan di tepi jalan di belokan itu kami didandanin pakai baju merak! Astaga, I must be look like clown instead of merak dancer! Tapi sudahlah, we had fun. Dan kami pun berlari pelan diarak menuju garis finish. I made it to the finish line, in one piece!






Begitu selesai foto-foto saya langsung buka sepatu, daaaan pergelangan kaki saya bengkak lagi! Hasilnya sepanjang sisa hari itu saya terpaksa menahan sakit. But still, I had a blast!
Hari itu saya ketemu dengan teman-teman lama, termasuk 3 runner GM yang tahun ini baru bergabung. Tahun depan lagi ya.





Satu lagi yang membuat senang, si junior gantengku hari ini ikut fun run 5K tanpa ditemani ibunya. Tentu saja mogoknya banyak, but he made it to the finish line dengan cengiran lebar di wajah chubi-nya. Kami bertemu di finish line (thanks, Vit udah jemput dan nemenin si ganteng yak).








UM ini memang seru. Bukan hanya sekedar event lari tapi juga reuni, yang bahkan lebih gila dari reuni apapun. Bayangkan, pesertanya multi jurusan, multi angkatan, multi komunitas sepakat untuk bertemu sambil bikin macet jalanan dan berlarian sepanjang Jakarta-Bandung. Siang, malam, subuh, panas, hujan semua diterabas. Jalan naik, jalan turun, jalan datar semua dijabanin dengan senang hati. Pesertanya dari yang pelari serius yang biasa nangkring di podium race dengan pace cheetah sampe pelari hore macam saya yang pacenya macam ulat bulu, dari usia 20-an sampe usia 70-an, dari mahasiswa, mamak-mamak, pekerja kantor, sampe pensiunan ada. Dan semua berlari dengan senyum lebar!

Pelari yang terdaftar sekitar 3.500 orang, tapi yang terlibat lebih dari itu. Bukan cuman pelari, team support dan direktur teknis juga enggak kalah heboh. Dari ngurusin pendaftaran sampe nutrisi sampe siapa lari di mana semua diurus. Dari mulai kostum, siapa nginep di mana, siapa jemput siapa, siapa anter siapa semua diurusin. Luar biasa.
Jadi, walau event ini bikin semua yang terlibat kehilangan jam tidur selama rentang event tetep aja bisa bikin kita senyum lebar dan tertawa lega.
Satu lagi yang keren adalah, bahwa kami lari sambil ngumpulin dana yang akan disumbangkan bagi kepentingan pendidikan mahasiswa di ITB. Isn't it cool? We run for a cause. 
Keriaan, kebersamaan, kehebohan inilah yang membuat saya enggan membatalkan keikutsertaan saya sekalipun saya harus lari sambil menahan sakit. It's worthed!

Last but not least, again thanks a million buat Bu Dirtek Mami Yulie yang sudah urusin kita dari hulu sampe hilir. Enggak ada yang lewat dari pengamatan mami satu ini. Mami Yulie, you're the best! Mamah Pepy and semua team support yang luar biasa all out, Om Rifki, Hadi, Om Didik, Katrin yang udah nemenin kita lari sepanjang Cimahi-Bandung, runners yang kece-kece dan keren-keren thank you membuat hari ini awesome.
2020 Insha Allah I'll be back!


Well, I'm not sure what this is gonna be,
but with my closed all I see
is the skyline, through the window
the moon above you and the street below
Hold my breath as you moving in
taste your lips and feel your skin
when the time comes, baby don't run, just kiss me slowly ...


p.s. Sorry, ini lagu emang enggak nyambung. Tapi lagu inilah yang bolak balik di kepala saya selama lari dari BNI Cimahi ke kampus (nyengir lebar).

Tuesday, 15 October 2019

My first (and probably kapok) HM

Cerita lari-lari tahun ini banyak banget dramanya.
Tahun ini entah kenapa malas sekali ikut event lari. Kayaknya mentok, enggak maju-maju. Sempat kepikiran mau pakai pensiun aja, jadi lari-lari enggak usah pakai target hanya sekedar biar sehat aja.
Tapi enggak tahu gimana ceritanya awal tahun saya submit lari yang awalnya 7K jadi upgrade ke HM! Sementara itu, instead of latihan, tahun ini malah malas ambil race yang bener. Saya lari suka-suka dan ikut event ece-ece doang. Mikirnya juga enggak susah, ah masih lama.

Bulan ramadhan berlalu. Lumayan enggak terlalu buruk, latihan masih sering bahkan bisa ikut VR yang 50K selama ramadhan. HR juga berhasil turun. Makin pede ceritanya. Tapi jaraknya masih segitu-gitu aja, mentok di 10K. Padahal sok banget finish dalam waktu 3 jam. Buat yang lain 3 jam maybe kelamaan. Buat saya 3 jam itu penuh perjuangan mengingat belum pernah lari lebih dari 2 jam dan belum pernah menempuh jarak lebih dari 12K. Sinting kan?

Abisan ramadhan bukannya makin rajin, malah makin kacau. Akhirnya tau-tau tinggal 6 minggu. Mulailah memaksa diri long run. Dari lari 15K sambil ngos-ngosan dan masih banyak jalan, sampai minggu terakhir sebelum race nyoba jarak 17.8K. Hampir 3 jam! Mulailah gamang, kayaknya harus set ulang target 3 jam jadi 3.5 jam deh. Ceritanya ini target tahu diri.

Sehari sebelum race mulai menyesali diri dan berpikir untuk enggak usah ikut. Malamnya, rasanya ada kupu-kupu di perut. Ini mau lari apa jatuh cinta sih sebenernya?
Akhirnya setelah tidur enggak nyenyak, jam setengah 4 subuh saya mulai siap-siap. Cek semua: sarapan pisang, minum, bib oke, tas pinggang berisi HP dan uang oke, baterai sudah fully charge, energy gel dan energy bar sudah siap. Akhirnya berangkat juga sambil banyak-banyak doa. Di jalan marshall udah bersiap, pembatas jalan di bbrp ruas jalan sudah dipasang, pelari-pelari sudah berjalan menuju lokasi start.

05.00 bergerak menuju lokasi start jalan kaki sambil pemanasan. 05.15 start untuk HM! Saya mulai lari pelan-pelan, sadar diri enggak mungkin ngejar pace jadi saya pelan-pelan saja supaya hemat energi dan jaga HR supaya enggak melonjak.

Tetiba di KM2 betis kiri kram. Bah! Ini karena kurang pemanasan. Cari medis enggak dapat, akhirnya saya urut2 dikit lalu lari pelan-pelan banget hingga dapat medis di KM5. Alhamdulillah bisa lari lagi. Dan setelah KM5 saya mulai menyesali diri karena ambil HM. Apa-apaan sih? Sok kuat banget ambil HM, persiapan minim, jauh, capek banget pula. Kenapa juga enggak ambil 7K aja? Pertarungan pikiran berlangsung sengit hingga habis putaran Dago. Begitu jalan mulai turun saya mulai mempercepat tempo dan mulai menikmati lari. Sempat bertemu anak 96 yang lari bareng sejak kaki kram hingga KM 10 dan akhirnya saya tinggal (maap ya, Dek). Di Supratman saya berhenti sebentar makan gu gel. Perut saya lapar luar biasa, padahal jarak tempuh baru setengahnya.
Setelah istirahat sejenak, saya lanjut lari lagi hingga masuk ke Kiaracondong dan naik ke fly over. Ini adalah pertama kalinya saya lari di flyover. Sudah lewat 14K. Udah enggak mungkin berhenti. Sekalipun sudah mulai lelah, pilihan saya saat ini hanya satu, lanjut!
Turun dari flyover saya berhenti lagi dan makan pisang di WS. Serius saya kelaparan! Jadi sebodo teuing, saya cek waktu saya masih sesuai target. Jadi saya putuskan lari dengan bahagia saja deh.



Abis itu saya coba lari pelan lagi, tapi hanya berhasil nambah sekitaran 2K. Selanjutnya kaki saya udah berat diangkat akhirnya saya jalan cepat-lari sampai menjelang finish. DI WS terakhir, tinggal 2K sebelum finish kepala saya mulai keleyengan. Agaknya gula darah drop dan saya enggak nemu isotonik sama sekali. Ampuuun tinggal dikit ini. Saya istirahat bentar dan lanjut dengan jalan cepat saja.

Begitu tinggal 100m, rasanya bahagia banget. Saya lari masuk finish sambil tertawa lebar. I MADE IT! Dan sesuai target pula. Buat saya ini udah keren banget. Puas banget mengalahkan keraguan dalam diri saya sendiri. I am so proud of myself!

Setelah minum dan duduk sebentar, saya baru ngeh bahwa jaraknya hanya 20.45K. Enggak rela saya enggak sampai 21K. Akhirnya saya lari ke Natuna (mobil parkir di rumah bos) hingga akhirnya jarak tempuh ketika berhenti di depan pagar rumah bos adalah 21.43K. Officially I am a half marathoner!
Alhamdulillah. Dan saya mematikan pemantau jarak saya dengan cengiran lebar di wajah. Bodo amat kalau ada yang liat anehnya saya saat itu. I am happy. Puas mengalahkan diri saya sendiri. Puas mengalahkan ketidakyakinan saya sendiri. I don't care kalau finish HM dalam waktu 3 jam (buat pelari serius, pace lari saya ada di bawah kasta ulat bulu hahaha). I did it, I didn't quit!



Catatan saya pribadi untuk HM ini:

  • Jangan sok-sok an kalau belum siap!
  • Strategi nutrisi harus dibenerin biar enggak keabisan tenaga di tengah.
  • LATIHAN!!!!!
  • Daftar HM lagi gih!


Friday, 11 January 2019

Just another sad story

 Loosing someone when you thought you have found one is not easy at all, especially without explanation.  

Tuesday, 1 January 2019

EXPLORING BANYUWANGI LAST PART

...


Day#4-Day#5

Pukul 22 kami dijemput. Perlengkapan perang sudah disiapkan, kami siap berangkat. Jalanan sepi, berkelok dan menanjak. Makin ke atas makin terasa dingin. Satu jam perjalanan, menjelang tengah malam kami sudah tiba di parkiran menuju jalur pendakian. Sambil menunggu gerbang dibuka kami duduk di mobil. Titan sih merem sejak berangkat. Pukul 1 pagi gerbang pendakian sudah dibuka. Setelah antri tiket dan toilet kami siap berangkat. Titan sudah dibungkus kayak lemper: jaket tebal, kupluk, syal, sarung tangan kumplit. Saya sendiri mengenakan 2 jaket tipis, salah satunya wind breaker.



 Awal pendakian masih belum terasa, jalurnya masih agak landai. Nah, begitu lewat 500 meter mulailah tanjakan menggila. Kata pemandu sebelah tanjakan ini sekitar 450 ! Titan mulai mogok, setiap beberapa meter terpaksa kami berhenti. Sempat ngambek karena perutnya sakit, agaknya masuk angin. Untunglah saya bawa peppermint oil, jadi perut, punggung, dada dan leher saya olesi supaya hangat. Alhamdulillah berhasil. Tanjakan demi tanjakan, belokan demi belokan enggak ada habisnya. Para penambang yang berprofesi ganda sebagai porter gerobak buat angkut penumpang ke puncak mulai sibuk membawa beberapa pendaki yang enggak sanggup naik. Gerobak ini dimodifikasi dikasih jok dan rem motor di pegangannya. Saat naik, salah satu penambang menarik gerobak dengan mengikatkan tali di tubuhnya. Sementara 1-2 orang lain mendorong dari belakang. Satu gerobak bisa muat 2 orang dewasa. Trip naik dan turun kalau pakai gerobak tarifnya 800k.



Titan sempat pengen naik, tapi melihat seramnya tanjakan (apalagi turunan) kami mendingan jalan kaki pelan-pelan aja. Udah gitu rasanya juga enggak tega lihat yang narik. Selangkah demi selangkah ditambah dengan bujukan, rayuan, dan ancaman berhasil membawa Titan hingga puncak. Sempat dia mengancam mau turun lagi, saya bilang silahkan turun sendiri karena ibu mau naik sampe atas hahaha. Sorry ya, Tan. Enggak mungkin Ibu tinggalin kamu. Senangnya dia waktu akhirnya pukul 4 pagi kami sampai puncak. 2.5 jam buat anak yang baru kali ini naik gunung definitely not bad at all. You did a great job, Tan. I am so proud of you!!








Di shelter angin berhembus dari segala arah. Dinginnya enggak karuan. Udah segala cara ditempuh sampai akhirnya kami berpelukan sambil selimutan pakai syal. Tetap saja kedinginan. Pukul 5 matahari masih belum muncul. Well, kami enggak berhasil melihat blue fire, tapi enggak apa-apa. We made it here. Pagi ini mendung. Hingga pukul 6 pagi, mentari enggak juga muncul sementara gerimis mulai turun. Kabut di sekitar kawah cukup tebal sehingga kawah juga enggak keliatan. Akhirnya kami putuskan untuk turun saja.

Perjalanan turun lebih ringan tapi melelahkan karena turun enggak ada akhir. Lutut rasanya sakit juga menahan bobot tubuh saat berjalan turun. Jalanan baru kelihatan, jadi baru tahu kalau semalam jalurnya lumayan nanjak hahahaha. Di perjalanan turun dekat pos bundar, ada yang jualan souvenir dari belerang. Kami yang enggak sempat lihat blue fire akhirnya membeli sebongkah kecil mineral belerang untuk dibakar di rumah. Pengen lihat kayak apa sih hahahaha.





Enggak banyak bisa foto-foto karena saya lebih konsen turun sambil menuntun Titan. Alhamdulillah pukul 7 pagi kami tiba di awal jalur pendakian. Not bad at all, kami tiba tanpa cedera apapun. Kami langsung turun ke Banyuwangi.


Tiba di Banyuwangi perut sudah lapar enggak karuan. Kami diajak makan sego tembong Mbok Wah. Agaknya baru buka, karena lauk yang tersedia baru telur dadar dan ikan goreng. Sego tempong ini sejenis sego sambal di Surabaya. Bedanya, sego tempong berisi nasi hangat, lalapan berupa kangkung, bayam dan kol rebus, disiram sambal tomat yang rasanya pedas segar, dilengkapi potongan tempe goreng dan ketimun. Saya menambahkan dadar telur. Rasanya? Jangan ditanya, piring kami licin tandas. Enak bener. Titan sekalipun tanpa sambal juga makan hingga tandas. Dia bilang, love it!


Abis makan kami kembali ke penginapan untuk mandi dan bersiap ke Baluran. Jam 11 siang kami berangkat sambil cari masjid buat Jumatan. Sebelumnya kami sewa kamera dulu. Ya, ini keren, enggak perlu bawa-bawa DSLR, sewa saja. Harganya juga masih masuk akal. Saya sewa canon EOS 1300d dengan lensa kit dan baterai cadangan serta memory card hanya 80K untuk 12 jam. Ada beberapa tempat sewa kamera di Banyuwangi. Tinggal pilih mau jenis kamera apa.
Setelah Jumatan kami menuju Baluran ke arah Situbondo. Nah, kalau kemarin banyak kebun buah naga dan jeruk. Kali ini banyak kebun cabe rawit. Kalau melihat makanan sini yang serba pedas, cabe rawit enggak dipungkiri adalah komoditas penting. Pukul 14 kami tiba di Baluran. Di sini fauna yang banyak ditemukan adalah banteng, rusa, monyet abu-abu, dan merak. Kami sempat melihat merak dan ayam hutan saat menuju savana. Hutan di sini lebih “berantakan” dibandingkan dengan Alas Purwo. Tapi di sini terdapat savanna yang luas dan luar biasa cantik. Jadi, setelah bayar tiket masuk seharga 5K per orang, kami berhenti di Savana Bekol. Padang rumput yang luas ini banyak dihuni rusa dan banteng. Kami hanya sempat bertemu sekelompok rusa yang melintas padang rumput. Sementara habitan bandelnya adalah monyet abu-abu yang gesit sekali mengejar makanan dari pengunjung yang lengah.
Pemandangan di Bekol ini luar biasa cantik, seperti Afrika. Ah, berasa jadi petualang jalan-jalan di sini. Kami puas-puaskan berkeliling sambil menikmati pemandangan dan tentu foto-foto dong.
















Kami juga singgah di Pantai Bama. Pantai ini sangat terlindung, agak tertutup hutan bakau, memiliki pasir putih yang lembut dan ombak yang tenang. Cocok buat santai keluarga. Anak-anak bisa berenang dengan santai.





Enggak lama kami di Bama kami segera keluar menuju Rumah Apung Bangsring. Rumah Apung Bangsring adalah salah satu kawasan kincar makanan milik pengunjung.onservasi yang dikelola oleh Bangsring Underwater. Di sini pengunjung selain wisata juga bisa mendapatkan tambahan pengetahuan. Fasilitasnya sudah lumayan lengkap mulai dari homestay sampai tempat makan. Aktivitas yang bisa dipilih juga lumayan: diving, snorkeling, berenang, naik banana boat atau sekedar jalan-jalan di pasir yang halus. Untuk sampai ke rumah apung harus naik perahu dari dermaga. Tiketnya seharga 7K untuk pulang pergi. Sebenarnya jaraknya gak terlalu jauh, kalau mau bisa ditempuh sambil berenang koq. Di rumah apung kita bisa lihat kajapung yang berisi baby shark, kerapu, juga beragam ikan hias lainnya. 








Titan senang sekali dan mulai merengek ingin berenang. Sayangnya memang karena kuping saya masih sakit dan banyak yang ingin dikunjungi, aktivitas air saya hilangkan dari itinerary. Gara-gara itu Titan protes berat dan enggak mau keluar dermaga. Eh, dilalah ada tukang perahu yang menawarkan putar-putar dengan boat untuk harga 25K. Saya setujui saja. Dan dia bawa kami pakai boat buat ngebut2, Titan mah kesenengan tiada tara dibawa mutar mutar sambil slalom. Finally he agree to leave. Sudah menjelang malam anakku sayang, we should leave back to town dan masih harus ambil laundry (saya ditawari laundry express, lumayan ngurangin cucian bau hahaha), balikin kamera, baru balik ke penginapan. This is definitely long day. We are beat. Rasanya udah enggak kepengen makan. Pengen segera tidur.


Day #6
This is the last day di Banyuwangi. Setelah semalam tidur seperti orang pingsan, pagi-pagi saya mulai packing ulang. Semalam coba packing tapi rasanya masih berantakan. Seperti biasa, pakaian kotor susah diatur sehingga koper jadi gendut. Sarapan pagi saya menghabiskan manga dan buah naga yang dibeli waktu jalan-jalan. Lumayan juga ngenyangin buat nunggu brunch sego tempong (lagi).

Pukul 10 kami dijemput. Selesai check out kami menuju Sego Tempong Mbok Wah. Nah, karena sudah agak siang, lauknya sudah lebih banyak. Jadi saya memilih tambahan ikan goreng dan paru goreng. 4 Porsi sego tempong dengan tambahan lauk plus minum hanya 120K. Kenyang? Banget!!
Dari situ mampir ke Sun Osing, ini salah satu toko oleh-oleh yang jual aneka oleh-oleh khas Banyuwangi, Jember dan sekitarnya. Selain makanan khas seperti bageak (ini kayak kue jahe), bolu kelemben, juga kopi, Banyuwangi memiliki batik dengan beberapa motif khas, seperti gajah oling dan kopi pecah (ini motif kain yang saya kenakan di Kemiren). Saya naksir motif kopi pecah yang warna hitam, sayang enggak saya temukan kainnya, jadi saya beli yang gajah oling aja.

Habis dari Sun Osing saya minta diantar kembali ke Stasiun Karangasem, belum sempat motret dalamnya. Sebentar dari situ kami mampir ke Savana Cake. Ini toko oleh-oleh juga. Makanan khasnya adalah savanna cake, banana cake yang diberi toping. Nama-nama kuenya disesuaikan dengan topingnya mengadopsi keindahan Banyuwangi: Wedi Ireng (cokelat), Blue Fire (peppermint), Java Sunrise (keju), Green Bay (green tea), Red Island (strawberi). Pemiliknya seorang penyanyi dangdut kelahiran Banyuwangi, Fitri Carlina. Rasanya lumayan karena memang saya suka banana cake, walau buat saya ini agak kemanisan.

Kami juga sempat mampir ke Kalilo. Ini sebenarnya bantaran sungai yang dipercantik. Rumah-rumah yang berada di sepanjang sungai dicat warna warni. Sungainya juga relatif bersih. Enggak sebesar yang di Malang, tapi ini cukup menarik dilihat sih.




Finally kami diantar ke Bandara. Di sini saya agak kesal. Pertama karena mineral belerang yang sekuprit itu disita di bandara. Gak boleh dibawa terbang. Yang bikin saya kesel bukan disitanya (ya sudahlah kalau itu aturan), tapi cara petugas yang arogan saat mau bongkar koper. Kedua, bandara ini keren, sayangnya petunjuknya kurang jelas. Saya baru kali ini masuk bandara yang ketika mau shalat harus mutar ke luar gedung lagi. Mushalla tidak terletak di ruang tunggu, tapi berada agak ke bawah di sebelah bangunan utama. Mushalanya juga kurang nyaman. Too bad, padahal bandaranya bagus menurut saya. Tapi sudahlah, kota ini masih bebenah. 



Overall pengalaman kami di sini selama 6 hari menyenangkan. Akses ke lokasi wisata bagus dan mulus, destinasinya cukup lengkap (tinggal ditambah dengan akomodasi makanan yang memadai pasti akan lebih asik), orang-orangnya ramah, dan harganya enggak bikin jantungan.
It’s been the best week ever. Kami lelah sekali tapi perasaan sangat senang. Banyuwangi definitely recommended place to visit.

THE END

Credit: Thanks to Kiki yang udah merelakan liburnya buat nemenin kami muter-muter di Banyuwangi. You are so lucky having such a beautiful home town.

Little recommendation
Kalau mau mengunjungi Desa Kemiren bisa hubungi Mas Eday alias Mas Edy di IG @kangedai. Kalau mau cari mobil buat jalan-jalan muter-muter Banyuwangi dan sekitarnya bisa hubungi Pak Bowo di IG @suhartantowibowo. Untuk penginapan dan tiket saya booking online. Bisa buka beberapa situs booking kalau mau bandingin harganya. Saran: kalau mau jalan-jalan, rencanakan agak jauh biar bisa dapat harga penginapan atau tiket yang agak miring. Saya biasanya booking paling enggak 2 bulan sebelumnya. 

Footage





#exploringindonesia #exploringbanyuwangi #wonderfulindonesia #iloveindonesia #momandson #holiday #ilovetravel