Wednesday, 20 September 2017

Run, Baby Run!!

Road to ITB Ultra Marathon 2017
Semua gara-gara Silver Reunion. Ya, bulan Juli lalu kami merayakan genap 25 tahun kami menginjakkan kaki kami di salah satu institusi terbaik di negara ini, institut cap gajah. Silver Reunion, 25 Tahun 92 ITB. Bukan hanya sekedar bertemu dengan teman-teman lama, bertemu dengan mantan atau mantan calon yang mungkin CLBK alias Cinta Lama Belun Kelar, atau sekedar berkumpul megenang masa-masa kuliah dan berbagai kegilaan serta keseruan lain, reuni ini menyisakan keenganan untuk segera move on.

Keberhasilan panitia silver reunion dalam menyelenggarakan reuni tentu saja menjadi salah satu penyebab utama kegagalan move on tersebut. Hal lain yang juga menjadi sebab kegagalan move on adalah ketika ujug-ujug beberapa teman yang doyan lari ngajakin ikut even ITB Ultra Marathon Oktober mendatang. Jarak tempuhnya enggak kira-kira, 170 km dari Jakarta menuju Bandung. Saya sih nyengir aja, mbayangin kalau nyetir aja bisa sampe 4-5 jam, belakangan bahkan bisa molor sampe 8 jam. Nah ini, jarak segitu ditempuh sambil lari!! Mbayanginnya aja saya udah capek.

Di awal ide ini muncul, responnya masih pada biasa-biasa aja. Hanya beberapa orang saja yang bersedia mengajukan diri sebagai runner. Tapi, sang komandan runner emang persistent dan enggak mudah nyerah. Hasilnya, cukup mengejutkan! Setelah berhasil ngumpulin satu tim runner sebanyak 16 orang untuk relay masing-masing 10.7KM, tiba-tiba muncul peserta lain sehingga akhirnya 92 runner nambah jadi 2 tim! Serius, 2 tim plus 5 runner cadangan akan tergabung dalam Tim Sembilan dan Tim Dua (jadi keingetan nama pasukan pengibar bendera kala Upacara 17 Agustus gak sih? Ring al bell?).

Tapi memang semangat runner ini luar biasa. Enggak pakai waktu lama, setelah tim inti terbentuk, tim supportingnya mulai terbentuk.
Untuk support, enggak kalah hebohnya, teman-teman 92 mulai mengadakan penggalangan dana. Ini juga awalnya kecil-kecilan, tapi lama-lama jadi serius juga. Jersey ITB 92 Runner, emoney edisi Silver Reunion ITB92, sampe wristband yang desainnya khusus dibuatkan oleh salah satu teman (yang juga sukses bikin kita gagal move on abis reuni, gara-gara desain logo reuni yang keren) dibikin dan dijual ke teman-teman 92. Hasilnya, bukan hanya anak 92 yang beli. Ada juga dari angkatan lain yang ikutan beli (selain gara-gara desain yang keren, juga karena kepepet gara-gara semua gerbang tol akan mulai menerapkan GTO sih hahaha). Hasil penjualannya akan digunakan untuk mensupport team. Sementara itu, kelebihannya akan menjadi dana abadi 92 bersama dengan sisa usaha kegiatan reuni lalu.


Hingga saat ini, penggalangan dana sudah berjalan. Team runner giat berlatih untuk menghadapi medan 170 KM yang dibagi dalam 4 katagori: easy-medium-difficult-super difficult. Tim support sedang menyusun rencana untuk mendukung team runner. Saya? Saya juga ikutan lari, tapi sepertinya saya ikut lari dari kenyataan aja lah hahahaha….

92 Runner
Team Leader: Aristian Putra
Tim Sembilan: Kartika, Agung, Yaya, Andi Sabar, Dadan, Aristian, Job Supangkat, Tatit Palgunadi, Trias Adijaya, Julius Sihombing, Bambang, Fajroen Dimaz, Harmu, Irwan Meilano, Dyah.
Tim Dua: Edward Sanusi, Yulie, Wisnu, Andari, Meri Katombo, Darwin, Nurkama, Tri Handoyo, Fajar Hidayat, Imam Furoda, Erwin Rizkiano, Erika, Romy Bastian, Agung S, Elfi
Team Substitue: Job Supangkat, Nurkama, Harmu, Endah, Jeffry


Run, Baby Run!!!!!



Friday, 15 September 2017

Sejuta Rasa Kopi Indonesia

Sejak dulu saya kalau ada kesempatan untuk travelling pasti saya menjajal kuliner yang khas di wilayah itu, termasuk kopinya. Dalam banyak kesempatan, saya senang sekali menikmati minum kopi di warung kopi tradisional. Tempat menikmatinya tentu bukan di cafe yang full ac dengan penyajian yang menawan. Warung kopi ini relatif sederhana dan menyajikan kopi dengan cara yang sangat tradisional, dan tentu saja harganya sangat murah.

Dari yang saya lihat ada sedikit kesamaan dari cara menyeduh kopi di warung-warung ini, hampir semuanya menggunakan saringan kain.  Bedanya ada ukuran yang kecil seperti yang saya temui di Kisaran dan Siantar. Ada juga yang menggunakan saringan berukuran besar seperti yang saya lihat di Aceh.

Dari hasil jalan-jalan itulah saya jadi tahu bahwa kopi Indonesia ini banyak banget ragamnya juga cita rasanya. Cara menyeduh dan cara menikmatinya juga beda. Pun penganan kecil teman menyeruput kopinya juga berbeda-beda.

Di Makassar saya diajak minum kopi di warung kopi yang namanya KopiZone. Di sana saya pesan kopi susu. Kopi yang disajikan adalah kopi toraja. Rasanya? Tentu saja enak banget. Cita rasa kopi toraja yang kuat dipadu dengan creamer dalam bentuk susu evaporated omela itu membuat kopi susu yang disajikan jadi enggak terlalu manis. Buat saya yang lebih suka kopi pahit, ini enak banget.

Di Pontianak saya menikmati segelas kopi hitam. Sayang saya dulu enggak tanya ini kopinya apa. Warung kopi di Pontianak berjejer di sepanjang Jl. Gajahmada. Ada banyak pilihan di sini. Kopi di Pontianak biasa dinikmati dengan sepotong pisang goreng pontianak atau seiris kue bingka.

Di Aceh, saya menikmati kopi susu yang disebut sanger di sebuah warung kopi (saya lupa namanya). Kopi yang disajikan tentu saja aceh gayo. Enaknya jangan ditanya. Yang paling saya suka dari kedai kopi di Aceh adalah atraksi pembuatan kopi tarik khas Aceh. Saya dan Titan sangat menikmati atraksi ini. Segelas sanger lengkap dengan beberapa potong timphan menjadi penutup yang nikmat di hari yang melelahkan.





Di Belitung saya menikmati kopi di Warung Kopi Kong Djie. Warung kopinya kecil dan sederhana. Saat itu saya beruntung karena datang menjelang senja dan empunya tidak sedang sibuk melayani pembeli. Sehingga kami bisa mengobrol. Menurut cerita empunya (yang adalah generasi ketiga pendiri warung kopi Kong Djie), saat saya ke sana beberapa tahun lalu, pemilik warung kopi ini menyampaikan sedang merencanakan membuka coffee shop di Jakarta dengan nama sama, namun tentunya lebih modern.
Dari hasil ngobrol-ngobrol ini saya jadi tahu bahwa susu kental manis paling pas untuk campuran membuat kopi susu bermerek omela. Saya juga jadi tahu bahwa menyeduh kopi itu enggak bisa sembarangan. Hasilnya, setelah menikmati kopi dengan sebutir telur ayam kampung setengah matang, saya juga memboyong sebungkus kopi khas Belitung yang disajikan di Warung Kopi Kong Djie.




Di Siantar ada sebuah warung kopi yang legendaris. Namanya Warung Kopi Sedap. Konon warung kopi ini sudah dijalankan secara turun temurun (katanya ini generasi ketiganya). Warung kopinya sederhana, pun cara menyeduhnya menggunakan saringan kain. Di sini, bukan hanya menjual kopi. Produk andalan lainnya selain kopi adalah roti bakar isi kaya (sarikaya). Saat saya ke sana, saya memesan secangkir kopi susu (saya minta dibuatkan terpisah supaya enggak kemanisan) dan setangkup roti bakar isi kaya. Roti bakar dibuat menggunakan panggangan arang. Ketika disajikan, sama sekali enggak ada bagian yang hangus, matang merata dengan warna kecoklatan. Ketika saya gigit, roti tebal itu terasa sangat renyah. Ketika isian sarikaya menyentuh lidah, langsung saja terasa manis dan legitnya ini kaya. Apalagi olesannya enggak pakai pelit sama sekali, melimpah. Enggak pakai ba bi bu setangkup roti bakar saya tuntaskan dengan cepat. Memang beda tipis antara lapar, doyan, dan rakus hahahaha.







Berbeda dengan yang biasa saya beli di supermarket, isian kaya ini rasanya luarrrr biasa, manis dan gurih dan lumer di mulut. Agaknya sarikaya ini dibuat sendiri, mungkin dengan resep turun temurun. Nah, untuk yang suka produk kaya dan kopinya, pengunjung bisa membeli kaya yang sudah dikemas dalam kemasan plastik dengan harga sekitar 50 ribu untuk kemasan ukuran sekitar 500 gr. Bubuk kopi sedap juga bisa dijadikan oleh-oleh. Harganya hanya 25 ribu untuk 250 gr. Saya tentu saja memboyong keduanya pulang (untuk sarikaya saya membelinya di Toko Roti Ganda yang legendaris yang lokasinya hanya berjarak beberapa meter dari Warung Kopi Sedap). 

Satu lagi warung kopi yang legendaris di Siantar adalah Warung Kopi Koh Tong. Sayangnya, karena waktu yang terbatas, saya tidak sempat mampir ke sana. Namun, saat berada di Bandara Kualanamu saya menemukan salah satu gerainya. Saya mampir ke sana dan memang kopinya enak juga. Sama, saya memesan kopi susu. Namun, saya akhirnya memutuskan untuk tidak menambahkan susu, sehingga bisa  mencicipi kopi hitamnya. Rasanya lebih ringan dari kopi sedap, namun enggak kalah nikmat.

Satu tempat lagi yang punya warung kopi yang khas yang sempat saya kunjungi adalah Warung Kopi Sumber Baru di Kisaran. Saya sama sekali enggak punya referensi tentang warung kopi di Kisaran, yang dilihat sewaktu mampir adalah karena lokasinya yang mudah dilihat dan cukup ramai serta bersih. 
Di sini saya juga memesan kopi susu dan (lagi-lagi) roti bakar isi kaya (saya jatuh cinta dengan rasa kaya yang dibuat di sini). Rasa kopinya berbeda dengan dengan kopi di Siantar, lebih ringan. Kata empunya menggunakan seduhan kopi di warung ini menggunakan biji kopi sidikalang. Rasa kaya-nya lebih ringan dari yang saya nikmati di Siantar, namun tetap saja enggak kalah enak. Jadi, kalau saya buat urutan, ini nomor 2 deh (sampai saya tulis ini, saya belum sempat mencicipi kaya yang saya beli di Toko Roti Ganda di Siantar, urutannya bisa berubah).




 Menikmati aroma harumnya kopi yang baru diseduh dan menyesap rasanya di sebuah warung kopi selalu menyenangkan, juga mengingatkan saya kepada seorang pencinta kopi. Menyenangkan, terlebih ketika mendapat teman ngopi yang juga menyenangkan. Yes, coffee and friends are the perfect blend. Mengingatkan kepada seorang pencinta kopi? Ah itu juga benar. Coffee is pretty much the same as you, makes me smile ....

Wednesday, 6 September 2017

You've Got Mail

Enggak sengaja malam ini menonton kembali film lama yang masih jadi favorit hingga saat ini: You've Got Mail.
Entah kenapa setiap kali menonton film ini selalu teringat masa-masa manis di awal-awal menggunakan email. Bukan hanya itu, film ini juga sempat membuat saya ingin memiliki toko buku khusus buku anak-anak dengan reading corner yang diisi story teller. Sepertinya akan menyenangkan melihat anak-anak asik membaca di pojokan itu. That was one of my dreams.

Saya ingat email adress pertama adalah dari hotmail dan untuk komunikasi langsung alias chating masih pakai MSN dan pertanyaan standar zaman itu saat kenalan di dunia maya adalah: asl please hahahaha.
Pertama saya menggunakan email adalah saat baru saja lulus kuliah. Saya ingat dulu saya mendaftar penpal dan dapat beberapa teman dari mancanegara. Salah satu yang bertahan lama adalah teman dari negeri Jiran berkebangsaan India yang berdinas sebagai pilot di Tentara Biraja.

Tapi bukan itu yang membuat saya senyum sendiri sambil menonton film ini. Adalah seseorang yang sempat dekat (akibat dijodohkan oleh pembimbing saya setelah saya patah hati). Saat dikenalkan, dia sedang menuntut ilmu di mancanegara, sehingga kami berkomunikasi via email dan sesekali telepon. Setiap hari di waktu yang kurang lebih sama, saya pasti menantikan rangkaian kata dari ujung sana. Senang rasanya saat melihat icon email baru muncul saat saya log in. YOU'VE GOT MAIL!! Entah itu cerita keseharian, kesibukan, atau sebaris puisi yang dikirimkan selalu membuat saya tersenyum. Dan tidak sabar juga saya bercerita pengalaman dan keseharian saya. Setiap minggu di waktu yang sama saya juga menantikan dering telepon. Walau hanya beberapa menit berbicara senangnya sudah pakai banget.
Sayangnya, LDR memang sama sekali enggak mudah. Ada banyak blank spaces yang sulit diisi hanya dengan rangkaian kata atau rentetan gambar di layar komputer. Terlebih dulu komunikasi enggak semobile sekarang. Perlu sesuatu yang nyata untuk bisa mengisinya. And those moments has to end.

Walau tidak berakhir happy ending, saya tidak menyesal atau kecewa. That short period of relationship is sweet and quiet memorable. Dan masih membuat saya tersenyum hingga kini. I still could actualy imagine that You've Got Mail icon. And I still smile while watching this movie and listen to all the songs singing in this movie....

Funny how I feel, more myself with you
Than anybody else that I ever knew
I hear it in your voice, see it in your face
You've become the memory that I can't erased

You could have been anyone at all
A stranger falling out of the blue
I'm so glad it was you...

Monday, 4 September 2017

Titan dan Cita-Citanya



Sejak dia bisa bicara mengekspresikan dirinya, cita-cita Titan berubah-ubah, namun konsisten dengan satu hal: mesin, militer, dan sains. Usia 3 tahun, saat pertama kali saya tanya dia ingin jadi apa, jawabannya masih berubah antara pembalap (please deh, sayang...), atau pemadam kebakaran. Untuk bocah penggemar seri Cars serta Thomas and Friends ini, sangat keren jika bisa mengendalikan mobil balap di sirkuit atau berada di tengah kobaran api sambil menyemprotkan selang air dari fire truck yang keren itu. Ini tentu saja tercermin dari pilihan mainannya yang muter-muter antara die cast mobil-mobil berengine besar dan aneka truk, terutama truk pemadam.

Agak besar sedikit Titan mulai suka dengan sains. Rasa ingin tahunya yang tinggi ditambah dengan senangnya dia menonton acara sains di TV plus ketertarikannya pada aneka senjata dan perlengkapan militer membuat dia mengalihkan cita-citanya. Kali ini kalau ditanya jawabannya adalah jadi penemu atau tentara angkatan darat (Nah!!!!). Again, ini semua tercermin dari mainan dan bacaan pilihannya: lego bertema militer, miniatur pesawat, plus buku-buku bertema sains termasuk sains tentang bumi dan aneka perlengkapan militer juga film perang (saya takjub karena salah satu film favoritnya dia adalah Pearl Harbour! Gak bosen-bosen dia mantengin itu film dari awal hingga akhir dan bolak balik minta diceritakan tentang PD1 dan PD2. Terpaksa emaknya nginget2 lagi pelajaran sejarah). Hingga dia duduk di kelas 2 SD cita-citanya konsisten: mau jadi angkatan darat yang sekaligus bisa jadi penemu senjata super canggih (ibu tepok jidat). Well, sayang, boleh-boleh saja sepanjang kamu bisa memberikan kebaikan bagi banyak orang instead of membahayakan. Saat itulah Titan sudah memutuskan harus masuk SMA Tarnus dan masuk akademi militer. Serius sekali dia mempertimbangkan masuk militer hingga pernah suatu kali dia ke toko buku dan berdiri di depan satu rak yang memajang buku persiapan test masuk akademi militer sambil ngotot minta dibelikan. Saya? Tentu saja antara bangga dan mau ketawa. Bangga karena dia serius mempertimbangkan cita-citanya, mau tertawa karena menyadari bahwa Titan masih kelas 2 SD. Still a long way to go and a lot to do to go there. 

Di kelas 3 entah bagaimana ceritanya tiba-tiba dia memutuskan untuk jadi marinir yang bisa menjadi penemu. Beberapa waktu lalu dia bertanya, apakah mungkin jadi marinir tapi juga jadi penemu? Saya bilang sangat mungkin, selama kamu rajin memperkaya pengetahuan dan kemampuan kamu. Dan Titan yang meminta dibelikan satu agenda kecil, menjadikan agendanya itu sebagai Book of Idea, menggambarkan ide-idenya tentang perlengkapan militer yang menurutnya canggih. Dengan penuh semangat ia ceritakan konsep yang ia gambarkan termasuk spesifikasinya.





Ah, anaknya ibu sudah besar. You know, son, apapun cita-citamu akan ibu dukung selama itu untuk kebaikan. Dan jangan takut that I’ll be along every step of the way. Ibu akan selalu doakan dan dukung agar kamu bisa mencapai seluruh harapan dan cita-citamu, menjadi penemu juga militer yang hebat, saleh, cerdas, membawa berkah bagi manusia di sekelilingmu. Jika kelak kamu berubah pikiran dan keinginan, Ibu akan dukung selama itu untuk kebaikan, sesuai dengan ajaran agama serta tidak bertentangan dengan negaramu. Untuk ibu, saat kamu mulai berani berenang menyebrangi kolam dalam tanpa bantuan pelampung dan pelatihmu itu sudah luar biasa. Saat kamu bisa mandiri dalam banyak hal, itu sudah pencapaian yang membanggakan. Dan yakinlah bahwa kamu akan selalu jadi kebanggaan dan kesayangannya Ibu.