Banyuwangi? Ngapain ke Banyuwangi dan bukan ke Bali? Itu
pertanyaan yang saya terima ketika saya memutuskan akan liburan akhir tahun di
Banyuwangi.
Ya, kenapa Banyuwangi?
Here is the story.
Menjelang akhir tahun ini perasaan saya sangat enggak enak,
kind of sad feeling actually. Rasanya saya kehilangan sesuatu yang selama
beberapa waktu belakangan ini membuat hati saya terasa hangat. I need some times
off. I need something untuk mengalihkan kesedihan saya. So, setelah browsing ke
beberapa tempat, plus ada satu staf yang asli Banyuwangi cerita tentang asiknya
di Banyuwangi saya putuskan beli tiket.
First thing, saya cek alternatif perjalanan ke sana. Ada
beberapa pilihan rute dari Bandung menuju Banyuwangi: bisa jalur udara, darat,
atau keduanya. Banyuwangi sudah memiliki bandara. Jadi sudah ada penerbangan ke
sana, transit di Surabaya. Ada beberapa pilihan penerbangan dari Bandung menuju
Banyuwangi. Penerbangan yang langsung ke sana: Citilink, Lion, Garuda. Citilink
saya enggak cek jadualnya (karena baru tahu pas di Banyuwangi). Lion dari
Bandung terbang pagi, transit di Surabaya lalu lanjut ke Banyuwangi, the same
day. Garuda, terbang sore dari Bandung, transit semalam di Surabaya lalu lanjut
ke Banyuwangi dengan penerbangan pukul 05.30 pagi. Berhubung Titan enggak mau
pakai Lion, maka pilihan saya hanya Garuda atau lewat darat. Perjalanan lewat
darat bisa ditempuh dengan kereta api. Tapi lamanya 30 jam. Wah, repot!!!
Akhirnya saya putuskan akan terbang dengan NAM Air ke
Surabaya pukul 06. 00 pagi lalu dilanjutkan dengan kereta Mutiara Timur Siang
(ada 2 perjalanan kereta ke Banyuwangi yang melalui Sidoarjo: Mutiara TImur
Siang dan Mutiara Timur Malam) dari stasiun Sidoarjo. Saya memesan tiket ke
Banyuwangi (tepatnya ke Kaliasem), mengingat itu stasiun terdekat dengan kota.
Tiket done, tinggal penginapan. Banyuwangi sedang bebenah
untuk menjadi destinasi wisata utama, bukan sekedar lokasi transit buat
pelancong domestik yang menuju Bali melalui perjalanan darat. Karena itu ada
banyak pilihan penginapan di Banyuwangi. Namun, kali ini saya ingin sesuatu
yang beda dan menenangkan. So I choose this one instead: Java Sunrise Homestay
dan coba tebak, letaknya hanya sekitar 10 menit jalan kaki dari Stasiun
Kaliasem. Harganya? Sangat amat murah, only 1350k for 5 nights! Perfect. Let’s
packing!!
Day #1
Pukul 03.45 saya sudah terbangun dan langsung mandi serta
bersiap menuju Bandara. Kami sudah siap berangkat, namun yang janji akan antar
kami ke bandara enggak ada kabar dan enggak bisa dihubungi sama sekali,
sementara waktu sudah hampir jam 05.00. Rasanya saya jantungan. Penerbangan NAM
Air (btw, NAM Air yang dulu ada di bawah Sriwijaya Grup sekarang diakusisi
Garuda, saya baru tahu ketika web check in ditanya apakah sudah jadi member
GFF. This is cool, bisa nambah poin GFF dari Garuda, Citilink, dan NAM Air!)
pagi selalu ontime. Pengalaman saya jam 5.30 paling telat kami sudah harus
boarding sementara antri masuk di Bandara Husein itu selalu nyebelin. Lambat!
Buru-buru saya pesan taksi online, lucky us ada yang abis
ronda masih kelayapan dan bersedia ngebut ke Bandara. Jam 05.15 kami berhasil
tiba di Bandara, dan antrian masuk juga pendek, rupanya sekarang masuk enggak
pakai cek x ray lagi (lagian aneh, kenapa juga harus 2x, mana lambat pula). Proses
check in lumayan cepat, karena sebenarnya tinggal ngedrop bagasi. Pukul 05.25
akhirnya ada kabar: ketiduran. I don’t know apakah harus marah, sedih atau
kecewa. Tapi, sudahlah, enggak ada waktu mikirin ini karena sudah dipanggil
boarding. We run straight to the plane, karena sudah dipanggil boarding.
Fiuhhh…let’s the trip begin, Ran.
Penerbangan pagi ini cukup nyaman, sekalipun udara agak
mendung tapi enggak terlalu bumpy. Pukul 07.30 kami sudah landing. Selesai
urusan bagasi kami menuju ke luar cari taksi buat ke stasiun. Nah, ini kesalahan
pertama hari ini yang agak jengkelin. Saya pesan taksi di counter resmi,
rupanya itu taksi carteran, sehingga jatuhnya mahal banget karena dihitung per
zona. Udah kadung akhirnya pesan salah satu vendor taksi yang lebih murah
(dengan perusahaan taksi biru itu selisih harganya 100k!). Ya sudah kami ke
stasiun pakai mobil carteran dengan tarif 150K (padahal kalau pakai taksi
konvensional paling 50k). Next time jangan buru-buru, bisa cari info dulu di
bandara sebelum mesan taksi!
Kesalahan kedua adalah kami enggak sarapan dan enggak belok
dulu ke tempat sarapan padahal ada soto surabaya enak dekat bandara. Sopirnya
baru bilang setelah kita mau nyampe (kesal!!). Jadilah kami kepagian sampe
stasiun. Udah gitu karena masih lebih dari satu jam menjelang keberangkatan,
kami enggak bisa masuk stasiun. Stasiun Sidoarjo ini kecil mungil tapi ramai
banget. Jadinya kami duduk menunggu di luar. Enggak terlalu nyaman karena itu
selasar dekat pintu kedatangan penumpang, jadi ramai banget serta agak-agak bau
got. Mau makan ternyata enggak ada tempat makan yang deket. Bah! Terpaksalah
kami makan roti sebelahnya got.
1.5 jam kami menunggu, akhirnya bisa masuk stasiun juga. Di
dalam sama ramainya. Ternyata kami satu kereta dengan mas-mas yang duduk
sebelah kita di pesawat. Dia juga yang memberikan tempat duduknya di kursi
tunggu stasiun karena ruang tunggunya sudah penuh. Alhamdulillah masih ada anak
muda yang berbudi pekerti baik. Ketika saya tanya dia mau menuju Jember.
Agaknya mahasiswa yang mau mudik liburan.
Tak lama kereta datang. Alhamdulillah, kami berangkat lebih
cepat dari perkiraan. Keretanya bersih dan nyaman. Kami beli tiket eksekutif.
Nyaman dan lega banget. Jalur di sepanjang perjalanan juga lumayan bagus, jadi
enggak terlalu bosan. Dibandingkan dulu, makanan di kereta sekarang juga lebih
baik dari segi rasa maupun penampilan. Karena belum sarapan, jadi kami brunch
di kereta. Titan mesan nasi goreng dan cokelat panas, saya mesan nasi rames dan
air mineral. All for 83K. Tapi itu belum cukup ketika sejam kemudian petugas
restorka jalan-jalan menawarkan mie rebus yang hard to resist hahaha.
Menjelang Jember hujan turun. Wahhh awal perjalanan sudah
gloomy begini. Tinggal sekitar sejam lagi kami tiba di Banyuwangi. Kiki (staf
yang asli Banyuwangi) mengabari kalau sejak hari Minggu Banyuwangi diguyur
hujan deras. Hari Minggu malah hujan turun sudah sejak pagi.
Pukul 15.05 kami tiba di Karangasem saat gerimis masih
turun. Tak lama kami dijemput dan langsung menuju penginapan. Homestay tempat
kami akan tinggal selama di sini hanya berjarak sekitar 700m dari stasiun.
Posisinya di dalam gang di tepi sawah. Kamar kami tepat berbatasan dengan sawah
di samping dan belakang. Hmmm…kayaknya damai bener nih. Tempat tidur
dikelilingi kelambu (hahaha seumur umur kami baru tidur pakai kelambu. Lucu nih
kayaknya.
Rencananya sore ini kami akan makan ayam betutu, tapi sudah
enggak mungkin nyebrang ke Gilimanuk. Akhirnya Pak Bowo, our driver, bawa kami
ke Ayam Betutu Mbak Timah di Klatak. Tempatnya kecil tapi ramai banget. Kami
memesan satu ekor ayam betutu goreng. Dan ketika disajikan, ayam betutu dari
ayam kampung yang empuk banget dengan bumbu meresap sampe ke dalam dilengkapi
lalapan bayam rebus dan kol, plus kacang tanah goreng langsung kami santap. Rasanya?
Wahhh, warbyasahhhhh. Pertama makan ayam betutu yang basah di Bali saya enggak
suka, sehingga malas lagi makan ayam betutu. Tapi yang ini? Sedap benerr, saya
nambah nasi sampai 2x (ini lapar, kalap, apa doyan?). Titan, walau agak
kepedesan tapi dia menghabiskan nasi dan ayamnya. Dia bilang enak banget.
Could’t agree more, Son!
Abis itu kami jalan-jalan ke Pantai Boom yang ada di kota.
Pantai ini salah satu tempat nongkrong warga. Sekalipun pasirnya hitam (katanya
di sini khasnya, pantai yang di kota pasirnya hitam), tapi cukup bersih dan
cukup nyaman. Di seberang berbatasan dengan Bali, sementara di belakang kami
dipagari Gunung Ijen dan Gunung Raung yang menjulang. Cuaca agak mendung tapi
tetap terlihat cantik.
Dari sana kami kembali ke homestay, tapi mampir dulu pengen
nyicip tahu walik. Tahu walik ini tahu sejenis tahu pong yang sudah digoreng,
lalu dibalik dan diisi adonan sejenis isian batagor lalu digoreng hingga
kering. Harganya 7k per porsi (saya lupa isinya 10 apa 20), dilengkapi dengan
sambal kacang. Rasanya enak banget ternyata, apalagi kalau dinikmati
hangat-hangat. Kata Titan maap ya, Titan ngabisin banyak hahahaha.
Kembali ke penginapan kami mandi (tetep ada air panas koq),
dan bersiap tidur. Di kamar enggak ada tv jadi yang kami dengarkan sepanjang
malam adalah suara nyanyian kodok dan jengkerik. Heaven!!!
Day #2
Bangun pagi karena suara pengajian dari masjid. Ah, di
Bandung saya jarang dengar ini karena kebanyakan suara lain. Abis shalat Subuh
saya ke luar, ternyata sudah benderang!
![]() |
Sunrise kesiangan dari samping kamar |
Kami mandi dan bersiap sarapan. Titan
pengen mie goreng, ternyata yang disajikan adalah indomie goreng. Waduuuh,
kacau. Titan mah senang saya yang pusing, gawat ini. Sarapan enggak kami
habiskan karena too greasy dan kayaknya terlalu berat. Tapi secangkir kopi
hitam kental cukup bikin mata saya melek. Oke, kita berangkat.
Tujuan pertama pagi ini Djawatan. Lokasinya di Benculuk,
Kec. Cluring. Perjalanan kami tempuh sekitar 45 menit dari penginapan. Area milik
perhutani yang ditanami dengan pohon trembesi ini awalnya adalah tempat numpuk
kayu jati yang sudah ditebang. Dengan penataan, pohon-pohon trembesi yang
usianya udah tua ini jadi lokasi yang instagramable banget. Saya membayangkan
kalau cuaca cerah, sinar matahari pagi yang menembus celah-celah pohon akan memberikan
efek yang keren banget. Berhubung cuaca pagi ini masih sendu, matahari masih
malu-malu banget sehingga efek itu enggak kami dapat. But, still, tempat ini
keren abis.
Puas foto-foto di sini kami lanjut ke Taman Nasional Meru
Betiri yang sebenarnya berada di wilayah Kabupaten Jember, tapi aksesnya bisa
dari Banyuwangi. Perjalanan ditempuh sekitar 1.5 jam melalui hamparan kebun
buah naga dan jeruk di sepanjang jalan. Banyuwangi memang salah satu produsen
utama buah naga dan jeruk di Pulau Jawa. Saya sempat beli 3kg buah naga
kualitas supermarket dengan harga hanya 9k/kg! Murah dan rasanya enak. Katanya,
yang jenis ini hanya menggunakan pupuk alami, tanpa urea.
Akses jalan ke Meru Betiri surprisingly cukup mulus. Hanya
sedikit jalan yang berlubang. Sampai di gerbang kami beli tiket masuk seharga
7.5k/orang dan tiket mobil seharga 10k. Perhentian pertama adalah Pantai
Rajegwesi. Pantai berpasir putih ini adalah salah satu tujuan wisata warga.
Dari Rajegwesi kami menuju Teluk Ijo. Ada 3 pilihan rute menuju ke Teluk Ijo:
lewat air dengan harga tiket perahu 35k/org pulang pergi, tracking sekitar 2KM
lewat jalan setapak, atau pakai ojek motor dengan harga 10k/ trip. Tentu saja
kami pilih lewat air. Setelah urusan tiket selesai, kami naik ke perahu yang sudah
ditunjuk pengelola (enaknya semua resmi sehingga enggak ada pungli). Perahu
segera bergerak membelah pantai yang ternyata ombaknya cukup besar. Pakaian
kami basah kuyup terguyur ombak. Sementara Kiki berdoa banyak-banyak (rupanya
dia trauma naik perahu karena pernah mati mesin di tengah-tengah laut!). Menjelang
Teluk Ijo saya jadi tahu dari mana teluk ini dapat nama, airnya memang hijau
tosca gelap. Luar biasa cantik. Sekalipun teluk, namun ombak di sini cukup
besar, sehingga pengunjung dilarang berenang. Agak lama kami main-main di sini
sambil menunggu antrian perahu kembali ke Rajegwesi. Pantai pasir putihnya
lembut untuk diinjak, udah gitu bersih pula.
Kembali ke Rajegwesi kami cari makanan. Alhamdulillah ada
satu tempat makan yang menyajikan makanan cukup variatif. Saya mesan 2 ekor
ikan goreng, 2 porsi udang, nasi, minuman, 2 porsi capcay hanya habis 96K! Udah
gitu rasanya juga enak banget. Puas deh.
Sebenarnya kami ingin lanjut ke Sukamande melihat
penangkaran penyu. Jaraknya sekitar 8KM dari Rajegwesi. Namun, akses ke sana
enggak boleh dilalui kendaraan pribadi, jadi harus sewa jeep seharga 800k.
Mahal banget, akhirnya saya putuskan batal saja
Perut kenyang kami lanjutkan perjalanan ke Pantai Pulau
Merah. Pulau Merah ini sebenarnya adalah gundukan tanah yang mengandung mineral
tembaga yang karena teroksidasi sehingga tanahnya berwarna merah. Karena musim
hujan, tanah merahnya jadi enggak kelihatan, ketutupan tumbuhan jadi hijau. Di
area ini juga kabarnya terdapat cadangan emas. Cadangan emas yang luar biasa
besar ini letaknya ada di bawah laut.
Oke, kembali ke Pantai Pulau Merah. Pantainya berpasir
putih, halus, dan ramai banget. Ombak yang enggak terlalu besar memungkinkan
pengunjung untuk berenang, selama tidak melewati batas aman yang sudah ditetapkan.
Untuk menjaga pengunjung berenang di lokasi aman, penjaga pantai mengawasi dari
menara pengawas dan mengingatkan secara kontinu agar pengunjung berada di zona
renang (jangan bayangkan life guard seperti Baywatch ya).
Hari ini saya meminta diantar untuk makan ikan bakar di
Blimbingsari. Di sini kami beli 1.5kg ikan seharga 140K. Ikannya lumayan
sebenarnya, tapi tempat enggak recommended. Banyak serangga dan agak berbau
kutu busuk. Saya jadi enggak tenang dan Titan makan sambil kuatir. Kami kembali ke Penginapan saat hari sudah
sangat gelap. Time to sleep listening to the voice of the singing frog.
To be continued ...
#exploringindonesia #exploringbanyuwangi #wonderfulindonesia #iloveindonesia #momandson #holiday #ilovetravel
Bayar Pakai Dengan Pulsa AXIS XL TELKOMSEL
ReplyDeleteAnda Dapat Bermain Setiap Hari dan Selalu Menang Bersama Poker Vit
Capsa Susun, Bandar Poker,QQ Online, Adu Q, dan Bandar Q
Situs Situs Tersedia bebebagai jenis Permainan games online lain
Sabung Ayam S1288, CF88, SV388, Sportsbook, Casino Online,
Togel Online, Bola Tangkas Slots Games, Tembak Ikan, Casino
Terima semua BANK Nasional dan Daerah, OVO GOPAY
Whatsapp : 0812-222-2996
POKERVITA