Day#3
Hari ini kami sarapan nasi goreng. Its gonna be a long day.
Kami mau menuju Alas Purwo. Sebelum ke sana kami beli makanan untuk makan
siang. Pengalaman kemarin cari makan yang proper di tempat wisata agak sulit,
jadi lebih baik bawa makanan. Kami beli makanan di warung nasi yang pagi itu
sudah buka dengan makanan yang sudah lengkap. Nasi, perkedel ikan (ini ikan
kecil-kecil disalut tepung lalu dibentuk kepalan dan digoreng kering), perkedel
jagung dan kentang, cumi dimasak pedas, pepes tuna hanya seharga 67k! Saya
sampe nanya 2x memastikan kuping saya enggak salah dengar. Wah, ini duit segitu
bisa buat makan 4-5 orang!
Oke, lanjut. Perjalanan ke TN Alas Purwo sangat lancar.
Jalanan mulus lusss, dengan pemandangan cantik antara kebun buah naga, jeruk,
dan hutan jati sangat memanjakan mata. Hanya satu saja yang rada masalah: susah
sinyal. Pokoknya begitu meninggalkan area kota, sinyal mulai timbul tenggelam.
Untuk menghemat baterai ponsel selalu saya set flight mode. Kalau enggak boros
banget, mending buat foto-foto aja.
Jalanan ke Alas Purwo sepi
banget. Saking sepinya bisa foto2 di tengah jalan hahaha. Pemandangan
indah di sepanjang jalan bikin kami sering berhenti hanya untuk memandang atau
foto-foto. Sekitar 1.5 jam perjalanan
akhirnya kami tiba di gerbang masuk Taman Nasional Alas Purwo (Alas means
hutan, Purwo means old). Tiket masuk ke TN Alas Purwo hanya 5k/orang dan tiket
masuk mobil 10k. Area seluas 40 ribuan hektar ini adalah habitat utama Banteng,
monyet abu-abu, merak, juga rusa. Pantainya menjadi area bertelur bagi beberapa
jenis penyu: penyu hijau, penyu abu-abu, penyu belimbing, dan penyu sisik. Sekitar
80 ekor banteng pernah ditemukan ada di area ini. Banteng-banteng ini biasanya
berkumpul di Savana Sadengan pada pagi dan sore hari untuk makan. Jadi, hari
ini perhentian pertama kami adalah Sadengan.
Saat tiba di sana kami melihat
sekelompok banteng sedang merumput. Berdasarkan keterangan dari petugas, hari
ini kami cukup beruntung karena dua hari terakhir ini enggak ada satu ekor
bantengpun yang datang ke Sadengan. Senangnya memandangi banteng di savanna
yang lumayan luas ini. Pengunjung hanya boleh memandang dari balik pagar
pembatas atau dari atas menara pandang. Sadengan cukup luas langsung berbatasan
dengan hutan. Selain banteng di Sadengan kami juga melihat rusa serta beberapa
ekor merak. Nah, tepat tanggal 27 Desember TN Alas Purwo mengadakan acara
pelepasliaran merak ke alam bebas. Eniwei,
fasilitas di TN Alas Purwo ini lumayan lengkap dan terjaga. Toilet relative
mudah ditemukan dan bersih (kecuali yang ada di bangunan baru yang belum sempat
digunakan di dekat gerbang masuk, enggak recommended banget).
![]() |
Sadengan Panoramic |
Puas memandangi Sadengan yang cantik, kami menuju Pantai
Pancur. Konon pantai ini dapat nama dari sungai air tawar yang ada di dekat
pantai. Menurut cerita mata air ini dulu sering dikunjungi Presiden pertama RI.
Dari Pantai Pancur kami trekking ke Gua Istana. Kalau lihat petunjuk jaraknya
sekitar 1.7K. Tapi dari GPS ternyata sekitar 1.95K. Jalur selebar sekitar 2m menuju
ke sana cukup baik dan enak dilalui. Hanya beberapa tempat yang agak tergenang
air (mengingat hujan turun selama 2 hari berturut-turut). Jalurnya juga cukup
landai, hanya nanjak tipis sehingga enggak sulit dilalui. Titan sempat
ngomel-ngomel tapi akhirnya dia berhasil juga. Ini latihan buat ke Ijen besok,
Tan.
Menjelang mulut gua kami dikejutkan oleh beberapa ekor
monyet abu-abu yang mendesis-desis ingin menyerang. Kami langsung melangkah
mundur, seram. Beberapa bapak penebang kayu memberi kami potongan bamboo untuk
mengusir dan kasih tahu kalau mereka mengincar makanan. Ternyata saya menyimpan
potato chips di saku samping tas, dan mereka berusaha merebut itu. Menyebalkan.
Saya pindahkan itu potato chips dan problem solved. Tongkat tambahan kami
gunakan sebagai senjata pengusir. Banyak monyet abu-abu di mulut gua Istana dan
jujur aja menakutkan lihat gigi mereka yang kecil-kecil itu. Kami enggak
lama-lama di Gua Istana. Di dalam ada beberapa pengembara yang tidur. Katanya
sih ini salah satu dari 3 gua di daerah Alas Purwo yang sering didatangi orang
yang mau mencari wangsit.
Perjalanan pulang ke Pantai Pancur relatif lebih mudah
karena jalannya lebih turun. Jadi kami jalan cukup cepat sampai dikomentari
rombongan pengunjung lokal yang kami lewati di perjalanan. Tiba di parkiran
kami langsung makan. Makan siang yang kami beli tadi pagi rasanya cukup enak
dan ternyata berlebih banget.
Dari Pantai Pancur sebenarnya kami bisa menuju G Land alias
Pantai Plengkung. Sayangnya ke sana enggak boleh pakai kendaraan sendiri, harus
sewa trooper seharga 250k atau jalan kaki sejauh 7.5K. Plengkung adalah salah
satu pantai dengan ombak terbaik dunia yang banyak digunakan untuk selancar.
Kami enggak ke Plengkung karena ternyata di Alas Purwo ada penangkaran Penyu,
tepatnya di Ngagelan. Ini lebih menarik. Jadi, selesai makan siang kami menuju
Ngagelan. Letaknya seitar 5K dari arah gerbang masuk TN Alas Purwo. Kalau dari
arah Pantai Pancur kami belok kiri masuk hutan sejauh 5K. Jalur masuknya
relatif besar, cukup untuk 1 mobil dan motor. Jalan ke sana relatif sepi (siapa
juga yang mau keluyuran ke sini). Kami melalui jalan tanah yang dipadatkan,
jadi bukan jalur berbatu yang bikin badan sakit. Di kiri kanan jalan dinaungi
pohon-pohon besar yang bikin suasana jadi teduh. Cahaya matahari menerobos
celah-celah dedaunan membuat bagian perjalanan ini terasa magical.
Sampai di Ngangelan, kami langsung bertemu dengan penjaga
penangkaran. Di Pantai Ngangelan ini jadi lokasi bertelur 4 jenis penyu. Dari
data yang dikumpulkan penyu yang paling banyak bertelur dan paling banyak
survive adalah penyu abu-abu. Petugas penangkaran bercerita bahwa musim penyu
bertelur adalah sekitar bulan Juni dan Juli. Begitu musim penyu bertelur
petugas akan segera memindahkan telur-telur penyu ke tempat yang lebih aman
sebelum dijarah monyet, anjing, atau manusia. Setelah 45 hari telur akan
menetas menjadi tukik. Dari petugas juga kami jadi tahu bahwa penyu belimbing
tidak bisa dibiakkan di penangkaran.
Begitu jadi tukik harus segera dilepas ke laut bebas.
Kami diajak melihat kolam pemeliharaan tukik. Ada 9 ekor
tukik dan sekitar 20 butir telur penyu yang tersisa dari musim sebelumnya.
Sengaja disisakan supaya ada yang bisa ditunjukkan saat ada pengunjung ke sini.
Petugas menjelaskan bahwa jenis kelamin penyu baru bisa diketahui setelah
usianya mencapai dewasa, sekitar 15 tahun. Penyu yang ditetaskan di sini diberi
tagging, sehingga bisa diketahui pergerakannya, juga dikenali saat kembali
bertelur di tempat ia ditetaskan. Ah, senangnya dapat banyak ilmu. Titan enggak
berhenti nanya dan pak petugas menjelaskan dengan sabar. Semoga penyu-penyu ini
tetap bertahan dan populasinya enggak semakin berkurang. Jika melihat penjelasan
bahwa daya survivenya relatif rendah, sehingga populasi penyu sulit bertambah.
Puas di Ngangelan kami melanjutkan perjalanan ke hutan
mangrove Bedul. Lokasinya 7K dari Ngagelan melalui jalur dalam hutan yang tadi.
Jadi total kami menempuh 12K ke dalam hutan. Jalurnya masih sama hanya agak
sempit. Agaknya jalur ini jarang dilalui kendaraan, sepanjang jalan kami banyak
berhenti dan turun untuk menyingkirkan dahan-dahan yang agak besar karena
kuatir membentur bagian bawah mobil. Enggak terlalu lama kami sudah tiba di Pos
Penjagaan Hutan Mangrove Bedul. Guess what, rute kami terbalik! Hahahaha.
Mestinya kami masuk dari daratan di seberang, lewat pos
pembelian tiket lalu menyeberang pakai perahu ke sini. Tapi sudahlah enggak
apa-apa. Berhubung jalan memutar terlalu jauh, akhirnya kami putuskan bahwa
mobil akan menunggu di sini sementara kami menyeberang ke hutan mangrove. Kami
menyeberang bersama beberapa orang yang menjajakan ikan pakai sepeda. Perahu
yang kami tumpangi sebenarnya 2 perahu yang digabungkan. Tarif penyeberangan
7.5k pulang pergi per orang. Sepanjang jalan kami mendengarkan obrolan para
bapak dengan yang mengemudikan perahu sekalipun saya hanya mengerti satu dua
patah kata saja. But, its peacefull. Suasananya hening sekali. Hanya suara
mesin perahu menimpali obrolan mereka. Hutan mangrove Bedul ini masih termasuk
kawasan TN Alas Purwo, tepatnya di antara Plengkung dan Grajagan. Bagian
daratannya berbatasan dengan wilayah permukiman penduduk. Sepanjang kami jalan
kaki banyak terlihat kepiting bakau dan ikan yang hidup di daerah lumpur (katanya
ikan yang punya “kaki” ini disebut ikan bedul, itu sebabnya hutan mangrove ini
namanya Hutan Mangrove Blok Bedul). Area hutan ini seluas sekitar 2300 ha,
membentang sejauh sekitar 16K. Selama di sana saya banyak melihat burung
bangau, dan memang burung bangau adalah salah satu jenis burung yang menghuni
wilayah ini. Hewan lain yang bisa ditemui di sini antara lain biawak, monyet,
elang laut, dan belibis.
Lepas dari sana kami kembali menempuh jalur hutan tadi untuk
kembali ke Banyuwangi. Rencananya kami akan mengunjugi Desa Kemiren. Tapi
sampai sana hari sudah gelap, jadi kami mampir di warung kemangi menikmati
aneka jajanan khas Banyuwangi: serabi, kue kelemben (yang bentuknya kayak
kura-kura), kue cucur yang masih hangat, gedang (pisang) goreng ditemani
secangkir kopi khas Banyuwangi. Kami juga ngobrol-ngobrol sama Mas Edy, Ketua
Pokdarwis Desa Kemiren. Kami janjian besok akan ke sini lagi melihat rumah adat
Osing. Dari Kemiren kami makan soto Surabaya yang sedap banget. Setelah kenyang
kami kembali ke penginapan.
Day #4
Hari ini agak santai, hanya akan ke Desa Kemiren trus beli
oleh-oleh ke Muncar. Jam 8 pagi kami udah nongkrong di Kantor Desa Kemiren
janjian sama Mas Edy. Kami langsung ke menuju rumah adat Osing. Suku Osing atau
Using ini adalah salah satu suku asli Banyuwangi yang diyakini berasal dari
Blambangan yang tersebar di wilayah tengah dan timur, antara lain Kec.
Rogojampi, Glagah, dan Banyuwangi Kota. Desa Kemiren sendiri berada di Kecamatan
Glagah. Orang Osing menyebut dirinya sebagai Wong Jawa Kulon. Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi menetapkan Suku Osing ini sebagai desa adat yang harus
tetap mempertahankan nilai-nilai adat dan budaya Suku Osing. Dari cerita Mas
Edy, kami tahu bahwa Pemkab memang fully support. Setiap tahun ada 5 rumah yang
diajukan untuk direnov bagian fasadnya menggunakan fasad rumah adat Osing.
Ada beberapa hal unik yang kami temui di sini, misalnya
dalam hal bahasa. Suku Osing banyak menggunakan diftong “ai”, misalnya: kopi
dibaca kopai, bengi jadi bengai. Tradisi lain yang unik adalah tumpeng sewu.
Acara ini diadakan sekitar bulan Dzulhijah dengan tujuan untuk menolak bala.
Makanan yang disajikan biasanya pecel pithik (ayam panggang yang dibumbui
kelapa serut dan bumbu khas Osing). Satu lagi kebiasaan yang masih dilakukan
warga Osing adalah nginang. Saya bertemu dengan salah satu penduduk yang
usianya sudah sangat sepuh. Berdasarkan hitung-hitungan, usianya lebih dari 90
tahun tapi masih sangat bugar. Pendengaran dan penglihatannya masih baik, juga
ingatannya. Namanya Mbah Umi. Menurut keterangan dari beberapa warga, Mbah Umi
ini sekarang yang paling sepuh. Sebelumnya ada warga yang paling sepuh
meninggal di usia 125 tahun!
Sebagian besar warga Desa Kemiren bermata pencarian sebagai
petani. Jadi ketika kami datang desanya relatif sepi. Di Desa Osing kami
berkunjung ke rumah Ibu Nur. Ini sudah menjadi tradisi, jika ada pengunjung ke
desa Kemiren akan diterima di rumah salah satu warga. Rumah warga Osing punya
kekhasan sendiri. Bangunannya terdiri atas 3 bagian: depan (teras), tengah
(tempat menerima tamu), bagian dalam untuk kegiatan keluarga (ruang tidur) dan
dapur. Setiap bagian dibatasi dinding.
Di rumah Bu Nur, kami dijamu dengan penganan khas Osing:
kerupuk sego (kerupuk nasi, gendar), keripik pisang, dan secangkir kopai. Nah, di
sinilah saya usaha keras banget supaya enggak ngabisin itu kerupuk sego sampai
tandas, rasanya enak banget hahaha.

Osing ini punya baju khas, kalau yang cowok pakai baju
pangsi warna hitam dan dilengkapi udeng (sejenis ikat kepala), sementara yang
wanita mengenakan kain dan kebaya hitam model kutu baru. Mas Edy membawakan
kami baju itu untuk kami coba kenakan. Untungnya pas. Nah, waktu mau buat foto
pencitraan mukul lesung (dulu sih beneran dipakai buat numbuk beras atau
membuat tepung, sekarang digunakan untuk bagian dari hiburan musik lesung), eh
ibu-ibu yang lagi pada ngobrol malah ikutan pegang lesung, jadilah kami
bareng-bareng mukul lesung. Nah, kalau yang ibu-ibu sih pakemnya bener, kalau
saya jelas buat kacau hahaha.
Setelah ngobrol-ngobrol dengan warga, kami pamit menuju ke pengolahan kopi Jaran Goyang.
Di sini saya menikmati sajian ketiga kopi khas Banyuwangi. Berhubung hari sangat panas, maka pilihan cold brew rasanya sangat tepat. Sambil ngobrol, kami jadi tahu bahwa UMKM sangat disupport oleh pemerintah daerah. Contohnya dalam hal pembuatan logo dan desain kemasan, Pengolahan kopi ini disupport dalam membuat desain kemasannya. Kami melihat perubahan kemasan kopi Jaran Goyang dari masa ke masa.
Ada tiga jenis kopi di sini: arabika, arabika lanang, dan robusta. Untuk oleh-oleh saya membeli kopi arabika.
Eniwei, cukup lama kami duduk di Kemiren. Menyenangkan lama-lama di sini. Rasanya damai. Terima kasih, Mas Edy yang sudah
antar kami ke sini.
Dari Kemiren kami cari makan, diajak makan rujak soto. Jujur
awalnya saya worry banget dengar namanya rujak soto. Kayak apaan coba. Rupanya,
ini sejenis pecel/lotek pakai petis lalu disiram dengan kuah soto ayam.
Rasanya, lumayan sedap, bumbu kacangnya jadi berkuah dan gurih. Titan sih
nyaris abis makan ini hahaha.
Setelah makan kami ke Muncar, pengen beli ikan asin.
Pelabuhan Muncar ini adalah salah satu pelabuhan nelayan. Di sini tersedia ikan
asin dan ikan segar. Saya beli ikan asin jambal, rebon dan teri. Harganya wahh
bikin ngiler. Ikan asin jambal di sini harganya cuman 60K sekilo. Coba kalau
beli di Bandung hihihi.
Dari Muncar kami diantar kembali ke penginapan untuk
istirahat. Malam nanti kami akan naik ke Ijen. Jadi, berupaya banget buat tidur
supaya enggak ngantuk nanti malam.
Still to be continued ...
#exploringindonesia
#exploringbanyuwangi #wonderfulindonesia #iloveindonesia #momandson #holiday
#ilovetravel
Bayar Pakai Dengan Pulsa AXIS XL TELKOMSEL
ReplyDeleteAnda Dapat Bermain Setiap Hari dan Selalu Menang Bersama Poker Vit
Capsa Susun, Bandar Poker,QQ Online, Adu Q, dan Bandar Q
Situs Situs Tersedia bebebagai jenis Permainan games online lain
Sabung Ayam S1288, CF88, SV388, Sportsbook, Casino Online,
Togel Online, Bola Tangkas Slots Games, Tembak Ikan, Casino
Terima semua BANK Nasional dan Daerah, OVO GOPAY
Whatsapp : 0812-222-2996
POKERVITA