Tuesday, 1 January 2019

EXPLORING BANYUWANGI Part II

...


Day#3

Hari ini kami sarapan nasi goreng. Its gonna be a long day. Kami mau menuju Alas Purwo. Sebelum ke sana kami beli makanan untuk makan siang. Pengalaman kemarin cari makan yang proper di tempat wisata agak sulit, jadi lebih baik bawa makanan. Kami beli makanan di warung nasi yang pagi itu sudah buka dengan makanan yang sudah lengkap. Nasi, perkedel ikan (ini ikan kecil-kecil disalut tepung lalu dibentuk kepalan dan digoreng kering), perkedel jagung dan kentang, cumi dimasak pedas, pepes tuna hanya seharga 67k! Saya sampe nanya 2x memastikan kuping saya enggak salah dengar. Wah, ini duit segitu bisa buat makan 4-5 orang!

Oke, lanjut. Perjalanan ke TN Alas Purwo sangat lancar. Jalanan mulus lusss, dengan pemandangan cantik antara kebun buah naga, jeruk, dan hutan jati sangat memanjakan mata. Hanya satu saja yang rada masalah: susah sinyal. Pokoknya begitu meninggalkan area kota, sinyal mulai timbul tenggelam. Untuk menghemat baterai ponsel selalu saya set flight mode. Kalau enggak boros banget, mending buat foto-foto aja.




Jalanan ke Alas Purwo sepi  banget. Saking sepinya bisa foto2 di tengah jalan hahaha. Pemandangan indah di sepanjang jalan bikin kami sering berhenti hanya untuk memandang atau foto-foto.  Sekitar 1.5 jam perjalanan akhirnya kami tiba di gerbang masuk Taman Nasional Alas Purwo (Alas means hutan, Purwo means old). Tiket masuk ke TN Alas Purwo hanya 5k/orang dan tiket masuk mobil 10k. Area seluas 40 ribuan hektar ini adalah habitat utama Banteng, monyet abu-abu, merak, juga rusa. Pantainya menjadi area bertelur bagi beberapa jenis penyu: penyu hijau, penyu abu-abu, penyu belimbing, dan penyu sisik. Sekitar 80 ekor banteng pernah ditemukan ada di area ini. Banteng-banteng ini biasanya berkumpul di Savana Sadengan pada pagi dan sore hari untuk makan. Jadi, hari ini perhentian pertama kami adalah Sadengan. 






Saat tiba di sana kami melihat sekelompok banteng sedang merumput. Berdasarkan keterangan dari petugas, hari ini kami cukup beruntung karena dua hari terakhir ini enggak ada satu ekor bantengpun yang datang ke Sadengan. Senangnya memandangi banteng di savanna yang lumayan luas ini. Pengunjung hanya boleh memandang dari balik pagar pembatas atau dari atas menara pandang. Sadengan cukup luas langsung berbatasan dengan hutan. Selain banteng di Sadengan kami juga melihat rusa serta beberapa ekor merak. Nah, tepat tanggal 27 Desember TN Alas Purwo mengadakan acara pelepasliaran merak ke alam bebas.  Eniwei, fasilitas di TN Alas Purwo ini lumayan lengkap dan terjaga. Toilet relative mudah ditemukan dan bersih (kecuali yang ada di bangunan baru yang belum sempat digunakan di dekat gerbang masuk, enggak recommended banget).

Sadengan Panoramic



Puas memandangi Sadengan yang cantik, kami menuju Pantai Pancur. Konon pantai ini dapat nama dari sungai air tawar yang ada di dekat pantai. Menurut cerita mata air ini dulu sering dikunjungi Presiden pertama RI. 





Dari Pantai Pancur kami trekking ke Gua Istana. Kalau lihat petunjuk jaraknya sekitar 1.7K. Tapi dari GPS ternyata sekitar 1.95K. Jalur selebar sekitar 2m menuju ke sana cukup baik dan enak dilalui. Hanya beberapa tempat yang agak tergenang air (mengingat hujan turun selama 2 hari berturut-turut). Jalurnya juga cukup landai, hanya nanjak tipis sehingga enggak sulit dilalui. Titan sempat ngomel-ngomel tapi akhirnya dia berhasil juga. Ini latihan buat ke Ijen besok, Tan.
Menjelang mulut gua kami dikejutkan oleh beberapa ekor monyet abu-abu yang mendesis-desis ingin menyerang. Kami langsung melangkah mundur, seram. Beberapa bapak penebang kayu memberi kami potongan bamboo untuk mengusir dan kasih tahu kalau mereka mengincar makanan. Ternyata saya menyimpan potato chips di saku samping tas, dan mereka berusaha merebut itu. Menyebalkan. Saya pindahkan itu potato chips dan problem solved. Tongkat tambahan kami gunakan sebagai senjata pengusir. Banyak monyet abu-abu di mulut gua Istana dan jujur aja menakutkan lihat gigi mereka yang kecil-kecil itu. Kami enggak lama-lama di Gua Istana. Di dalam ada beberapa pengembara yang tidur. Katanya sih ini salah satu dari 3 gua di daerah Alas Purwo yang sering didatangi orang yang mau mencari wangsit.







Perjalanan pulang ke Pantai Pancur relatif lebih mudah karena jalannya lebih turun. Jadi kami jalan cukup cepat sampai dikomentari rombongan pengunjung lokal yang kami lewati di perjalanan. Tiba di parkiran kami langsung makan. Makan siang yang kami beli tadi pagi rasanya cukup enak dan ternyata berlebih banget.
Dari Pantai Pancur sebenarnya kami bisa menuju G Land alias Pantai Plengkung. Sayangnya ke sana enggak boleh pakai kendaraan sendiri, harus sewa trooper seharga 250k atau jalan kaki sejauh 7.5K. Plengkung adalah salah satu pantai dengan ombak terbaik dunia yang banyak digunakan untuk selancar. Kami enggak ke Plengkung karena ternyata di Alas Purwo ada penangkaran Penyu, tepatnya di Ngagelan. Ini lebih menarik. Jadi, selesai makan siang kami menuju Ngagelan. Letaknya seitar 5K dari arah gerbang masuk TN Alas Purwo. Kalau dari arah Pantai Pancur kami belok kiri masuk hutan sejauh 5K. Jalur masuknya relatif besar, cukup untuk 1 mobil dan motor. Jalan ke sana relatif sepi (siapa juga yang mau keluyuran ke sini). Kami melalui jalan tanah yang dipadatkan, jadi bukan jalur berbatu yang bikin badan sakit. Di kiri kanan jalan dinaungi pohon-pohon besar yang bikin suasana jadi teduh. Cahaya matahari menerobos celah-celah dedaunan membuat bagian perjalanan ini  terasa magical.




Sampai di Ngangelan, kami langsung bertemu dengan penjaga penangkaran. Di Pantai Ngangelan ini jadi lokasi bertelur 4 jenis penyu. Dari data yang dikumpulkan penyu yang paling banyak bertelur dan paling banyak survive adalah penyu abu-abu. Petugas penangkaran bercerita bahwa musim penyu bertelur adalah sekitar bulan Juni dan Juli. Begitu musim penyu bertelur petugas akan segera memindahkan telur-telur penyu ke tempat yang lebih aman sebelum dijarah monyet, anjing, atau manusia. Setelah 45 hari telur akan menetas menjadi tukik. Dari petugas juga kami jadi tahu bahwa penyu belimbing tidak  bisa dibiakkan di penangkaran. Begitu jadi tukik harus segera dilepas ke laut bebas.

Kami diajak melihat kolam pemeliharaan tukik. Ada 9 ekor tukik dan sekitar 20 butir telur penyu yang tersisa dari musim sebelumnya. Sengaja disisakan supaya ada yang bisa ditunjukkan saat ada pengunjung ke sini. Petugas menjelaskan bahwa jenis kelamin penyu baru bisa diketahui setelah usianya mencapai dewasa, sekitar 15 tahun. Penyu yang ditetaskan di sini diberi tagging, sehingga bisa diketahui pergerakannya, juga dikenali saat kembali bertelur di tempat ia ditetaskan. Ah, senangnya dapat banyak ilmu. Titan enggak berhenti nanya dan pak petugas menjelaskan dengan sabar. Semoga penyu-penyu ini tetap bertahan dan populasinya enggak semakin berkurang. Jika melihat penjelasan bahwa daya survivenya relatif rendah, sehingga populasi penyu sulit bertambah.




Puas di Ngangelan kami melanjutkan perjalanan ke hutan mangrove Bedul. Lokasinya 7K dari Ngagelan melalui jalur dalam hutan yang tadi. Jadi total kami menempuh 12K ke dalam hutan. Jalurnya masih sama hanya agak sempit. Agaknya jalur ini jarang dilalui kendaraan, sepanjang jalan kami banyak berhenti dan turun untuk menyingkirkan dahan-dahan yang agak besar karena kuatir membentur bagian bawah mobil. Enggak terlalu lama kami sudah tiba di Pos Penjagaan Hutan Mangrove Bedul. Guess what, rute kami terbalik! Hahahaha.

Mestinya kami masuk dari daratan di seberang, lewat pos pembelian tiket lalu menyeberang pakai perahu ke sini. Tapi sudahlah enggak apa-apa. Berhubung jalan memutar terlalu jauh, akhirnya kami putuskan bahwa mobil akan menunggu di sini sementara kami menyeberang ke hutan mangrove. Kami menyeberang bersama beberapa orang yang menjajakan ikan pakai sepeda. Perahu yang kami tumpangi sebenarnya 2 perahu yang digabungkan. Tarif penyeberangan 7.5k pulang pergi per orang. Sepanjang jalan kami mendengarkan obrolan para bapak dengan yang mengemudikan perahu sekalipun saya hanya mengerti satu dua patah kata saja. But, its peacefull. Suasananya hening sekali. Hanya suara mesin perahu menimpali obrolan mereka. Hutan mangrove Bedul ini masih termasuk kawasan TN Alas Purwo, tepatnya di antara Plengkung dan Grajagan. Bagian daratannya berbatasan dengan wilayah permukiman penduduk. Sepanjang kami jalan kaki banyak terlihat kepiting bakau dan ikan yang hidup di daerah lumpur (katanya ikan yang punya “kaki” ini disebut ikan bedul, itu sebabnya hutan mangrove ini namanya Hutan Mangrove Blok Bedul). Area hutan ini seluas sekitar 2300 ha, membentang sejauh sekitar 16K. Selama di sana saya banyak melihat burung bangau, dan memang burung bangau adalah salah satu jenis burung yang menghuni wilayah ini. Hewan lain yang bisa ditemui di sini antara lain biawak, monyet, elang laut, dan belibis.








Lepas dari sana kami kembali menempuh jalur hutan tadi untuk kembali ke Banyuwangi. Rencananya kami akan mengunjugi Desa Kemiren. Tapi sampai sana hari sudah gelap, jadi kami mampir di warung kemangi menikmati aneka jajanan khas Banyuwangi: serabi, kue kelemben (yang bentuknya kayak kura-kura), kue cucur yang masih hangat, gedang (pisang) goreng ditemani secangkir kopi khas Banyuwangi. Kami juga ngobrol-ngobrol sama Mas Edy, Ketua Pokdarwis Desa Kemiren. Kami janjian besok akan ke sini lagi melihat rumah adat Osing. Dari Kemiren kami makan soto Surabaya yang sedap banget. Setelah kenyang kami kembali ke penginapan.



Day #4
Hari ini agak santai, hanya akan ke Desa Kemiren trus beli oleh-oleh ke Muncar. Jam 8 pagi kami udah nongkrong di Kantor Desa Kemiren janjian sama Mas Edy. Kami langsung ke menuju rumah adat Osing. Suku Osing atau Using ini adalah salah satu suku asli Banyuwangi yang diyakini berasal dari Blambangan yang tersebar di wilayah tengah dan timur, antara lain Kec. Rogojampi, Glagah, dan Banyuwangi Kota. Desa Kemiren sendiri berada di Kecamatan Glagah. Orang Osing menyebut dirinya sebagai Wong Jawa Kulon. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menetapkan Suku Osing ini sebagai desa adat yang harus tetap mempertahankan nilai-nilai adat dan budaya Suku Osing. Dari cerita Mas Edy, kami tahu bahwa Pemkab memang fully support. Setiap tahun ada 5 rumah yang diajukan untuk direnov bagian fasadnya menggunakan fasad rumah adat Osing.





Ada beberapa hal unik yang kami temui di sini, misalnya dalam hal bahasa. Suku Osing banyak menggunakan diftong “ai”, misalnya: kopi dibaca kopai, bengi jadi bengai. Tradisi lain yang unik adalah tumpeng sewu. Acara ini diadakan sekitar bulan Dzulhijah dengan tujuan untuk menolak bala. Makanan yang disajikan biasanya pecel pithik (ayam panggang yang dibumbui kelapa serut dan bumbu khas Osing). Satu lagi kebiasaan yang masih dilakukan warga Osing adalah nginang. Saya bertemu dengan salah satu penduduk yang usianya sudah sangat sepuh. Berdasarkan hitung-hitungan, usianya lebih dari 90 tahun tapi masih sangat bugar. Pendengaran dan penglihatannya masih baik, juga ingatannya. Namanya Mbah Umi. Menurut keterangan dari beberapa warga, Mbah Umi ini sekarang yang paling sepuh. Sebelumnya ada warga yang paling sepuh meninggal di usia 125 tahun!


Sebagian besar warga Desa Kemiren bermata pencarian sebagai petani. Jadi ketika kami datang desanya relatif sepi. Di Desa Osing kami berkunjung ke rumah Ibu Nur. Ini sudah menjadi tradisi, jika ada pengunjung ke desa Kemiren akan diterima di rumah salah satu warga. Rumah warga Osing punya kekhasan sendiri. Bangunannya terdiri atas 3 bagian: depan (teras), tengah (tempat menerima tamu), bagian dalam untuk kegiatan keluarga (ruang tidur) dan dapur. Setiap bagian dibatasi dinding.
Di rumah Bu Nur, kami dijamu dengan penganan khas Osing: kerupuk sego (kerupuk nasi, gendar), keripik pisang, dan secangkir kopai. Nah, di sinilah saya usaha keras banget supaya enggak ngabisin itu kerupuk sego sampai tandas, rasanya enak banget hahaha.



 


Osing ini punya baju khas, kalau yang cowok pakai baju pangsi warna hitam dan dilengkapi udeng (sejenis ikat kepala), sementara yang wanita mengenakan kain dan kebaya hitam model kutu baru. Mas Edy membawakan kami baju itu untuk kami coba kenakan. Untungnya pas. Nah, waktu mau buat foto pencitraan mukul lesung (dulu sih beneran dipakai buat numbuk beras atau membuat tepung, sekarang digunakan untuk bagian dari hiburan musik lesung), eh ibu-ibu yang lagi pada ngobrol malah ikutan pegang lesung, jadilah kami bareng-bareng mukul lesung. Nah, kalau yang ibu-ibu sih pakemnya bener, kalau saya jelas buat kacau hahaha.






Setelah ngobrol-ngobrol dengan warga, kami pamit menuju ke pengolahan kopi Jaran Goyang. 
Di sini saya menikmati sajian ketiga kopi khas Banyuwangi. Berhubung hari sangat panas, maka pilihan cold brew rasanya sangat tepat. Sambil ngobrol, kami jadi tahu bahwa UMKM sangat disupport oleh pemerintah daerah. Contohnya dalam hal pembuatan logo dan desain kemasan, Pengolahan kopi ini disupport dalam membuat desain kemasannya. Kami melihat perubahan kemasan kopi Jaran Goyang dari masa ke masa.


Ada tiga jenis kopi di sini: arabika, arabika lanang, dan robusta. Untuk oleh-oleh saya membeli kopi arabika. 
Eniwei, cukup lama kami duduk di Kemiren. Menyenangkan lama-lama di sini. Rasanya damai. Terima kasih, Mas Edy yang sudah antar kami ke sini.

Dari Kemiren kami cari makan, diajak makan rujak soto. Jujur awalnya saya worry banget dengar namanya rujak soto. Kayak apaan coba. Rupanya, ini sejenis pecel/lotek pakai petis lalu disiram dengan kuah soto ayam. Rasanya, lumayan sedap, bumbu kacangnya jadi berkuah dan gurih. Titan sih nyaris abis makan ini hahaha.


Setelah makan kami ke Muncar, pengen beli ikan asin. Pelabuhan Muncar ini adalah salah satu pelabuhan nelayan. Di sini tersedia ikan asin dan ikan segar. Saya beli ikan asin jambal, rebon dan teri. Harganya wahh bikin ngiler. Ikan asin jambal di sini harganya cuman 60K sekilo. Coba kalau beli di Bandung hihihi.



Dari Muncar kami diantar kembali ke penginapan untuk istirahat. Malam nanti kami akan naik ke Ijen. Jadi, berupaya banget buat tidur supaya enggak ngantuk nanti malam.

Still to be continued ...

#exploringindonesia #exploringbanyuwangi #wonderfulindonesia #iloveindonesia #momandson #holiday #ilovetravel 

1 comment:

  1. Bayar Pakai Dengan Pulsa AXIS XL TELKOMSEL

    Anda Dapat Bermain Setiap Hari dan Selalu Menang Bersama Poker Vit
    Capsa Susun, Bandar Poker,QQ Online, Adu Q, dan Bandar Q

    Situs Situs Tersedia bebebagai jenis Permainan games online lain

    Sabung Ayam S1288, CF88, SV388, Sportsbook, Casino Online,
    Togel Online, Bola Tangkas Slots Games, Tembak Ikan, Casino

    Terima semua BANK Nasional dan Daerah, OVO GOPAY

    Whatsapp : 0812-222-2996

    POKERVITA

    ReplyDelete